Pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia semakin mengedepankan konsep 𝘴𝘰𝘧𝘵 𝘱𝘰𝘸𝘦𝘳 dalam politik luar negerinya. S𝘰𝘧𝘵 𝘱𝘰𝘸𝘦𝘳 adalah kemampuan suatu negara untuk mempengaruhi negara lain melalui daya tarik budaya, nilai-nilai, dan kebijakan positifnya.
Salah satu contoh nyata 𝘴𝘰𝘧𝘵 𝘱𝘰𝘸𝘦𝘳 Indonesia adalah penggunaan batik. Batik diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Pengakuan ini tidak hanya meningkatkan citra batik di mata dunia, namun juga memperkuat jati diri bangsa Indonesia.
Pada forum internasional seperti KTT G20 di Bali, batik dijadikan simbol budaya untuk menciptakan kesan positif dan meningkatkan daya tarik Indonesia di kancah dunia. Penggunaan batik yang dilakukan delegasi Indonesia dan kostum G20 menunjukkan kekayaan budaya yang dimiliki oleh Indonesia.
Selain batik, sektor pariwisata juga menjadi fokus utama ekspansi 𝘴𝘰𝘧𝘵 𝘱𝘰𝘸𝘦𝘳. Salah satu proyek yang menonjol adalah pembangunan Sirkuit Mandalika di Lombok, yang arena balap ini tidak hanya menjadi tuan rumah balapan internasional, tetapi juga menarik wisatawan dari berbagai negara.
Mandalika dirancang sebagai destinasi wisata lengkap yang terintegrasi dengan keindahan alam dan budaya lokal, yang akan menawarkan berbagai pengalaman unik bagi pengunjung. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia berupaya mempromosikan pariwisata melalui 𝘴𝘰𝘧𝘵 𝘱𝘰𝘸𝘦𝘳.
Pembangunan infrastruktur Mandalika juga mencerminkan visi Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dengan memperkuat infrastruktur, Indonesia dapat meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas bagi wisatawan yang berkunjung.
Selain Mandalika, Presiden Jokowi juga menggalakkan “10 Bali Baru” untuk menarik perhatian wisatawan mancanegara. Destinasi seperti Danau Toba, Borobudur, dan Labuan Bajo memerlukan perhatian khusus dalam pengembangannya.
Infrastruktur pendukung seperti bandara dan jalan akan diperluas untuk meningkatkan akses ke destinasi wisata tersebut. Pariwisata tidak hanya mendatangkan devisa negara tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai tujuan wisata utama.
Selain itu, Program Beasiswa Darmasiswa juga merupakan bagian dari strategi 𝘴𝘰𝘧𝘵 𝘱𝘰𝘸𝘦𝘳 Indonesia, yang memberi kesempatan kepada pelajar internasional untuk belajar bahasa, seni, dan budaya Indonesia. Melalui program ini, Indonesia dapat memperkenalkan budayanya kepada dunia.
Beasiswa Darmasiswa tidak hanya meningkatkan pemahaman tentang Indonesia, namun juga membangun jaringan internasional yang dapat memperkuat hubungan diplomatik. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia menggunakan pendidikan sebagai ajang promosi.
Dalam konteks ASEAN, Indonesia juga berupaya memperkuat posisinya. Jokowi mendorong terciptanya Perspektif ASEAN tentang Indo-Pasifik (ASEAN Outlook on the Indo-Pacific) yang menunjukkan komitmen Indonesia terhadap kerja sama dan stabilitas regional.
Indonesia juga aktif di berbagai organisasi internasional, termasuk partisipasi dalam KTT G20, yang menunjukkan perannya sebagai negara berkembang yang berpengaruh. Forum G20 merupakan wadah bagi Indonesia untuk menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang.
Dalam Forum Internasional G20, Indonesia berupaya mencari solusi terhadap tantangan global dan Partisipasi Indonesia dalam forum ini mencerminkan upayanya memperkuat 𝘴𝘰𝘧𝘵 𝘱𝘰𝘸𝘦𝘳. Indonesia ingin dipandang sebagai negara yang mampu memberikan kontribusi positif.
Dalam konteks maritim, Jokowi mempunyai visi sebagai Global Maritime Fulcrum. Visi ini menekankan pentingnya lautan sebagai penghubung, bukan pemisah, dengan mengembangkan potensi maritim yang dimiliki, Indonesia dapat meningkatkan daya saingnya di tingkat global. Pengelolaan berkelanjutan adalah kunci untuk melindungi lingkungan dan meningkatkan daya tarik investasi.
Pengembangan budaya maritim juga menjadi fokus visi ini. Jokowi ingin masyarakatnya memahami nilai-nilai maritim yang ada dan menumbuhkan rasa bangga sebagai negara kepulauan.
Untuk memperkuat 𝘴𝘰𝘧𝘵 𝘱𝘰𝘸𝘦𝘳nya, Indonesia juga berupaya untuk memperkuat seni dan budaya. Berbagai festival budaya diadakan untuk menarik perhatian dunia, yang kegiatan tersebut tidak hanya memperkenalkan budaya tetapi juga meningkatkan jumlah wisatawan.
Daya tarik tersendiri adalah seni pertunjukan seperti tari dan musik. Indonesia memiliki dunia seni yang kaya dan beragam. Indonesia bisa menyampaikan pesan-pesan positif kepada dunia melalui seni.
Jokowi juga menggalakkan pengembangan wisata budaya. Preferensi akan diberikan pada destinasi wisata yang mengedepankan budaya lokal. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia ingin memperkenalkan kekayaan budayanya kepada pengunjung.
Dengan seluruh upaya ini, Indonesia berusaha membentuk image positif di mata dunia. Sof𝘵 𝘱𝘰𝘸𝘦𝘳 sebagai indera krusial pada politik luar negeri Indonesia. Melalui budaya, pendidikan, dan pariwisata, Indonesia bisa menaikkan pengaruhnya.
Di era Jokowi, 𝘴𝘰𝘧𝘵 𝘱𝘰𝘸𝘦𝘳 Indonesia semakin terlihat dari batik sampai Mandalika, yang sangat jelas mencerminkan kekayaan budaya. Upaya ini tak hanya menaikkan gambaran Indonesia, namun pula memperkuat interaksi internasional.
Langkah-langkah ini memperlihatkan bahwa kekuatan budaya bisa sebagai indera efek yang efektif. Indonesia tidak hanya dikenal menjadi negara berkembang, namun pula menjadi negara yang kaya akan warisan budaya.
Dengan demikian, 𝘴𝘰𝘧𝘵 𝘱𝘰𝘸𝘦𝘳 sebagai bagian integral menurut politik luar negeri Indonesia pada era Presiden Jokowi. Ini merupakan langkah strategis guna menaikkan posisi Indonesia pada kancah global, yang telah diperlihatkan bahwa budaya dan pariwisata bisa sebagai alat promosi yang efektif.
Presiden Jokowi memperlihatkan bahwa politik luar negeri tidak selalu membutuhkan kekuatan militer atau ekonomi yang besar. Dengan strategi dan taktik yang tepat, 𝘴𝘰𝘧𝘵 𝘱𝘰𝘸𝘦𝘳 bisa menaruh efek yang signifikan sebagai bukti bahwa budaya, pariwisata, dan pendidikan bisa sebagai jembatan yang menghubungkan Indonesia kepada mata dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H