Filsuf Charles Handy pernah mengatakan, Cara berfikir (mindset)  kita dibentuk oleh bagaimana kita melihat ruangan -- ruangan yang ada di rumah. Misalkan anggap saja ada 4 ruangan disana. Dimana diantaranya, ada ruang tamu yang bisa dilihat kita dan orang lain, ada ruang privat yang benar-benar hanya kita yang tahu, kemudian ada ruang misterius yang mungkin baik kita ataupun orang lain tak mampu melihatnya, dan yang terkahir yang berbahaya adalah ketika ada ruangan yang hanya diketahui oleh orang lain dan tidak kita sadari keberadaannya padahal ruang tersebut sangat dekat dengan kita.
 Namun sebetulnya, ruang seperti itu ada dimana -- mana dan merata diberbagai bidang. Hanya saja kemudian sebagian bergerak secara undercover-collaborative, tidak terlihat, dan dengan cara-cara baru yang kemudian tidak kita kenali. Salah satu kesalahan fatal yang seringkali kita lakukan atau bahkan para pemimpin di abad ini adalah dimana memandang dunia yang baru ini dengan menggunakan kaca mata masa lalu. Itulah kemudian yang terjadi di berbagai belahan dunia, ada yang bisa melihat 'ruangannya' ada yang kemudian tak mampu melihat 'ruangannya'.
 Mindset adalah bagaimana manusia berpikir yang ditentukan oleh setting yang kita buat sebelum berpikir dan bertindak. Ini sama seperti ponsel yang kita setting bahasa, fitur-fitur, suara, dan lain-lain sebelum kita pakai. Ada yang setting-nya kiri-kanan, ada yang central, ada yang membuat dirinya sempit di tengah, dan lain sebagainya.
 Maka dalam kaitannya dengan disruptive era tadi adalah dimana kemudian para pemimpin mampu memiliki disruptive mindset. Dimana jika kemudian pemimpin yang kita punya mampu memiliki disruptive  mindset tadi, maka ia kemudian bisa menjadi kreatif, dan tak takut melihat perubahan yang seperti dilakukan oleh anak-anak muda masa kini tanpa adanya beban di masa lalu. Sebaliknya, jika yang ia miliki adalah fixed mindset, maka ia menjadi sangat takut dan tak menghasilkan perubahan. Ia hanya terkurung oleh pengalaman masa lalunya dengan menyangkal realitas baru. Jadi, apakah benar kemudian bahwa pengalaman adalah guru terbaik?
 Mental disruptive ini tidak terikat oleh pengalaman atau aturan baku yang kaku pada masa lalu., melainkan sikap terbuka terhadap masa depan. Terhadap sesuatu yang baru, kita semua khususnya para pemimpin harus berupaya lagi lebih keras dan bersikap terbuka. Dimana dalam menyikapi proses perubahan yang sedang terjadi yang harusnya pemimpin lakukan adalah mampu melihat, kemudian bergerak, dan berupaya untuk menyelesaikan.
 Begitulah kiranya strategi yang kemudian dapat dilakukan oleh pemimpin dalam menghadapi era digital dan persaingan global juga era disrupsi dengan berbagai tantangan yang ada. Hal ini juga semakin nyata ketika pandemi covid 19 ini melanda di seluruh penjuru dunia. Maka untuk tetap bertahan dalam kondisi ini, kita membutuhkan seorang pemimpin millenial yang mampu adaptif terhadap setiap perkembangan zaman yang sedang terjadi, juga yang memiliki karakter yang kuat dalam menghadapi krisis serta yang terakhir adalah mereka yang memiliki disruptive mindset. Sekali lagi, kita membutuhkan disruptive mindset, disruptive leader, disruptive government, disruptive bureaucrat, disruptive marketing, juga disruptive action.
Â
Â
Referensi :
Â
Buku :