Eksim, atau dermatitis atopik memiliki gejala gatal yang disertai ruam akibat kulit yang kering. Penyakit kulit ini sudah dikenal sejak zaman kuno. Hippocrates, dokter Yunani kuno, dan Galen, dokter Romawi, pernah mencatat kondisi kulit inflamasi yang kemungkinan merujuk pada eksim. Pada abad ke-19, dokter Prancis, Ferdinand von Hebra, mendeskripsikan eksim sebagai gangguan kulit yang spesifik. Sejak saat itu, istilah "eksim" mulai digunakan secara luas. Baru pada abad ke-20, eksim dipahami lebih dalam sebagai penyakit yang terkait dengan alergi dan autoimun. Berdasarkan data di Allergy & Asthma Network, situs yang fokus pada edukasi, advokasi, dan dukungan untuk pasien dengan alergi, asma, dan kondisi kulit, pada tahun 2024 prevalensi eksim terus meningkat di berbagai negara dengan rata-rata 15-20% pada anak-anak dan 1-3% pada orang dewasa.Â
Telah banyak jurnal yang menuliskan bahwa penyakit kulit yang satu ini memiliki gejala yang bervariasi, tetapi umumnya mencakup kulit kering, mengelupas, dan gatal terutama pada malam hari, bintik-bintik merah di area tubuh tertentu seperti tangan, wajah, atau bagian belakang lutut, peradangan dan pembengkakan, selanjutnya kulit menjadi tebal dan kasar.Â
Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor, namun yang utama adalah faktor genetik. Selain itu, gangguan pada skin barrier (pelindung kulit) juga berperan penting. Faktor lain yang dapat memicu eksim termasuk cuaca, suhu ekstrem, polusi, tungau, debu, bulu hewan peliharaan, serbuk sari, stres, hingga konsumsi tepung berlebih. Merek sabun atau deterjen tertentu, serta bahan kain tertentu, juga dapat memperburuk kondisi eksim.
Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengurangi gejala eksim atau bahkan mencegahnya (apabila bukan disebabkan oleh faktor genetik):
1. Konsumsi Vitamin dan Zinc
Vitamin C, D, dan Zinc dapat membantu menjaga kesehatan kulit. Vitamin C penting untuk menjaga kulit tetap sehat dan lebih tahan terhadap iritasi. Vitamin D berfungsi untuk mengatur sistem kekebalan tubuh, mencegah reaksi imun yang berlebihan, sedangkan Zinc mendukung regenerasi kulit dan penyembuhan luka. Untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan vitamin-vitamin ini, penting untuk mengonsumsi makanan yang kaya akan kandungannya. Vitamin C dapat ditemukan pada buah-buahan segar seperti jeruk, jambu biji, dan sayuran seperti brokoli yang juga kaya antioksidan. Sumber vitamin D meliputi makanan seperti ikan teri, telur, serta jamur tiram. Sementara itu, Zinc bisa diperoleh dari kacang-kacangan, tahu, dan tempe, yang tidak hanya terjangkau tetapi juga kaya nutrisi untuk mendukung kesehatan kulit dan tubuh secara keseluruhan.
2. Hindari Bahan Kimia Berbahaya
Beberapa bahan kimia dalam produk pembersih atau kosmetik, seperti parfum, alkohol, dan Sodium Lauryl Sulfate (SLS), dapat memperburuk rasa gatal dan terbakar pada kulit yang terkena eksim. Pilihlah produk yang lebih ramah bagi kulit sensitif, seperti produk-produk yang mengandung bahan glycerin, ceramides, hyaluronic acid, shea butter, dan niacinamide. Agar lebih mudah, cari produk yang berlabel "hypoallergenic" atau "dermatologically tested".
3. Menjaga Kelembapan Kulit
Kulit yang kering dapat memperparah eksim. Pastikan untuk selalu menjaga kelembapan kulit. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mandi dengan air hangat dan tidak perlu terlalu lama, cukup 5-10 menit saja. Setelah itu, gunakan pelembap setelah mandi. Pilih pelembab yang berbentuk krim atau salep daripada lotion, karena lebih efektif menghidrasi kulit. Bisa juga dengan menggunakan humidifier untuk menjaga kelembapan udara di ruangan, terutama saat cuaca dingin atau kering.
Â
Sebagai salah satu penyakit yang berkorelasi dengan genetik, eksim memang secara umum tidak akan mudah untuk diturunkan grafik kuantitasnya. Namun, eksim bisa diturunkan risikonya sejak dini. Pada beberapa kasus bagi orangtua yang memiliki eksim, memberikan ASI eksklusif bisa membantu mencegah eksim pada bayi. Sudah banyak penelitian menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI lebih jarang menunjukkan gejala eksim dibandingkan bayi non-ASI. Â Karena ASI sendiri telah mengandung antibodi, sel imun, dan zat bioaktif lainnya yang melindungi bayi dari infeksi dan peradangan.
Selain itu, ASI mengandung asam lemak esensial seperti omega-3 yang membantu menjaga kesehatan kulit bayi dan memperbaiki barrier kulit. ASI juga mendukung pertumbuhan mikrobiota usus yang sehat, yang berperan penting dalam menjaga sistem kekebalan tubuh bayi. Mikrobiota yang seimbang dapat mengurangi risiko peradangan pada kulit.
Jadi, meskipun diyakini bahwa eksim adalah penyakit kulit yang grafiknya terus meningkat secara kuantitas, tetapi dengan kesadaran diri untuk perawatan kulit dengan tepat, risiko eksim bisa dikurangi. Mulai dari menjaga kelembapan kulit, mengonsumsi vitamin yang tepat, hingga memberi ASI eksklusif (pada bayi). Jangan lupa juga untuk menghindari faktor pemicu yang dapat memperburuk kondisi kulit sensitif, seperti bahan kimia yang keras. Dengan perhatian yang tepat, kulit bisa tetap sehat dan terhindar dari peradangan yang menyakitkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H