Mohon tunggu...
Fathan Ramadavi Bukhari
Fathan Ramadavi Bukhari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Quo Vadis UU TPKS, Sebuah Catatan Akhir Tahun

13 Desember 2022   17:00 Diperbarui: 13 Desember 2022   17:05 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah lebih dari tujuh bulan Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) diundangkan dan berlaku di Indonesia. UUTPKS merupakan salah satu undang-undang yang proses penyusunan, pengesahan, dan pengundangannya memerlukan waktu yang cukup panjang. 

Setidaknya, UU TPKS ini membutuhkan waktu 10 tahun untuk diundangkan sejak Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menginisiasinya pada 2012 lalu. Berbagai forum diskusi dan penyelarasan fakta di lapangan pun dilakukan banyak pihak untuk menyusun Rancangan UU TPKS ini. 

Untuk pertama kalinya, Rancangan UU TPKS ini dibahas di DPR RI pada Mei 2016, dan harus berulang kali keluar masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. 

Pembahasannya pun baru dimulai pada 2018 dan berlangsung lamban. Rancangan UU TPKS ini sempat dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas pada Juli 2020, kemudian dimasukkan kembali pada 2021.  Setelah melalui proses panjang, Rancangan UU TPKS ini pun akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang pada 12 April 2022 dan berlaku sejak 9 Mei 2022. 

Berlakunya UU TPKS memberikan harapan perlindungan yang lebih kuat kepada masyarakat Indonesia, khususnya perempuan, anak, dan kelompok disabilitas dari ancaman kekerasan seksual dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia. 

Setidaknya, perlindungan hukum di dalam UU TPKS tercermin dari pengaturan (i) enam elemen kunci, yakni pemidanaan, pencegahan, pemulihan, tindak pidana, pemantauan, serta hukum acara, dan (ii) sembilan bentuk kekerasan seksual, yakni pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual nonfisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, penyiksaan seksual, pemaksaan perkawinan, perbudakan seksual, kekerasan seksual dengan sarana elektronik, dan eksploitasi seksual.

Pengaturan enam elemen kunci dan sembilan bentuk kekerasan seksual tersebut di dalam UU TPKS menjadi terobosan hukum penanganan tindak pidana kekerasan seksual di Indonesia. Oleh karena itu, berlakunya UU TPKS menjadi harapan banyak pihak untuk dapat menghadirkan keadilan, pemulihan bagi korban, dan upaya pencegahan yang lebih efektif. 

Di tengah upaya pemerintah untuk menekan laju tingkat kekerasan seksual di tengah masyarakat, khususnya pasca berlakunya UU TPKS, kita masih dikejutkan dengan berbagai pemberitaan tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di beberapa kota di Indonesia. Juli 2022 lalu, masyarakat Jombang digemparkan dengan kasus pemerkosaan santriwati oleh putra pengasuh pondok pesantren. Atas kasus tersebut, Pengadilan Negeri Surabaya dalam Putusan No. 1361/Pid.B/2022/PN Sby tertanggal 17 November 2022 memvonis pelaku dengan hukuman tujuh tahun penjara. Berita teranyar, pada awal Desember 2022 lalu beredar rekaman video seorang remaja putri di Kota Medan yang berupaya melarikan diri dari terduga pelaku pemerkosaan. 

Berdasarkan Siaran Pers Komnas Perempuan pada 23 November 2022, diketahui bahwa pada periode Januari sampai dengan November 2022 Komnas Perempuan telah menerima 3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, termasuk 860 kasus kekerasan seksual di ranah publik, dan 899 kasus di ranah personal.  

Lalu, bagaimana upaya penanganan tindak pidana kekerasan seksual tersebut? Bukankah dengan berlakunya UU TPKS penegakan hukum yang seadil-adilnya terhadap pelaku, pemulihan hak korban, dan upaya pencegahan yang lebih efektif seharusnya dapat terwujud? 

Menyegerakan Peraturan Pelaksana UU TPKS 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun