Mohon tunggu...
Fathan Muslimin Alhaq
Fathan Muslimin Alhaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Writer

Anak pesisir pantai selatan yang memiliki hobi berkelana di kota orang. Berkeinginan untuk berbagi informasi tentang Indonesia sebagai bentuk kontribusi saya sebagi anak muda kepada Indonesia dalam hal penyebaran informasi yang nyata tanpa asumsi semata.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Buruh Bersuara: Tidak Berhenti Menyuarakan Tolak Tapera!

29 Juni 2024   20:09 Diperbarui: 29 Juni 2024   20:12 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi Tolak Tapera di Patung Kuda || Dokumen Pribadi

27 Juni 2024, Bersama dengan Konderasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID), dan 31 organisasi lainnya, Gerakan Bersama Rakyat (GEBRAK) melakukan demonstrasi di kawasan Patung Kuda pada 27 Juni 2024. 

Para pekerja dan mahasiswa berteriak, "Tapera, Tabungan Penghisap Rakyat." Sebenarnya, GEBRAK dan koalisi berencana pergi ke Istana Negara untuk menyampaikan tuntutan mereka langsung kepada Presiden. Namun, tembok beton yang dipasang oleh polisi menghalangi demonstran untuk pergi ke Patung Kuda.

Perjalanan Tapera untuk Penetapan

Aksi Tolak Tapera || Dokumen Pribadi
Aksi Tolak Tapera || Dokumen Pribadi

Sejarah kebijakan perumahan rakyat dimulai pada tahun 1800-an oleh pemerintah kolonial Belanda, yang pada awalnya menolak untuk memberikan dana untuk pembangunan perumahan. Akhirnya, karena desakan publik, N.V. Volkshuisvesting dan Gemeentelijke Woningbedrijven harus menyediakan rumah bagi kaum pribumi miskin. Sayangnya, rumah-rumah ini kecil dan terlalu mahal sehingga hanya dapat dimiliki oleh orang-orang dari kelas menengah atas. Diskusi tentang perumahan rakyat kembali muncul setelah Indonesia merdeka. Wakil Presiden Mohammad Hatta berpendapat bahwa negara harus memberikan rumah kepada setiap warga negara. 

Pada tahun 1950, Kongres Perumahan Rakjat Sehat menyuarakan perspektif ini, mendorong para nasionalis untuk memprioritaskan masalah perumahan rakyat. Untuk menyediakan dan membiayai perumahan bagi orang berpenghasilan rendah, pemerintah membuat Djawatan Perumahan Rakyat, tetapi pergeseran politik dan ekonomi selama Orde Lama menghambat pelaksanaan kebijakan ini.

Cita-cita perumahan rakyat yang diamanatkan oleh Hatta dan konstitusi tidak terwujud selama Orde Baru. Rakyat belum memiliki rumah yang layak setelah pergantian kekuasaan. TAPERA, kebijakan yang serupa dengan kebijakan kolonial, hanya menjadi beban bagi rakyat dan tidak memberikan jaminan perumahan yang layak. Ini tidak sesuai dengan visi Hatta dan konstitusi.

Kebijakan yang Cacat

Pembacaan Pernyataan Bersama Aliansi Buruh || Dokumen Pribadi
Pembacaan Pernyataan Bersama Aliansi Buruh || Dokumen Pribadi

Banyak orang percaya bahwa Tapera adalah kebijakan yang tidak efektif. Sehubungan dengan PP No. 21 Tahun 2024, Tapera dianggap tidak relevan untuk masyarakat Indonesia. Berbagai potongan gaji, seperti BPJS Ketenagakerjaan, Pajak Penghasilan, PPN barang dan jasa, dan potongan koperasi, membuat hidup buruh lebih sulit. Ini menimbulkan kemarahan dan penolakan dari berbagai kelompok masyarakat, terutama petani dan buruh yang terkena dampak langsung. 

Dua masalah utama dengan Tapera adalah keyakinan publik bahwa itu tidak memberikan manfaat meskipun telah menabung lebih dari "lima ratus miliar rupiah" dan "kewajiban" untuk melibatkan semua pekerja dengan potongan upah sebesar 3%. Ini mengingatkan saya pada masa lalu ketika banyak orang menabung di Tapera tetapi tidak mendapatkan apa-apa darinya.

Salah satu masalah lain yang menghalangi pengesahan Tapera adalah jumlah rumah yang belum terbangun dibandingkan dengan jumlah rumah yang dibutuhkan. Masalah ini masih belum sepenuhnya diselesaikan oleh dukungan PMN yang besar untuk Bank Tabungan Negara (BTN) pada 2023.

Dana Tapera untuk Pembangunan IKN?

Aksi Pembakaran Simbolik Tapera || Dokumen Pribadi
Aksi Pembakaran Simbolik Tapera || Dokumen Pribadi

Menurut analisis gerakan masyarakat sipil, kemungkinan besar dana Tapera akan digunakan untuk membiayai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), Proyek Strategis Nasional, dan proyek tambahan. Selain itu, diyakini bahwa Program Tapera akan menjadi sumber dana untuk membayar utang negara. Sebagian besar dana Tapera berada di Surat Utang Korporasi (47 persen) dan Surat Berharga Negara (45 persen), dengan giro dan perbankan yang tersisa. 

Sebagai pengelola APBN, pemerintah dapat dengan mudah menerbitkan SBN yang dibeli oleh BP Tapera. Namun, kenaikan BI rate membuat deposito lebih menguntungkan daripada SBN, dan jika bunga SBN harus dinaikkan untuk menarik investasi, itu bisa meningkatkan beban utang pemerintah. Sebagai program pemerintah, Tapera memiliki banyak potensi, termasuk membangun IKN dan memberikan makan siang gratis di masa depan.

GEBRAK, aliansi buruh, dan mahasiswa menegaskan bahwa Tapera hanyalah alat baru untuk mengambil uang rakyat untuk kepentingan elit. Mereka bersatu untuk menentang, menuntut kebijakan yang menguntungkan rakyat kecil daripada kekayaan korporasi dan penguasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun