Mohon tunggu...
Fathan Mubina
Fathan Mubina Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Pelajar

Bios-Theoretikos | S1 Ilmu Politik Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta | "Paid for with pride and fate" | E-mail: fathanm96@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Putaran dan Publisitas Politik: Efek Liputan Berita dan Pendapat Publik

20 Desember 2021   19:13 Diperbarui: 20 Desember 2021   19:29 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Liputan kontemporer urusan politik, menurut Claes H. Vreese dan Matthijs Elenbaas merupakan pernyataan dan sejumlah data empiris, yang di bingkai dalam istilah strategi. 

Alih-alih mengedepankan kebijakan dan substansi politik, para politisi lebih fokus kepada strategi berita menekankan taktik dalam mengejar tujuan politik, serta penampilan, gaya kampanye, dan pertempuran mereka yang bertarung di arena politik, baik dalam pemilu maupun intensitas dengan oposisi. 

Kerangka strategi yang digunakan ini telah menjadi sudut pandang terdepan dalam liputan politik baik kampanye politik maupun pertarungan kebijakan, biasanya dengan mengorbankan berita tentang perbedaan nyata dalam potensi dan resolusi terkait posisi antar kandidat atau dalam konteks pembuatan kebijakan.

Selain itu, pengamatan yang lebih baru menunjukkan bahwa jurnalisme politik semakin mengekpos peran media dalam proses politik. Jenis pemberitaan ini, disebut sebagai metacoverage, yang menekankan ketergantungan antara politik dan pers, serta strategi media yang digunakan oleh politisi untuk menghasilkan publisitas, meningkatkan citra mereka dan mengelola berita. 

Hematnya, dalam penelitian Cappella & Jamieson (1997) ada alasan bagus intik menegaskan bahwa perputaran liputan dan publisitas politik dapat mengakibatkan sinisme dan kebencian di antara masyarakat, bukan hanya terhadap relasi masyarakat politik tetapi pada akhirnya juga terhadap publisitas politik yang memiliki kunsekuensi langsung atau tidak langsung bagi kepercayaan warga negara terhadap aktor politik, demokratisasi, dan proses politik.

Diskursus tentang berita politik telah mendokumentasikan perubahan yang signifikan terkait cara media berita meliputi urusan politik dan kampanye. Menurut Esser & D'Angelo (2003) liputan pers dapat menyoroti peran pers dalam urusan politik (termasuk kehadiran pers, perilaku, dan pengaruh), metacoverage mampu memperhatikan upaya publisitas aktor politik terhadap media (seperti kampanye politik). 

Wartawan juga dapat menetupi berita pers dan publisitas dengan (1) kerangka saluran, yang hanya terdiri dari referensi silang antara media, (2) kerangka strategi, yang mencerminkan sisi kasar dan perbusuhan dari politik dimediasi atau (3) kerangkan akuntabilitas, yang mengekspos pers dan publisitas bergerak berdasarkan norma dan nilai demokrasi.

Berdasarkan tipologi di atas, strategi dalam metacoverage dapat berupa strategi pers, di mana jurnalis secara referensial fokus pada muatan antagonistik hubungan antara pers dan politik dan siginifikansi peran media dalam permainan politik. 

Singkatnya, strategi metacoverage membentuk framing bahwa politisi yang berorientasi sebagai aktor dengan sengaja mencari atau menghindari peerhatian media, atau memberikan atau memblokir akses ke media, untuk mencapai tujuan politik tertentu. 

Oleh karena itu, aktor terkait erat dengan strategi dan teknik di balik layar. Sejauh mana munculnya putaran politik, produk dari profesionalisasi politik, menarik minat dan perhatian media? 

Seperti yang semakin banyak dilakukan oleh para politisi yang dikelilingi oleh para profesional komunikasi politik, memiliki media untuk memproduksi berita?

Dalam menemukan hubungan antara strategi liputan generik dan sinisme politik, menunjukkan bahwa publisitas liputan menumbuhkan sinisme publik tentang politik. bahkan, dalam analisis multivariat ditemukan bahwa strategi publisitas bingkai secara konsisten memberikan efek positif pada kelangsungan politik, bahkan dibandingkan dengan kerangka strategi genelik. 

Menurut pikiran, warga tidak melihat alasan untuk membedakan tujuan profesional ahli strategi komunikasi, di satu sisi, dan tujuan politik dari dari politisi disisi lain. sesuai dengan ketentuan normatif, hal ini akan menunjukkan bahwa tanggung jawab atas perlakuan buruk yang dirasalan publisitas akhirnya jatuh di pundak politisi.

Mengingat menurunnya tingkat kepercayaan dan ketelibatan publik dalam politik, spin doctor telah menjadi kambing hitam yang khas. Media, pada bagian mereka, telah menerima kesalahan mereka sendiri. Misalnya di Inggris, di mana jurnalisme politik telah dikritik karena obsesinya untuk mengekpos tenkik-teknik politik yang dimediasi. 

Cakupan seperti itu, menurut para kritikus, telah menggantikan informasi substantif tentang pengawasan masalah 'nyata' dalam politik, dan telah menjadi terlalu negatif, bahkan mengganggu proses politik. memang, banyak dari metacoverage yang diterbitkan mencerminkan konsepsi publisitas politik yang sangat strategis, dan bukti yang tersedia memang menunjukkan adanya alasa untuk khawatir bahwa pola strategi informasi telah memicu sentimen negatif tentang politik.

Akan tetapi patut di pertanyakan apakah gambaran itu pada akhirnya dianggap sebagai gambaran yang suram seperti yang ditegaskan oleh para sarjana dan kritikus media. Di sebuah studi terbaru, misalnya, kami menemukan bahwa paparan strategi publisitas membangkitkan sinisme terutama di antara indvidu-individu yang memiliki kapabilitas secara politik. 

Masyarakat yang sadar akan politik dan berpendidikan lebih tinggi cenderung untuk mengungkapkan ketidakpercayaan terhadap hubungan masyarakat politik daripada yang kurang terlibat dan mereka memiliki tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, terlepas dari paparannua. 

Sinisme, seperti ini mencerminkan minat dan sikap publik yang kritis terhadap publisitas politik, yang bisa dibilang agak sehat untuk demokraso.

Bagaimanapun, di atas segalanya, metacoverage mencerminkan strategi jurnalistik---menggarisbawahi otonomi dan kontrol jurnalis atas isi berita---dan norma profesional---pandangan jurnalistik bahwa kehidupan politik modern, kampanye dan pembuatan kebijakan mewakili 'realitas komposit yang tidak dapat ditutupi sepenuhnya dan kecuali berita yang mempertimbangkan bagaimana perilaku masing-masing berita media dan publisitas politik bersinggungan satu sama lain. 

Faktanya, seseorang bahkan dapat berpendapat bahwa isu-isu pers dan publisitas membantu untuk menginformasikan warga rata-rata tentang situasi kompleks di mana media dan elit politik harus berinteraksi dalam membangun realitas politik, yang bisa dibilang memberikan gambaran yang lebih memadai tentang proses politik modern. 

Tetapi hari ini lingkungan media sangat kompetitif dan komersial, bagian dari alasan mengapa cerita meta ada mungkin juga terletak pada kenyataan bahwa mereka relatif mudah diproduksi dan bisa dibilang cukup menarik untuk dikonsumsi.

Karena media telah menjadi bagian integral dari politik, komunikasi politik telah menjadi---dan akan terus menjadi---sebuah intrik bagian dari cerita politik: tidak hanya dalam liputan kampanye pemilu tetapi juga dalam cakupan pemerintahan dan pembuatan kebijakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun