Di tengah pesatnya laju modernisasi, terdapat pulau kecil yang masih menyimpan kearifan lokal unik dan menarik untuk didatangi para wisatawan. Kalimantan Selatan yang terkenal dengan sungainya yang banyak, menawarkan destinasi alam yang indah dan tentunya jarang dijumpai didaerah lain. Pulau ini dinamakan "Pulau Sambujur" tepatnya di Desa Tampakang, Kecamatan Paminggir, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Pulau yang tidak terlalu besar ini dikelilingi air rawa yang luas ditambah dengan pepohonan rindang yang menjulang tinggi disekitarnya sehingga menyuguhkan pemandangan yang sangat eksotis.
Dibalik keindahan tersebut, Pulau Sambujur merupakan salah satu destinasi wisata alam yang masih terjaga ekosistemnya. Keberadaan kerbau rawa, hewan endemik yang hidup di ekosistem rawa menjadi daya tarik utama bagi para wisatawan untuk datang kemari. Keharmonisan yang masih kental antara alam dan masyarakat sekitar menjadi salah satu kunci utama untuk terus melestarikan lingkungan agar dapat terus terjaga dengan baik. Selain itu, kehadiran kerbau rawa tidak hanya menambah pesona alam yang unik, tetapi juga menawarkan peluang ekonomi baru bagi masyarakat setempat.
MENYATUKAN TRADISI, KEARIFAN LOKAL, DAN KONSERVASI ALAM
Desa Tampakang, yang terletak di Danau Panggang tidak hanya dikenal karena keindahan alamnya tetapi juga karena daya tarik wisata unik yang ditawarkan oleh kerbau rawa. Fenomena ini mengundang perhatian wisatawan dari berbagai penjuru untuk menyaksikan dan merasakan pengalaman yang berbeda dari destinasi wisata pada umumnya. Kerbau rawa atau yang disebut warga lokal “Hadangan” merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat di sekitar desa Tampakang. Keberadaan kerbau rawa dalam keseharian warga menjadi simbol keunikan dan keaslian budaya lokal yang sulit ditemukan di tempat lain. Penggunaan kerbau rawa sebagai daya tarik wisata memungkinkan wisatawan untuk menyaksikan secara langsung aktivitas tradisional masyarakat, seperti cara penggembalaan, mandi kerbau di rawa.
Keunikan interaksi warga Desa Tampakang dengan kerbau rawa inilah yang kemudian menarik minat wisatawan. Pengunjung kini tak hanya bisa melihat, namun juga ikut merasakan pengalaman langsung berinteraksi dengan kerbau rawa. Memanfaatkan kerbau rawa sebagai daya tarik wisata juga sejalan dengan konsep ekowisata berkelanjutan. Pendekatan ini memungkinkan masyarakat setempat untuk mendapatkan keuntungan ekonomi tanpa merusak lingkungan. Kerbau rawa, yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari ekosistem dan budaya lokal, dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya konservasi alam. Melalui ekowisata, wisatawan diajak untuk berpartisipasi dalam menjaga kelestarian lingkungan sambil menikmati pengalaman wisata yang autentik.
EKOWISATA KERBAU RAWA MENJADI MATA PENCAHARIAN
Kerbau rawa yang sudah lama hidup berdampingan dengan warga Desa Tampakang menjadikan mereka saling bergantungan satu sama lain. Kehidupan di Desa Tampakang dapat dikatakan masih sangat tradisional, terlihat dari masyarakatnya yang dominan berprofesi sebagai peternak kerbau, peternak walet dan nelayan. Usaha ternak kerbau rawa menjadi salah satu sumber keuntungan yang dapat diandalkan bagi masyarakat sekitar. Hal ini dipaparkan oleh Syairin selaku pemilik ternak kerbau rawa di Desa Tampakang. Bahwa kerbau disini digunakan untuk pembibitan ternak yang selanjutnya akan dijual belikan pada momen tertentu, seperti saat hari raya kurban, isra miraj, ataupun acara pernikahan. "Kerbau dijual dengan kisaran harga Rp15.000.000 bagi kerbau dewasa dan Rp3.000.000 bagi kerbau yang masih kecil, apa lagi jika penjualannya di masa hari raya kurban," jelas Syairin saat di wawancarai langsung, Sabtu (11/5).
Seiring berjalannya waktu, para peternak kerbau rawa mengembangkan ternak mereka sebagai objek ekowisata di daerahnya, hal ini tentunya membuka semangat baru dan peluang mata pencaharian baru bagi masyarakat setempat. Kerbau rawa bukan hanya menjadi bagian kehidupan mereka, tetapi juga sumber penghidupan sehari-hari. Dengan menjadikan kerbau rawa sebagai daya tarik wisata, para pemilik kerbau mendapatkan penghasilan tambahan dari wisatawan yang datang untuk melihat langsung kerbau-kerbau disini. Selain itu, ekowisata ini juga membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. "Misalnya, wisatawan yang ingin melihat kerbau rawa harus menyewa perahu klotok untuk berkeliling pulau Sambujur. Hal ini menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi warga setempat yang menyediakan jasa penyewaan perahu. Dengan demikian, tidak hanya pemilik kerbau yang diuntungkan, tetapi juga masyarakat di sekitar Pulau Sambujur," tambah Syairin saat di wawancarai langsung, Sabtu (11/5).
Selain itu, Arbainah selaku warga Desa Tampakang yang juga mengelola kerbau rawa membagikan pengalamannya dalam memanfaatkan kerbau rawa sebagai objek wisata. Ia menyebutkan menyewakan perahu kecil kepada wisatawan untuk menuju ke lokasi kerbau rawa yang tersembunyi. "Meskipun belum ada sistem pengelolaan yang mapan, kerbau rawa tetap menjadi daya tarik yang menarik bagi wisatawan," jelasnya saat di wawancarai langsung, Sabtu (11/5). Dengan menjaga kearifan lokal dan memanfaatkan potensi alam secara berkelanjutan, kerbau rawa bukan hanya menjadi simbol kekayaan budaya, tetapi juga sumber penghasilan yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat.
TANTANGAN DALAM PELESTARIAN EKOWISATA KERBAU RAWA
Dalam pelestarian kerbau rawa sebagai daya tarik wisata di Desa Tampakang, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi. Kardiansyah selaku mantan Kepala Desa Tampakang, menuturkan bahwa dari sisi komunikasi lingkungan pengunjung dihimbau untuk mematuhi tata tertib yang diberikan, hal ini guna memelihara kelestarian tempat yang dikunjungi. "Jangan membuang sampah sembarangan dan jangan mengambil buah-buahan tanpa izin karena sudah ada pemiliknya masing-masing," jelasnya saat diwawancarai langsung, Sabtu (11/5). Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa adanya tantangan bagi warga lokal untuk menumbuhkan kesadaran pengunjung untuk mematuhi tata tertib dan menjaga etika. Disamping itu, warga lokal juga harus bisa menyesuaikan diri dengan wisatawan, karena latar belakang pengunjung bukan hanya berasal dari Kalimantan Selatan saja tetapi juga dari daerah lain, sehingga perlunya penyesuaian secara bahasa untuk saling mencapai pengertian yang sama.
Lebih lanjut, terdapat tantangan lain yang turut di ungkapkan oleh Syairin, peternak kerbau rawa. Ia merasa tantangan dalam pelestarian kerbau rawa juga berasal dari alam, seperti pengaruh musim hujan yang menyebabkan air pasang sehingga rumput tidak dapat tumbuh, hal ini menjadi kendala dalam mendapatkan sumber pakan bagi ternaknya. "Biasanya dengan memberi pakan apa adanya yang tersedia." tuturnya saat diwawancarai langsung, Sabtu (11/5).
Tidak hanya itu, ia menyebutkan bahwa sebelumnya pernah ada pelatihan dan pengarahan untuk mengolah pakan ternak dari rumput, namun kendalanya sulit mencari rumput sesuai kategori. Sebagai peternak, mereka masih belum cakap dalam pembuatan proses pakan, dan mereka tidak dapat membuat pakan dalam porsi besar karena tidak memiliki gudang sebagai tempat penyimpanan pakan cadangan. Dalam menghadapi krisis pangan, biasanya disiasati oleh peternak dengan memberi pakan yang tersisa. "Jika habis akan dicari lagi sebisa mungkin meski harus menempuh jarak yang jauh atau terkadang dengan mengurangi jumlah porsi pakan yang seharusnya diberikan untuk menghemat persediaan," tutup Syairin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI