Selain itu, Arbainah selaku warga Desa Tampakang yang juga mengelola kerbau rawa membagikan pengalamannya dalam memanfaatkan kerbau rawa sebagai objek wisata. Ia menyebutkan menyewakan perahu kecil kepada wisatawan untuk menuju ke lokasi kerbau rawa yang tersembunyi. "Meskipun belum ada sistem pengelolaan yang mapan, kerbau rawa tetap menjadi daya tarik yang menarik bagi wisatawan," jelasnya saat di wawancarai langsung, Sabtu (11/5). Dengan menjaga kearifan  lokal dan memanfaatkan potensi alam secara berkelanjutan, kerbau rawa bukan hanya menjadi simbol kekayaan budaya, tetapi juga sumber penghasilan yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat.
TANTANGAN DALAM PELESTARIAN EKOWISATA KERBAU RAWA
Dalam pelestarian kerbau rawa sebagai daya tarik wisata di Desa Tampakang, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi. Kardiansyah selaku mantan Kepala Desa Tampakang, menuturkan bahwa dari sisi komunikasi lingkungan pengunjung dihimbau untuk mematuhi tata tertib yang diberikan, hal ini guna memelihara kelestarian tempat yang dikunjungi. "Jangan membuang sampah sembarangan dan jangan mengambil buah-buahan tanpa izin karena sudah ada pemiliknya masing-masing," jelasnya saat diwawancarai langsung, Sabtu (11/5). Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa adanya tantangan bagi warga lokal untuk menumbuhkan kesadaran pengunjung untuk mematuhi tata tertib dan menjaga etika. Disamping itu, warga lokal juga harus bisa menyesuaikan diri dengan wisatawan, karena latar belakang pengunjung bukan hanya berasal dari Kalimantan Selatan saja tetapi juga dari daerah lain, sehingga perlunya penyesuaian secara bahasa untuk saling mencapai pengertian yang sama.Â
Lebih lanjut, terdapat tantangan lain yang turut di ungkapkan oleh Syairin, peternak kerbau rawa. Ia merasa tantangan dalam pelestarian kerbau rawa juga berasal dari alam, seperti pengaruh musim hujan yang menyebabkan air pasang sehingga rumput tidak dapat tumbuh, hal ini menjadi kendala dalam mendapatkan sumber pakan bagi ternaknya. "Biasanya dengan memberi pakan apa adanya yang tersedia." tuturnya saat diwawancarai langsung, Sabtu (11/5). Â
Tidak hanya itu, ia menyebutkan bahwa sebelumnya pernah ada pelatihan dan pengarahan untuk mengolah pakan ternak dari rumput, namun kendalanya sulit mencari rumput sesuai kategori. Sebagai peternak, mereka masih belum cakap dalam pembuatan proses pakan, dan mereka tidak dapat membuat pakan dalam porsi besar karena tidak memiliki gudang sebagai tempat penyimpanan pakan cadangan. Dalam menghadapi krisis pangan, Â biasanya disiasati oleh peternak dengan memberi pakan yang tersisa. "Jika habis akan dicari lagi sebisa mungkin meski harus menempuh jarak yang jauh atau terkadang dengan mengurangi jumlah porsi pakan yang seharusnya diberikan untuk menghemat persediaan," tutup Syairin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H