Mohon tunggu...
Fathan Ali
Fathan Ali Mohon Tunggu... Administrasi - Pascasarjana Magister Hukum Universitas Indonesia

“a high civilization is a pyramid, it can stand only upon a broad base; its prerequisite is a strongly and soundly consolidated mediocrity” peradaban yang tinggi adalah ibarat piramida, ia hanya bisa bertahan atas suatu landasan yang luas prasyaratnya ialah hal-hal tanggung yang dikonsolidasikan secara tangguh dan ampuh.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nota kesepakatan Asean Comprehensive Investment Agreement (ACIA), Indonesia, dan AEC 2015

28 Mei 2016   21:18 Diperbarui: 4 April 2017   18:12 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

              Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam pemenuhan kebutuhannya memerlukan interaksi dengan manusia lainnya. Adanya interaksi tersebut menimbulkan hak dan kewajiban dimana hak dan kewajiban tersebut dilindungi oleh hukum. Hukum diperlukan sebagai pelindung terlaksananya hak dan kewajiban tersebut agar hubungan interaksi antara manusia dapat berjalan harmonis dan seimbang.

              Interaksi antar manusia dapat berjalan dalam berbagai bidang kehidupan manusia atas suatu tujuan tertentu sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Salah satu kebutuhan yang sangat menonjol dalam kehidupan manusia adalah kebutuhan ekonomi. Manusia berusaha memenuhi kebutuhan ekonomi dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Kemampuan setiap individu manusia berbeda-beda, hal tersebut terlihat pada bagaimana cara seseorang memenuhi kebutuhan ekonominya tersebut. Orang yang memiliki kemampuan dalam bidang tertentu akan sangat terbantu dengan kemampuannya tersebut. Misalnya seorang pengusaha akan mendapat banyak proyek apabila suatu negara tempat domisili perusahaan itu berada meratifikasi sejumlah perjanjian internasional terkait perekonomian seperti Asean Comprehensive Investment Agreement (ACIA) dalam lingkup perjanjian internasional lingkup regional ASEAN.

              Kemampuan seorang pengusaha dalam bidang tertentu tidak cukup menjamin seseorang dapat memenuhi kebutuhan ekonominya secara menyeluruh. Seseorang perlu berinteraksi dengan orang lain baik dalam wilayah negaranya, ataupun bahkan hingga lintas negara dalam menjamin terpenuhinya target suatu perusahaan terutama dibidang penanaman modal perusahaan. Tidak dipungkiri bahwa terdapat suatu masa ketika seseorang memerlukan bantuan dari orang lain. Dalam mewadahi kebutuhan para investor organisasi internasional ASEAN telah memntuk suatu perjanjian “Agreement” di bidang investasi guna menunjang keterlibatan negara ASEAN dalam program ASEAN Economic Community 2015 (AEC 2015) yang mulai secara efektif di implementasikan pada 31 Desember 2015.

              Unsur-unsur apa saja yang dapat dikatan perjanjian internasional itu sah atau tidak. Apakah tunduk pada ketentuan unsur-unsur pada pasal 1320 KUHPerdata (Hukum Nasional Indonesia), atau ada unsur-unsur dalam doktrin perjanjian internasional. Melihat terlebih dahulu mengenai pengertian perjanjian internasional yaitu,

Kata sepakat antara dua atau lebih subyek hukum internasional mengenai suatu obyek atau masalah tertentu dengan maksud untuk membentuk hubungan hukum atau melahirkan hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum  internasional.

              Apabila menelaah sedikit mengenai pengertian yang diberikan oleh I Wayan Parthiana tersebut, dapat dipastikan pengertiannya masih terlalu luas dan kurang mengerucut. Sedangkan, ada beberapa jenis perjanjian yang tidak menimbulkan suatu hak dan kewajiban atau ada perjanjian yang sifatnya tidak terlalu mengikat. Berbeda dengan pendapat Triska dan Sulusser dalam artikel AJIL No. 52 (1958) 699-726 dan AJIL No. 51 (1957) 135-136 yang menyatakan perjanjian internasional hanya berupa traktat, karena traktat mewakili sumber-sumber materil yang kaitannya mengenai hubungan antar negara, dan dibedakan menjadi dua substasi perbedaan, yaitu,

    • Traktat-traktat “yang membuat hukum” (law-making), yang menetapkan kaidah-kaidah yang berlaku secara universal dan umum,
    • Traktat-traktat “yang membuat kontrak” (treaty contract), traktat hanya dua atau hanya beberapa negara.

             Perihal pendapat Triska dan Sulusser tersebut, masih terlalu jauh dari objek kajian yang dibahas dalam artikel ini, sehingga, masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Karena, tidak hanya traktat saja yang menjadi sumber hukum internasional masih ada Agreement, Custom, Convenantdan lain-lain.

              Sejalan dengan itu, membahas mengenai unsur-unsur suatu perjanjian internasional haruslah mengacu pada doktrin-doktrin yang ada, dikarenakan, doktrinpun dapat menjadi referensi penentuan arah suatu konsep kemana. Tentu saja untuk level perjanjian internasional tidak mengacu pada pasal 1320 KUHPerdata. Unsur-unsur dalam KUHPerdata itu lebih subjektif pada peranserta Naturlijk Persoon atau orang bukan pada subjek hukum “negara”. Berdasarkan pendapat para sarjana mengenai unsur-unsur perjanjian internasional, yaitu,

  1. Kata sepakat,
  2. Subyek-subyek hukum,
  3. Berbentuk tertulis,
  4. Obyek tertentu,
  5. Tunduk pada atau diatur oleh hukum internasional.

           Unsur-unsur diatas bersifat kumlatif, bukan bersifat parsial atau bukan juga alternatif. Setiap negara yang hendak melakukan suatu kesepakatan antar negara baik dua atau lebih harus memenuhi unsur kumulatif tersebut, karena, apabila salah satu saja tidak dipenuhi maka sifatnya akan batal demi hukum. Dikaitkan dengan perjanjian Asean Comprehensive Investment Agreement (ACIA), maka setiap negara yang membuat ACIA haruslah memenuhi unsur kata “Sepakat”, kemudian dilakukan oleh subyek-subyek hukum internasional, sifatnya harus tertulis, obyek tertentu, dan tunduk pada ketentuan hukum internasional.

            Analisis unsur-unsur yang diberikan oleh I Wayan Parthiana dikaitkan dengan ACIA, tentu dalam pembentukan perjanjian tersebut belum semua subyek hukum internasional (negara) menyepakati perjanjian tersebut dikarenakan haruslah diharmonisasikan dengan hukum nasional setiap negaranya. Supaya, dapat diharmonisasikan antara suatu perjanjian internasional dengan hukum nasional. Seperti halnya Indonesia pada saat pembentukan perjanjai ACIA pada tahun 2011, padahal dengan menyepakati lebih dini adanya perjanjian ACIA dapat mewadahi kepentingan pengusaha-pengusaha di Indonesia yang perseroannya telah melewati lintas negara atau yang disebutkan sebagai transnational company. Dengan demikian dapat antasipasi adanya permasalah yang menyangkut penanaman modal atau investor asing terhadap perseroan di Indonesia.

ACIA yang membentuk adalah negara-negara yang berada di kawasan ASEAN yang dicantumkan dalam pembukaan draft ACIA, yaitu,

The Governments of Brunei Darussalam, the Kingdom of Cambodia, the Republic of Indonesia, the Lao People’s Democratic Republic, Malaysia, the Union of Myanmar, the Republic of the Philippines, the Republic of Singapore, the Kingdom of Thailand and the Socialist Republic of Viet Nam.

Ini membuktikan bahwa telah terpenuhinya unsur yang kedua yaitu, subyek hukum internasional negara regional ASEAN.

             Kemudian, unsur yang ketiga berbentuk tertulis, apabila dilihat draft ACIA ini membuktikan bahwa sudah terpenuhinya unsur ketiga dimana draft tersebut menjadi suatu produk perjanjian investasi di tingkat ASEAN, yang tentunya para pihak haruslah memiliki bukti tertulis adanya perjanjian. Inilah yang dimaksudkan harus adanya bentuk tertulis suatu perjanjian internasional, guna membuktikan eksistensi dari perjanjian, dan dapat di harmonisasikan dengan keadan nasional terhadap isi substansi dari ACIA tersebut.

             Unsur yang keempat yaitu, obyek tertentu. Dimana dalam perjanjian ACIAini membahas mengenai objek “Investasi” para investor di wilayah ASEAN supaya kepentingannya dapat diakomodir dan diwadahi. Tentu hal demikian sudah jelas dicantumkan dalam isi persetujuan tersbebut. Hanya saja setiap negara apakah dapat menyepakatinya atau tidak.

             Unsur terakhir yaitu, tunduk pada ketentuan hukum internasional, untuk mengantisipasi keadaan konflik antar negara apabila hukum internasional itu tidak dindahkan. Maka, sesuai pendapat I Wayan Parthiana tersebut, pentingnya memasukan unsur tunduk pada hukum internasional. Apabila melihat isi dari ACIA tidaklah menjadi suatu persetujuan dan atau perjanjian yang bertentangan dengan Hukum Internasional.

              Maka, bentuk pengakuan Indonesia terhadap hadirnya ACIAmelihat perkembangan berita dan informasi di media-media di Indonesia. Direktur Kerjasama Asean pada Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo, pada ASEAN Economic Ministers (AEM) ke-43 di Manado, Indonesia tahun 2011, telah menyepakati hadirnya ACIAini. Setelah meratifiasi ACIAtersebut, pemerintah Indonesia mengeluarkan DNI atau Daftar Negatif Investasi yang baru bertujuan membentuk standar investasi yang sesuai dengan isi ACIA.

             Dengan diratifikasikannya pada tahun 2014, dibentuklah Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 2014 tentang Penanaman Modal Asing, sebenarnya walaupun Indonesia tidak meratifikasi ACIAIndonesia telah lebih dahulu memiliki pengakuan dan legalitas terhadap penanaman modal ataupun penanaman modal asing. Yang dibuktikan dengan adanya UU No. 1 tahun 1969 yang secara khusus mengatur penanaman modal asing atau investasi asing.

              Pengakuan substansi ACIA telah dibuktikan secara yuridis dengan diberlakukannya suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dengan memperkuat sistem investasi di Indonesia supaya harmonis antar satu negara dengan negara lainnya.

Hubungan Kausalitas ACIAdengan AEC 2015

              Istilah Asia Tenggara pertama kali diperkenalkan oleh pasukan sekutu yang terdapat di wilayah Asia Tenggara pada waktu itu dengan nama komando Asia Tenggara. Seiring berjalannya waktu, berdasarkan kesamaan penderitaan atas penjajahan yang dilakukan oleh negara-negara eropa dan asia timur, negara-negara di wilayah asia tenggara membentuk suatu organisasi internasional regional yang bernama ASEAN.

              Sejak di deklarasikan di Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967, ASEAN memiliki program-program unggulan di bidang perekonomian. Sejak berdirinya organisasi internasional regional ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara-negara anggotanya dengan semangat persaudaraan dan semangat persamaan. Bahkan dalam Piagam ASEAN disebutkan secara spesifik akan berusaha sekuat tenaga unntuk melakukan kerjasama ekonomi seefektif mungkin diantara sesamanya melalui perluasan perdagangan di wilayah Asia Tenggara.

              Untuk mencapai maksud tersebut, pada tahun 1969 ASEAN menyetujui dibentuk suatu komisi yang ditugaskan melalui studi mengenai kerjasama ekonomi ASEAN. Komisi ini terdiri dari para ahli ekonomi ECAFE, FAO, UNCTAD,dan ECOSOC PBB, yang dipimpin oleh Prof. Gunnal Kansu dari Turki dan Prof. E.A.G. Robinson dari Swedia. Dalam kerjasama ASEAN ada tiga model kerjasama dalam bidang ekonomi, yaitu sebagai berikut:

  • Agar dilakukan liberalisasi perdagangan secara selektif dan bertahap, yang pada saatnya nanti dapat dikembangkan sebagai pola perdagangan bebas.
  • Agar dilakukan kerjasama dalam bidang industri dengan mendirikan proyek-proyek industri bersama dalam bentuk package deal dan industri-industri yang bersifat komplementer.
  • Agar dilakukan kerjasama dalam bidang keuangan, seperti bidang perbankan dan asuransi.

           Penunjang tercapainya tiga model perekonomian diatas yang dilakukan oleh ASEAN dengan melaksanakan program-program yang berkesinambungan satu sama lain, seperti halnya wacana diadakannya pasar bebas ASEAN  dalam sistem AFTA (ASEAN Free Trade Area) membuat perdagangan lintas negara di wilayah Asia Tenggara tidak lagi dipersulit dengan adanya prasyarat administratif yang harus dipenuhi.

             Program ASEAN tidak hanya AFTA, akan tetapi, masih ada program dengan pembentukan sistem Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (MEA 2015) dengan dasar hukum yang ditetapkan dalam blueprintAEC 2015. Dalam menopang dan menunjang gagasan mengenai hadirnya MEA 2015 tersebut diinisiasi dibentuknya suatu nota kesepakatan antara negara-negara di wilayah Asia Tenggara dengan meratifikasi Asean Comprehensive Investment Agreement (ACIA) ditahun 2012. Yang berisikan penunjangan terhadap investor-investor yang menanamkan modalnya ke dalam suatu perusahaan untuk menunjang MEA 2015.

Penulis :Fathan Ali Mubiina, (Research and Development Division of Legal Consult and Legal Aid Students Bereau, BIKOHUMA)

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun