Suara lembutnya memercikkan api kagum. Sampai kami lupa bahwa waktu mengajak berlari.
"Oh jadwal terbang sebentar lagi. Siapa namamu, nona?
Kami berjabat tangan.
"Namaku Marianna," jawabku tersipu.
Dia segera terburu-buru pergi, aku hanya terpana. Siapa nama lelaki dari Borneo, aku lupa menanyakannya. Aku segera bersiap untuk terbang ke Semarang. Dalam perjalanan, entah kenapa percakapan dengan lelaki dari Borneo terngiang-ngiang.
Semarang menyambut dengan panas menyengat. Usai mengikuti acara rapat selama tiga hari membuatku ingin segera menyegarkan diri. Jogja, Jogja memanggil rasa rindu dan hanya butuh waktu dua jam lebih dari Semarang.
Hanya sekilas tidur dalam bus, aku sudah sampai di Jogja. Bersandal jepit, menikmati jajanan khas Jogja, rasanya kebebasan milik diri. Menyusuri Malioboro nan ramai, aku melihat sekelebat bayang. Oh, lelaki dari Borneo.
Borneo! Borneo!
Dia menoleh dengan terkejut, aku sedikit terengah mengejarnya.
"Ah engkau, nona Marianna. Senang berjumpa kembali, ujarmu bahagia.
Matanya menghujam jantung melahirkan debar dan rona di pipi.
"Tempo hari aku lupa menanyakan namamu," kataku tersipu malu.
"Panggil saja Lelaki Borneo", sambil dirimu memperlihatkan KTP.
Kita berpisah, engkau entah dimana berada. Sejak saat itu, selalu lahir bulir-bulir rindu yang terbit kala aku memandang gelang simpai yang engkau beri. Bercakap-cakap dengannya menyampaikan rindu nan tak sudah.
FS, 29 November 2021