Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Negosiasi Gaji Tidak Tabu Asal Logis

27 Agustus 2021   22:48 Diperbarui: 27 Agustus 2021   23:04 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi https://www.piqsels.com/

Pekerjaan yang saya lakoni pertama kali adalah bekerja di sebuah radio swasta, sebagai tenaga administrasi. Berapa gaji pertama saya? Tiga puluh ribu rupiah sebulan. Termasuk besar buat gadis unyu-unyu seperti saya. 

Bayangkan, baju kaos oblong saat itu harganya cuma tiga ribu rupiah. Dibandingkan penyiar radio cuma dapat Rp. 750/jam, itu pun mereka bergiliran siaran. 

So, gaji saya lebih besar dari penyiar. Cuma saya dari pagi hingga jam dua siang harus tetap di kantor, kalau ada penyiar yang absen, saya harus rangkap tugas menggantikannya. Tentu saja gaji di radio swasta ini tanpa negosiasi, ditawarin segitu ya terima saja. 

Suatu hari, kakak perempuan saya yang bekerja di bagian tata usaha SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas) memberikan informasi bahwa banyak anak-anak tamatan SMEA legalisir ijazah untuk melamar di sebuah kantor LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). 

Sayapun mencoba memasukkan lamaran, seminggu kemudian mendapat panggilan wawancara. Saya benar-benar "bukan tenaga profesional", ibarat peran maka saya berperan sebagai gadis dusun yang lugu. 

Saya tidak tahu tata cara atau teknik dalam wawancara. Dalam wawancara, jawaban saya sangat jujur. Di akhir wawancara,  saya ditanya berapa gaji yang saya inginkan. Saya menjawab, terserah bapak. 

Pak Erwin, yang mewawancarai saya saat itu tertawa.  

"Kamu harus mengatakan berapa gaji yang kamu inginkan," kata pak Erwin.

Sayapun bingung.

"Oke, gaji kamu di radio berapa?" tanya pak Erwin.

"Tiga puluh ribu rupiah," jawab saya.

"Baik, kami akan memberi lebih besar dari itu," janji pak Erwin.

Dan begitulah, saya dan beberapa orang rekan mesti mengikuti masa orientasi selama tiga minggu dan mendapat uang transport Rp. 90.000,- dengan makan siang ditanggung kantor. Saya sampai girang setengah mati apalagi setelah masa orientasi hanya saya yang diterima menjadi staf.  

Saya mendapatkan gaji perbulan waktu itu Rp. 200.000. Kenaikan gaji selalu dilakukan tiap tahun. Gaji kami naik secara fantastis ketika krisis moneter dan dollar naik melejit. Karena penghitungan gaji berdasarkan nilai dollar semasa itu. 

Selama delapan tahun bekerja di LSM, pernahkah saya bernegosiasi dalam soal gaji? Jawabannya pernah. Saat itu, saya dan seorang teman ditinggal oleh PO (Project Officier) yang mengundurkan diri dan tidak ada penggantinya. Tentu saja kami berdua, harus menghandle pekerjaan PO.

Bidang pekerjaan kami berdua saat itu termasuk langka yakni bagian Geographic Information System (GIS). GIS secara sederhana adalah pembuatan peta secara digital.

Kami berdua lalu membuat surat kepada team leader dan menjelaskan bahwa tanggung jawab pekerjaan kami sangat berat dan kami memohon kenaikan gaji disertai ancaman akan mengundurkan diri jika tidak dikabulkan. Berani sekali ya. 

Padahal sebenarnya kami cemas, bagaimana kalau tidak dikabulkan. Kata teman saya, kita coba saja dulu dan harus tahan malu jika boss tidak setuju. Kalau tidak setuju tinggal bilang, mengundurkan diri tidak jadi.

Benar saja, boss keberatan karena tidak ada kenaikan gaji bulan itu, kenaikan gaji awal tahun katanya. "Ya sudah, kami pikir-pikir dulu," jawab kami spontan. 

Besoknya boss memanggil kami dan mengabulkan kenaikan gaji yang diminta dengan syarat tidak ada kenaikan gaji lagi di awal tahun nantinya. Karena permintaan naik gaji ini lebih besar dari perhitungan normal kenaikan gaji.

Hal ini jadi pelajaran bagi kami, bahwa jika kita punya skill dan skill itu langka pula, kita bisa bernegosiasi masalah gaji. Dan itu bukan tabu, atau memalukan meminta gaji naik. Ya tentu saja dengan pertimbangan logis. Pertimbangan logis dimaksud adalah mempertimbangkan  beban pekerjaan yang dipikul disertai tanggung jawab pekerjaan yang berat pula. 

Dunia kerja memang penuh dilema. Banyak juga kejadian, karyawan yang minta naik gaji malah dipecat. Ada boss yang menghargai pekerjaan bawahan dan ada pula yang tidak begitu peduli dengan kesejahteraan bawahan. 

Tapi, jika kita punya skill/kemampuan jangan takut akan kehilangan pekerjaan jika dirasa tempat bekerja tidak nyaman, cari peluang lain. Namun jika kita merasa nyaman dan oke saja dengan gaji atau fasilitas yang diberikan, bertahanlah. 

Intinya memang kenyamanan, walau gaji besar tapi merasa tertekan buat apa juga. Lalu, ada yang gajinya kecil tapi bekerja dengan rasa bahagia, apalagi negosiasi gaji bisa dilakukan, wah betapa indahnya. 

Semua tergantung kita dalam "melihat" 3 C, choice (pilihan),  chance (kesempatan), change (perubahan). Keep spirit semuanya !

FS, 27 Agustus 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun