Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Memetik Pelajaran Berharga Dari Kondisi Terpapar Covid-19

8 Februari 2021   09:23 Diperbarui: 8 Februari 2021   10:32 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggal 4 Februari 2021 lalu, saya dinyatakan sehat dan boleh pulang dari RSUD H. Bakri Kota Sungai Penuh, tempat saya menjalani isolasi dan perawatan karena terpapar  Covid-19. Sembilan hari, sejak tanggal 26 Januari 2021 saya di RSUD ini.

Ada beberapa teman menanyakan apa sih sakit yang saya rasakan ketika terpapar covid-19? Seperti yang sudah saya jelaskan pada tulisan terdahulu, awalnya saya mengalami demam dan menggigil. Saya kira karena AC yang dingin saat mengikuti rapat. Saya meminum obat demam segera. Karena berencana ke Jakarta esok harinya, saya rapid test antigen dan hasilnya positif.

Saya tidak diperbolehkan ke Jakarta dan saya memutuskan pulang ke kota saya. Dalam keadaan demam, saya beberapa kali menggigil di mobil travel yang membawa saya pulang. Sepanjang jalan saya berdoa, semoga saya sampai dirumah segera.

Saya juga merasakan setiap pagi dan menjelang malam, punggung sangat dingin, seperti ada angin kencang yang bertiup. Demam ini berlangsung selama lima hari.
Demam saya berkurang dan tidak ada lagi. Saya bersyukur tidak diikuti dengan batuk. Namun obat demam selalu saya konsumsi.

Disamping demam saya juga mengalami gangguan pencernaan. Setiap buang air besar (BAB) selalu mencret. Walau tidak sering atau diare tapi saya merasa tidak nyaman. Memang saya punya penyakit gangguan pencernaan, dan saya pernah baca kalau virus corona ini disamping menyerang pernafasan juga pencernaan. Disamping mengkonsumsi obat demam, saya juga mengkonsumsi obat untuk pencernaan.

Ketika hasil SWAB keluar tanggal 25 Januari 2021 malam, dan saya dinyatakan positif. Saya ditelepon pihak Puskesmas meminta saya cek kesehatan di rumah sakit dan nanti rumah sakit yang merujuk untuk isolasi dan perawatan. Saya menelepon dokter puskesmas, menanyakan bagaimana kalau saya isolasi dirumah saja.

Menjalani isolasi di rumah sakit menurut bayangan saya menakutkan. Dokter puskesmas meyakinkan saya bahwa lebih baik menjalani isolasi dan perawatan. Mengingat saya punya gangguan pencernaan dan pernah masuk rumah sakit karena sesak nafas akibat asam lambung naik. Jika diisolasi dan perawatan, bisa meminimalkan penularan pada orang lain dan juga jika keadaan darurat cepat mendapat pertolongan.

Akhirnya saya setuju, dan menjalani isolasi dan perawatan. Ketika masuk rumah sakit untuk isolasi dan perawatan, saya tidak mengalami demam lagi hanya masih mengalami gangguan pencernaan. Saya juga tidak mengalami anosmia, kehilangan indera penciuman.

Ternyata menjalani isolasi dan perawatan di rumah sakit tidak menakutkan. Hanya kita tidak ada yang besuk atau menunggui di rumah sakit seperti pada sakit biasa. Kita juga mendapat obat sesuai keluhan sakit yang kita derita, diberi obat anti virus dan vitamin.

Jika sakit memang dibutuhkan kesabaran yang tinggi. Mental harus kuat, jika kita stress tentu berpengaruh pada imun kita. Nafsu makan kurang, tidur juga terganggu. Saya sendiri, menguatkan diri dengan sabar dan tawakal, berserah diri pada sang Pemilik Kehidupan.

Tapi pernah juga saya merasa bosan, manusiawi sekali. Karena kegiatan hanya makan dan tidur, senam pagi dan sore. Saya mengirimkan WA kepada staf RSUD, menanyakan kapan isolasi berakhir. Dia memberi pengertian bahwa pihak RSUD tidak bisa mengeluarkan pasien kalau tidak ada izin dokter dan Dinas Kesehatan akan melakukan SWAB kedua.

Bersyukur SWAB kedua hasilnya negatif dan saya diizinkan pulang. Namun mesti harus dirumah, belum boleh ke kantor atau beraktivitas di luar rumah selama 14 hari. Saat ini saya menjalani WFH.

Saya memetik pelajaran berharga, bahwa setiap orang berisiko terpapar Covid-19, walaupun kita sudah menerapkan protokol kesehatan. Saya termasuk yang ketat soal ini. Kemudian kesehatan harus dijaga, jangan sampai kita drop karena kesibukan pekerjaan atau kesibukan lainnya. Kalau drop, saya rasa penyakit apapun akan singgah.

Untuk selanjutnya saya mulai menerapkan hidup sehat. Mengkonsumsi makanan sehat, sayur, buah-buahan, madu. Jangan lupa banyak minum air putih. Biasanya saya malas olahraga, sekarang setiap pagi dan sore saya berolahraga. Senam dengan panduan dari you tube he he he. 

Saya juga mulai hidup "positif", apa itu? Hidup dengan baik dan benar, lebih mendekatkan diri pada Tuhan, fokus pada keluarga dan pekerjaan, berpikiran positif, bersahabat dengan orang-orang yang memberi hal yang positif. Dan tak lupa tetap menjalankan hobby yang saya sukai yaitu menulis. Namun hobby traveling belum bisa saya lakukan. Saya harus tahu diri, tidak boleh seperti dulu, seperti kutu loncat. Saya bisa kemana-mana dan ada dimana-mana.

Demikian sedikit sharing saya, semoga bermanfaat. Saya mengutip kata bijak dari Ibnu Sina, seorang filsuf, ilmuwan, dokter kelahiran Persia, "Kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan". Jadilah orang yang bersabar, Tuhan mencintai orang-orang yang bersabar.

FS, 8 Februari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun