Tahun lalu saya mengikuti Family Gathering yang diadakan Mapala Siginjai Universitas Jambi, dengan camping bersama di lokasi Camping Ground Danau Gunung Tujuh. Selesai acara, seperti biasa kami berkeliling di Perkebunan Teh dan mengunjungi salah seorang sahabat Mapala yang menjadi Kepala desa di Desa Giri Mulyo, Kecamatan Kayu Aro Barat, Kabupaten Kerinci.Â
Tak lupa kami mampir dirumah mertua sahabat kami itu yang kebetulan mempunyai usaha pembuatan gula tebu. Seperti kita ketahui, daerah Kayu Aro adalah daerah perkebunan teh warisan Belanda. Jadi disini banyak berdiam penduduk yang berasal dari Jawa. Mereka sudah lama menetap disini sejak zaman penjajahan Belanda. Penduduk disini selain bertanam palawija juga ada yang menanami lahan mereka dengan tanaman tebu.
Seperti Perkebunan Teh Kayu Aro yang sudah ada di zaman Belanda, perkebunan tebu ini juga sudah ada dari zaman Belanda. Tanaman tebu ini disebut dengan tebu jenis VOC atau tebu Belanda. Rasanya lebih enak dari jenis tebu yang ada di Indonesia dengan ruas tanaman tebu juga berbeda. Beberapa penduduk lokal menanam tebu sekaligus mempunyai usaha pembuatan gula tebu.
Budidaya tanaman tebu lokal ini sangat sederhana, jarang dilakukan penanaman baru. Tanaman tebu hanya dari tanaman tebu yang lama. Lahan tebu yang mereka miliki sekitar 1-2 Hektar tanpa perlu perawatan, kalaupun ada hanya memberi pupuk dari kotoran sapi. Panen sudah bisa dilakukan pada umur 11 bulan dengan cara tebang pilih.
Setelah di panen, tebu-tebu ini akan digiling menggunakan mesin penggiling dengan tenaga diesel. Dulunya mesin penggiling tradisional digerakkan oleh sapi.Â
Sapi akan ditutup matanya untuk menggerakkan mesin penggiling. Tapi cara tradisional ini sudah ditinggalkan. Cairan tebu ini kemudian diambil pati gulanya dengan pemanasan diatas tungku api dan kemudian dimasukan ke cetakan. Kalau di tempat pembuatan gula tebu yang saya kunjungi ini, cetakan gula tebu berbentuk petak kecil-kecil. Waktu yang dibutuhkan dari memasak hingga matang lalu bisa dicetak lebih kurang 5-7 jam.
Foto berikut ini adalah proses pemanasan di atas tungku, Â kemudian menuangkan ke cetakan.
Proses pembuatan gula tebu ini dilakukan dengan organik. Pemasakan gula tebu ini menghasilkan 50-60 Kg gula tebu dan ini bervariasi tergantung berapa sari tebu yang dimasak. Harga jualnya ke pedagang pengumpul sekitar Rp. 12.000 dengan berat 1 Kg. Gulat tebu selain dipasarkan di Pasar Sungai penuh maupun pasar-pasar tradisional di Kabupaten Kerinci, juga di pasarkan keluar daerah. Biasanya gula tebu juga digunakan untuk kebutuhan pembuatan kecap.Â
Pembuatan gula tebu dan lahan-lahan tebu selayaknya dapat diteruskan, namun ada beberapa pembuat gula tebu yang sudah mulai sepuh dan tidak dilanjutkan oleh penerusnya. Mungkin pekerjaan pembuatan gula tebu ini agak rumit berbeda dengan berkebun palawija. Kita harapkan tanaman tebu ini dapat terus dikembangkan dan pembuatan gula tebu ini tidak berhenti. Pr0spek secara ekonomi cukup menguntungkan jika dilakukan dengan rutin. Bagaimana rasa gula tebu ini? Manis seperti para pembaca yang membaca tulisan ini. Jika bulan Ramadhan harganya bisa naik, mungkin dibulan Ramadan konsumen banyak mengkonsumsi makanan manis seperti kolak dan lain-lain.Â
Demikian, semoga bermanfaat bagi pembaca.
FS, 10 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H