Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melihat Proses Pembuatan Gula Tebu

10 Juni 2020   11:10 Diperbarui: 10 Juni 2020   11:11 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun lalu saya mengikuti Family Gathering yang diadakan Mapala Siginjai Universitas Jambi, dengan camping bersama di lokasi Camping Ground Danau Gunung Tujuh. Selesai acara, seperti biasa kami berkeliling di Perkebunan Teh dan mengunjungi salah seorang sahabat Mapala yang menjadi Kepala desa di Desa Giri Mulyo, Kecamatan Kayu Aro Barat, Kabupaten Kerinci. 

Tak lupa kami mampir dirumah mertua sahabat kami itu yang kebetulan mempunyai usaha pembuatan gula tebu. Seperti kita ketahui, daerah Kayu Aro adalah daerah perkebunan teh warisan Belanda. Jadi disini banyak berdiam penduduk yang berasal dari Jawa. Mereka sudah lama menetap disini sejak zaman penjajahan Belanda. Penduduk disini selain bertanam palawija juga ada yang menanami lahan mereka dengan tanaman tebu.

Seperti Perkebunan Teh Kayu Aro yang sudah ada di zaman Belanda, perkebunan tebu ini juga sudah ada dari zaman Belanda. Tanaman tebu ini disebut dengan tebu jenis VOC atau tebu Belanda. Rasanya lebih enak dari jenis tebu yang ada di Indonesia dengan ruas tanaman tebu juga berbeda. Beberapa penduduk lokal menanam tebu sekaligus mempunyai usaha pembuatan gula tebu.

Sumber foto artanews.co
Sumber foto artanews.co

Budidaya tanaman tebu lokal ini sangat sederhana, jarang dilakukan penanaman baru. Tanaman tebu hanya dari tanaman tebu yang lama. Lahan tebu yang mereka miliki sekitar 1-2 Hektar tanpa perlu perawatan, kalaupun ada hanya memberi pupuk dari kotoran sapi. Panen sudah bisa dilakukan pada umur 11 bulan dengan cara tebang pilih.

Setelah di panen, tebu-tebu ini akan digiling menggunakan mesin penggiling dengan tenaga diesel. Dulunya mesin penggiling tradisional digerakkan oleh sapi. 

Sapi akan ditutup matanya untuk menggerakkan mesin penggiling. Tapi cara tradisional ini sudah ditinggalkan. Cairan tebu ini kemudian diambil pati gulanya dengan pemanasan diatas tungku api dan kemudian dimasukan ke cetakan. Kalau di tempat pembuatan gula tebu yang saya kunjungi ini, cetakan gula tebu berbentuk petak kecil-kecil. Waktu yang dibutuhkan dari memasak hingga matang lalu bisa dicetak lebih kurang 5-7 jam.

Foto berikut ini adalah proses pemanasan di atas tungku,  kemudian menuangkan ke cetakan.

FOTO FATMI SUNARYA
FOTO FATMI SUNARYA

FOTO FATMI SUNARYA
FOTO FATMI SUNARYA

FOTO FATMI SUNARYA
FOTO FATMI SUNARYA

FOTO FATMI SUNARYA
FOTO FATMI SUNARYA

FOTO FATMI SUNARYA
FOTO FATMI SUNARYA

Proses pembuatan gula tebu ini dilakukan dengan organik. Pemasakan gula tebu ini menghasilkan 50-60 Kg gula tebu dan ini bervariasi tergantung berapa sari tebu yang dimasak. Harga jualnya ke pedagang pengumpul sekitar Rp. 12.000 dengan berat 1 Kg. Gulat tebu selain dipasarkan di Pasar Sungai penuh maupun pasar-pasar tradisional di Kabupaten Kerinci, juga di pasarkan keluar daerah. Biasanya gula tebu juga digunakan untuk kebutuhan pembuatan kecap. 

Pembuatan gula tebu dan lahan-lahan tebu selayaknya dapat diteruskan, namun ada beberapa pembuat gula tebu yang sudah mulai sepuh dan tidak dilanjutkan oleh penerusnya. Mungkin pekerjaan pembuatan gula tebu ini agak rumit berbeda dengan berkebun palawija. Kita harapkan tanaman tebu ini dapat terus dikembangkan dan pembuatan gula tebu ini tidak berhenti. Pr0spek secara ekonomi cukup menguntungkan jika dilakukan dengan rutin. Bagaimana rasa gula tebu ini? Manis seperti para pembaca yang membaca tulisan ini. Jika bulan Ramadhan harganya bisa naik, mungkin dibulan Ramadan konsumen banyak mengkonsumsi makanan manis seperti kolak dan lain-lain. 

Demikian, semoga bermanfaat bagi pembaca.

FS, 10 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun