Peran Publik Perempuan di Era Digital dalam Perspektif Islam
Oleh : Marita Restyani *
Baru - baru ini STIT IBNU SINA Malang menggelar kegiatan "NAWAKSARA" (Narasi dan Wadah Kajian Aspirasi Rakyat ) yang bertajuk Dialog Interaktif antar Mahasiswa .Kegiatan ini Diselenggarakan pada 24 desember 2023 yang merupakan Kerjasama antar Bem Kabupaten Malang Dengan Bem di 7 Instasi Kampus Kabupaten Malang.Kegiatan Ini dilaksanan satu Bulan sekali secara Bergiliran .
Sebagai tuan rumah, STIT IBNU Sina Malang mengambil Tema "Peran Publik Perempuan Di Era Digital dalam Perspektif Islam " dimana pada tema ini dihadirkan dua narasumber hebat, yang pertama Dr.Noer Rohmah, MP.d , Selaku Rektor Stit Ibnu Sina sendiri dan juga HJ.Lathifah Shohib yang merupakan Anggota DPR RI juga cucu kiyai pendiri Nu yakni Kh.Bisri Sansuri .
Perempuan publik di era digital dalam perspektif Islam menghadirkan sejumlah tantangan dan peluang. Dalam Islam, ada prinsip-prinsip tertentu mengenai interaksi antara genders yang harus diperhatikan, seperti hijab dan batasan-batasan dalam pergaulan. Namun, dengan kemajuan teknologi digital, perempuan memiliki platform yang lebih luas untuk berkontribusi dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, bisnis,Politik dan aktivisme sosial. Penting bagi perempuan muslim untuk menjaga nilai-nilai keislaman dalam berinteraksi di dunia digital, sambil tetap memanfaatkan peluang yang ada untuk berkontribusi positif dalam masyarakat.
Sebagai Narasumber pertama DR.Noer Rohmah, MP.d memaparkan bahwa saat ini perempuan harus bisa menjadi wanita Hebat dan ideal dalam artian Zaman sekarang memberikan kesempatan yang lebih besar bagi wanita untuk mengejar pendidikan, karier, dan aspirasi pribadi mereka. Sebagai hasilnya, banyak wanita yang memanfaatkan kesempatan ini untuk menjadi individu yang mandiri, berprestasi, dan memberikan kontribusi signifikan dalam berbagai bidang. setidaknya ada 3 peran yang harus dimiliki perempuan untuk bisa menjadi perempuan yang hebat dan perempuan ideal, yakti perempuan berperan sebagai Istri, Sebagai Ibu dan sebagai Peran Publik.Ketiganya harus bisa diseimbangkan tanpa mengabaikan salah satu peran.
Menyeimbangkan peran perempuan sebagai istri, ibu, dan figur publik adalah tantangan yang sering dihadapi oleh banyak perempuan di berbagai belahan dunia. Menyeimbangkan ketiga peran ini memerlukan perencanaan, komunikasi yang efektif, dukungan, dan adaptasi terhadap perubahan yang mungkin terjadi. Pertama-tama, penting untuk memahami dan menerima diri Anda sendiri dalam setiap peran yang diemban. Mengenali kekuatan, kelemahan, dan harapan dalam setiap peran akan membantu Anda lebih mudah menavigasi tugas dan tanggung jawab.Diskusikan dengan pasangan mengenai harapan, tanggung jawab, dan tugas-tugas di rumah. Bekerjasama untuk mendistribusikan tugas sehari-hari dapat membantu mengurangi beban yang dirasakan oleh satu pihak.Selain itu pentingnya Memanajemen waktu , Buat jadwal harian atau mingguan yang terstruktur untuk memastikan bahwa kita memiliki waktu yang cukup untuk setiap peran. Prioritaskan tugas-tugas yang paling penting dan pelajari untuk mengatakan "tidak" jika Anda merasa terlalu diberatkan.
Selain itu wanita juga harus Cepat Respon Terhadap situasi dan siap hadapi perubahan.Kemampuan untuk cepat merespons situasi dan siap menghadapi perubahan adalah keterampilan penting yang harus dimiliki oleh semua orang, termasuk wanita .Dunia terus berubah, dan situasi tidak selalu berjalan sesuai rencana. Kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat memungkinkan seseorang untuk tetap efektif dan produktif di tengah-tengah perubahan. Terakhir wanita harus inklusif, inklusivitas adalah prinsip yang penting dalam masyarakat yang semakin kompleks dan beragam. Inklusivitas berarti mengakui, menghargai, dan memasukkan semua individu, tanpa memandang latar belakang, identitas, atau kepercayaan mereka. Sebagai perempuan, memiliki sikap inklusif dapat membawa banyak manfaat, baik bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat di sekitar.
Sebagai Figur publik perempuan Bu Hj.Lathifah Shohib, menceritakan perjalanan hidupnya sebagai seorang aktivis. Beliau lahir dalam lingkup pesantren, dan dibesarkan dengan Ilmu agama yang mendalam. Meski tumbuh dan besar didalam pesantren tak memungkiri beliau ikut terjun kedalam Politik untuk mengabdikan diri kepada Masyarakat Indonesia.Banyak karir politiknya yang sudah di raih , Beliau merupakan anggota DPR RI dua periode yang terpilih lewat pemilu pada tahun 2014 dan 2019.Pada pemilu terakhir bu Lathifah memperoleh suara terbesar kedua di Malang Raya.
Sebelum berkiprah dipolitik Beliau lebih banyak menekuni duni pendidikan . Ia pernah menjadi konselor di SMA Wahid Hasyim, Dosen Univerversitas Malang, sera bergiat di dunia pendidikan anak usia dini.Dalam kiprah politiknya Beliau kerap menggunakan citra sebagai cucu dari Pendiri Nahdlatul Ulama, KH Bisri sansuri.Dengan begitu "Perempuan sebagai peran publik" merujuk pada bagaimana perempuan berperan dan dilihat dalam ranah publik atau masyarakat. Sejarah dan budaya masyarakat telah lama menetapkan peran tertentu bagi perempuan, tetapi dengan perkembangan zaman dan perjuangan hak asasi manusia, peran perempuan dalam publik terus berkembang dan berubah.