Mohon tunggu...
Fatchur Edukasi
Fatchur Edukasi Mohon Tunggu... Guru - Setiap Hembusan nafas menancapkan pembelajaran.

Hilir mudik kehidupan menjadikan semakin dewasa sebelum saatnya. Namun bukan berarti kita tua sebelum waktunya. Namun matang dalam pola berfikir merupakan tempaan yang tidak pernah tertandinggi karena proses yang sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Hukum Pertama Menulis, Membaca Semesta

24 September 2020   05:12 Diperbarui: 24 September 2020   05:35 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Ghazi

***

"Jika mata dan telinga kita tidak ada. Ada rasa yang kita punya untuk kita bagikan pada semesta lewat karya." -Ghazi

***
Tidak ada buku terbit atas nama kita jika tidak ada usaha kita menuliskannya. Haruskah semesta mencabut semua nikmat dalam dada kita baru kita berteriak untuk berusaha, di tengah derai air mata. Jelas tidak ingin bukan.

Menulis itu tentang kita. Mau atau tidak berusaha. Melawan atau kalah telak atas kemalasan dalam dada. Meringkuk atas nama malu dan tidak berusaha. Atau terjengkang karena banyak mimpi tanpa aksi nyata.

Jika kalian diminta memilih,

Terjun bebas dari pesawat tanpa pengaman
Atau
Menulis pengalaman paling memalukan

Apa yang kalian pilih?

Jika pilihan pertama yang kalian pilih maka kalian tidak sendirian. Banyak orang di luar sana yang memilih demikian. Memilih menyerah tanpa usaha, tanpa karya, tanpa reaksi nyata.

Pikiran kita dipenuhi ide gila sejak kanak-kanak hingga kini dewasa. Alasan tidak ada ide adalah suatu alasan yang kalian ciptakan saja. Karena sejatinya kalian bisa berbicara tentang nostalgia masa lalu pada siapa saja. Curhat pada sahabat kalian berjam-jam tanpa jeda.

Ketika menyinggung menulis sebagai bagian menjadi mimpi, kalian mengelak dengan alasan tak ada ide di kepala. "Kan gak mungkin curhatan kita umbar menjadi tulisan?"

Benar, adakah hikmah yang bisa dibagikan pada pembaca jika kita menuliskannya. Bungkus dengan kisah sederhana. Biarkan pembaca ikut merasa dan mendapat ilmu atas kekurangan kita.

Menulis itu bukan semua tentang materi bisa jadi tentang rezeki. Bagi sebagian orang, materi dan rezeki itu sama saja. Sebenarnya rezeki jauh lebih luas cakupan keistimewaannya.

Materi bisa terukur dengan jelas. Bisa uang, atau kebendaan kasat mata. Namun jika berbicara rezeki, memiliki saudara tanpa pernah bersua adalah hal istimewa. Pembaca bisa memetik ilmu yang kita tulis meski hanya setitik, itulah sejatinya karya. Mendekatkan diri bukan pada materi namun pada titian rezeki.

Jadi, jika masih saja kalian merasa belum bisa menulis baca sampai tuntas. Kita coba mencari cara agar bersama-sama membuat karya. Membungkus kewarasan dalam cerita kita masing-masing tanpa malu untuk mencoba.

Hukum Wajib Untuk Membaca
Tidak ada kompromi akan hal ini. Sudah menjadi nafas kita mencari informasi untuk kita bagi. Mencari adalah hal yang harus kita tekuni. Berpindah dari satu buku lompat ke lain lagi.

Selesaikan satu buku, lalu tuliskan apa yang kalian baca. Selesaikan dua buku, lalu gabungkan titian hikmah buku pertama dan kedua. Selesaikan buku ketiga, buka mata lebar-lebar bagaimana kita harus mulai mencoba.

Membaca adalah cara kita terus memupuk ide-ide kecil untuk kita bagi. Belajar terus merangkai ide sederhana untuk dirubah menjadi informasi yang jeli untuk kita bagi. Tidak ada kompromi atas kemalasan membaca setiap hari.

Tuliskan apa yang kalian baca. Bacalah apa yang ingin kalian tulis. Jika kalian ingin menulis tentang mimpi, maka bacalah buku-buku tentang mimpi. Jika puisi menjadi titik kalian berbagi elegi, siapkan ruang membaca karya lama seperti W.S Rendra, Chairil Anwar yang penuh energi.

Padatkan mesin pencarian di gawai kalian dengan terus mencari. Bukan hanya meluangkan waktu bermain game namun lupa meniti mimpi. Sedang kita beralasan tidak ada waktu untuk memulai lagi.

Baca, tulis, bagikan. Wajib sudah membaca sebagai nafas kita sebelum menghembuskan dalam karya. Kita semua memiliki penglihatan untuk membaca. Tidak ada alasan lagi tak ada cara untuk menulis.

Menajamkan Pendengaran
Entah kebetulan atau memang ide begitu liar di kepala. Ketika hendak menuliskan ini, teringat kisah seseorang yang menulis setelah mendengarkan sahabatnya berbagi.  Itu ada di grup ini, sungguh luar biasa sekali.

Sama persis seperti apa yang ingin ku sampaikan. Buka telinga kita untuk memperbanyak dengar. Bukan mengumbar aib atas kisah orang lain. Tapi, hikmah apa yang kita bisa bagikan.

Pembicara yang baik adalah yang mendengarkan dengan baik. Sedangkan penulis itu berbicara lewat narasinya. Dengarkan apa yang ingin kalian dengar, tuliskan dengan rasa dan titian hikmah ketika membaginya. Jangan lepaskan hikmah setiap kalian membagi rasa lewat kata dan cerita.

Cari saja kisah-kisah inspiratif bukan hanya lewat baca. Buka telinga lewat berbagai media yang ada, Kajian, curhatan atau channel youtube misalnya. Bangunkan pendengaran kita untuk terus mengumpulkan energi lewat telinga kita.

Mengapa hanya mengumpulkan energi, bukan mencuri ide di sana. Karena kita  sudah terlalu banyak ide di dalam kepala. Namun, terkadang nihil aksi nyata untuk mewujudkan dalam tulisan. Kita tahu apa yang hendak kita bagikan, tapi tidak segera memulai menjabarkan.

Menunggu esok, lusa, jika sudah ideal, jika sudah keren, jika ide kita menjadi yang terbaik, atau ketika tulisan kita sudah sangat sempurna. Nyatanya, tidak ada aksi nyata memulai.

Tajamkan pendengaran kita, bangkitkan semangat kita lewat kata yang mereka bagikan. Tuliskan apa yang kalian dengar tanpa tapi, tanpa nanti. Pastikan tidak melanggar norma, lebih pada titian hikmah apa yang akan kita bagi lewat cerita kita.

Muara Karya adalah Jiwa
Inilah puncak apa yang mesti kalian tuliskan. Sebuah titik yang tidak seorangpun tahu apa yang kita rasakan. Sebuah misteri yang tak seorangpun tahu sebesar apa tumbuh subur di dalam dada kita.

Orang lain boleh pernah merasakan jatuh cinta. Tapi cinta kita dan mereka pada pasangan masing-masing tetap akan berbeda. Ceritakan lewat titian huruf dan kata, semai cinta kita tanpa perlu mencuri dengar bagaimana mereka.

Orang lain boleh menuliskan tentang rindu. Tapi hujan di kala itu mengingatkan semua tentang masa lalu. Rasa itu tak pernah sama dalam setiap jiwa kita. Tidak pernah memiliki ketetapan, berdiri dalam ketidak pastian pikiran kita. Lepaskan, tuiskan, terjemahkan lewat jemari kita.

Bagaimana dengan cemburu, bagaimana dengan sejuta rasa tentang ibu, bagaimana tentang cinta ayah yang membuncah tapi tak terdengar kita, bagaimana dengan kisah remaja kita yang unyu-unyu, bagaimana dengan kisah masa kecil kita, bagaimana kita pernah mengalami hal paling memalukan, mengembirakan, atau apa saja yang pernah kita lalui. Pernahkah kalian ingat itu semua?

Tuliskan lewat rasa yang melekat pada jiwa kita. Sampaikan dengan cara kita saja. Jika benar kalian sudah memastikan tekad menjadi penulis, tidak ada kompromi atas tapi. Tidak ada kompromi atas nanti.

Mata membantu kita meluaskan sapuan kata pada mereka yang membagikan lewat cerita. Telinga menajamkan dengar kita dan terus menyatukan dengan ide dalam kepala. Dan kita adalah cerita yang sesungguhnya.

Muara semua ide dalam kepala adalah jiwa kita. Kita yang merasa, kita yang ingin menjadi seperti apa, dan sewajarnya jika kitalah yang harus berusaha.

Semua indra kita punya. Lantas masih saja kita membuka alasan untuk tidak berusaha berkarya lewat aksara.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kalian dustakan?

Salam literasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun