WASIAT GURU KEPADA MURIDNYA
NASIHAT Â KE- 1
wahai Anakku : Semoga Allah SWT senantiasa memberikanmu petunjuk dan pertolongan kepadamu, agar engkau menjadi pribadi yang baik perilakunya (Solihul a'mal).
Engkau harus benar-benar paham anakku, bahwa aku (guru, ustadz, atau Kyai) menempati posisi orangtuamu, dan orangtua kandungmu pun telah berpasrah padaku agar aku mendidikmu hingga kelak menjadi anak yang cerdas dalam bertindak, sehat secara jasmani, jernih hatinya, serta menjadi pribadi yang berakhlak baik (akhlakul mahmudah) dan menjaga diri dari keburukan- keburukan ucapan dan perilaku.
Orangtuamu juga berharap agar engkau menjadi manusia yang pandai memanusiakan manusia, dicintai manusia lain, mengasihi fakir miskin, berpihak kepada yang lemah, pribadi yang pemaaf, dan yang terpenting adalah kesungguhanmu dalam menjaga ibadahmu.
Kontekstualisasi :
 dalam nasihat pertama yang singkat ini seorang guru dalam pengajarannya sangatlah perlu menekankan bahwasanya guru adalah seseorang yang berperan seperti halnya orangtua kandung murid- muridnya, namun guru tidak bisa melakukan ini dengan satu pihak saja namun harus dengan persetujuan bersama. Generasi abad 21 ini anak cenderung memiliki watak yang kuat atas egoismenya. Oleh karenanya dalam proses kontrak awal ini guru harus melakukan pendekatan yang persuasif.
Guru seyogyanya bisa menempatkan diri sebagai teman bagi muridnya. Dari segi  gaya bahasanya guru harus paham betul, jika tidak maka guru tidak akan mampu menguasai psikologi para muridnya.
NASIHAT KE- 2
Hai Anakku, jika memang engkau hendak mengindahkan nasihat yang datang kepadamu maka akulah orang pertama yang paling berhak engkau ikuti. Aku adalah guru (Mu'allim) dan penuntunmu (Murobbi Ruhiy). Engkau tidak akan menemukan orang lain yang lebih semangat dariku dalam menjadikanmu menjadi pribadi yang baik.
Kontekstualisasi :Â
membangun hubungan yang baik antara guru dan murid adalah suatu keharusan bagi seorang guru, namun memang terkadang guru terbawa dengan suasana tertentu hingga membuatnya menjadi bertindak tegas, bahkan cenderung keras. Padahal nabi sendiri tidak pernah melakukannya. Salah satu kunci agar bisa mengendalikan emosi di kelas adalah "berwudhu" ketika merasa emosi akan muncul.
Selain itu guru harus "mengajar dengan sepenuh hati" Â dengan cara tersebutlah guru dapat memaksimalkan perhatiannya. Guru akan dapat memahami kesulitan-kesulitan yang dialami muridnya.