Â
Gereja gereja di Vatikan mulai kembali mempelajari filsuf klasik itu. Namun Ilmuwan kita sudah melakukan lompatan yang besar.Â
Â
Marilah kita menjadi Islam yang ber-common sense. Gajah Mada akan tetap menjadi Gajah Mada dengan segala kehebatannya. Aku mengucapkan berjuta- juta terimakasih terhadap mahapatih yang agung itu. Berkatnyalah Indonesia ini bukan menjadi wilayah status quo. Berkat Mahapatih yang berambut panjang dan berbadan kekar itu, kita memiliki kesatuan geopolitik kedua (setelah yang pertama era Sriwijaya).Â
Â
Berkat Gajah Madalah (dan Hayam Wuruk tentunya) proses akulturasi Hindu dan Budha yang sangat kuat dan masuknya islam menjadi suatu hubungan dialogis yang harmonis. Hindu pada masa itu telah terjalin dengan Budha yang kemudian. Bhineka Tunggal Ika yang kita dengungkan itu menjadi realitas historis. Bagaimana Hindu dan Budha Mahayana menjadi jalinan yang harmonis.Â
Tak tahukah kita Empu Tantular penulis Sutasoma itu beragama Budha Mahayana, namun ia menjadi kaum intelektual di Kerajaan yang bernafaskan Hindu.Â
Â
Lalu Islam yang datang masuk tidaklah menjadi penghalang. Islam yang masuk dari Barus disebarkan lagi melalui Sembilan Wali yang hebat itu juga sama sekali tidak melakukan tindakan pemaksaan. Kesembilan wali itu sadar, Hindu dan Budha yang begitu kuat yang telah menciptakan peradaban termashyur di Bumi Indonesia tak akan bisa di lawan dengan senjata. Pendekatan budaya adalah cara yang paling ampuh untuk itu. Oh, matur nuwun kanjeng sunan!Â
Â
Singkatnya, Islam Hindu dan Budha menjadi satu jaringan yang berkelindan menghasilkan satu tatanan kultural ala Indonesia.Â