Mohon tunggu...
Fatah Baginda Gorby Siregar
Fatah Baginda Gorby Siregar Mohon Tunggu... -

-Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia - Ketua Komisi Politik Konferensi Cabang XIX GMNI Kota Medan -Ketua Lembaga Studi Elang-Rajawali Indonesia - Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyambut Kongres Luar Biasa GmnI Front Marhaenis Medan, 13-15 September 2016

19 September 2016   21:57 Diperbarui: 19 September 2016   22:11 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ayo maju semua agar senang hatiku. Jangan satu, jangan dua! Sepuluh ribu didepan, seratus ribu dari belakang! Majulah seperti penjala (menangkap ikan) jarahlah seperti anjing berebut kijang mati! Bersandarlah pada Gunung Merbabu, dakilah Gunung Merapi! (Tetapi nantinya) menggeleparlah seperti burung Branjangan, meliuk-liuk seperti ular senduk! Kena gebuk gada Alugoro (Persatuan Indonesia), hancur lebur tanpa makna.” ¹ (Harsono, Cakrawala Politik Era,... hal.101)

S

ebelumnya penulis mengucapkan selamat atas terpilihnya saudara Wonder Nainggolan sebagai Ketua Presidium , dan Turedo Situndaon sebagai Sekjen Presidium hasil Kongres Luar Biasa Medan tanggal 13-15 September 2016. Makin banyaknya organisasi-organisasi yang berlandaskan ajaran Bung Karno, menjadi titik balik sebuah kebenaran sejarah dan menjadikan kembali Bung Karno hidup ditengah masyarakat.

Kalimat yang diungkapkan Bung Karno pada awal tulisan, mengingatkan kita bagaimana hebatnya kekuatan persatuan. Bung Karno sangatlah gandrung dengan persatuan (unitarianisme). Beliau menyatukan tiga falsafah politik nasionalisme, islam, dan marxisme, lalu dengan tiga poros kekuatan bersatunya kaum nasionalis, agama dan komunis. Pertentangan dengan Hatta tentang bentuk negara antara federasi dengan kesatuan, beliau mendeklarasikan persatuan bangsa-bangsa yang telah dimelaratkan kolonialisme dan imperialism, mulai dari KAA, Gerakan Non Blok hingga New Emerging Forces adalah beberapa contoh dari gandrungnya Bung Karno dengan persatuan.

Dewasa ini, roh Bung Karno hidup kembali, Ia seakan-akan muncul ditengah-tengah masyarakat kita, kata-katanya, ungkapan-ungkapannya, retorika-retorikanya yang khas kembali didengungkan. Dari mulai kalangan elit partai politik, kalangan intelektual hingga para marhaen kembali meneriakkan namanya. Selama 32 tahun orde baru menutupi kebesarannya, mengadu-domba para pengikutnya, menghancurkan gagasan-gagasannya dan merusak karya-karyanya. Namun telah terbukti setelah 32 tahun, Bung Karno tak lekang oleh waktu.

Benarlah kata-kata beliau ,kepada Maulwi Saelan salah satu ajudannya dahulu, “Saelan percayalah! Saya yakin nanti sejarah akan mengungkapkan kebenaran dan siapa yang sebetulnya benar, Suharto atau Sukarno!” ² . (H.Maulwi Saelan, Dari revolusi 45... hal.XVI)Kalau kita menilik kembali pada era orde baru kita akan mendapatkan demonstrasi mahasiswa yang terjadi di bulan-bulan terakhir 1966. Kebanyakan demonstrasi tersebut dilakukan atas nama bendera Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Kami didirikan atas anjuran Mayor Jenderal Syarif Thayeb, menteri pendidikan dan ilmu pengetahuan pada 25 Oktober 1965. KAMI terdiri dari organisasi-organisasi mahasiswa yang berlatar belakang religius konservatif, sebagaimana juga organisasi-organisasi yang didirikan sebelum 1965 dengan landasan yang terang-terangan menolak aktivitas politik.

Mahasiswa KAMI memonopoli jalanan, tetapi saingannya dikiri yakni Consenterasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang berafiliasi dengan PKI dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) sudah dilarang dan dibasmi secara beruntun. Sehingga banyak aktivis CGMI dan GMNI yang dibunuh atau ditahan. CGMI dan GMNI tak terlihat dijalanan saat KAMI dan para sekutunya dengan logistic yang dipasok oleh angkatan darat menunjukkan keunggulannya.Sepanjang kira-kira setahun, gerakan mahasiswa anti Sukarno dianggap perwakilan dari seluruh mahasiswa. Mahasiswa-mahasiswa anti Sukarno menyebut dirinya dengan kata mahasiswa, padahal faktanya mereka hanyalah minoritas kecil dibandingkan keanggotaan CGMI dan GMNI yang besar sebelum ditindas angkatan darat.³ (Max Lane, Unfinished Nation, hal.105)

Khusus GMNI dikerdilkan sedemikian rupa, sukarnois adalah komunis, nasionalis itu komunis sayap kiri dan masih banyak lagi tuduhan yang dilontarkan. Adanya penyusupan orang-orang pemerintah kedalam tubuh organisasi, hancurnya regenerasi berhentinya kaderisasi, penculikan besar-besaran, pembunuhan penghilangan sosok Sukarno dari organisasi, adalah sebagian dari sekian banyak perakuan yang pernah dialami. 

GMNI sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa yang berlandaskan marhaenisme ,ajaran Bung Karno telah mengalami banyak pasang-surut, jatuh-bangun diera orde baru. Bila kita melihat kuatnya, besarnya organisasi mahasiswa sayap kanan dizaman itu, karena memang mereka direstui dan bisa ditunggangi oleh pemerintah. Walaupun kadangkala hubungannya seperti sepasang pengantin baru yang kadang mesra, kadang bertengkar. GMNI dikala itu menjadi organisasi yang seakan-akan berada dibawah angin, kebesarannya terlihat tenggelam ditengah pengawasan ketat pemerintah.

Masih ingat didalam ingatan kita sejak kongres XIII yang dilaksanakan dikupang pada Oktober 1999 hingga kongres XIV GMNI pernah mengalami perpecahan. Ada KLB yang diadakan di Semarang, membuat GMNI identik dengan dinamika organisasi tandingan. GMNI yang diharapkan selama ini untuk bangkit pada era reformasi setelah lama tertidur malah semakin lama semakin menunjukkan gejala anti-klimaks. Ini sangat bertolak belakang dengan konsep persatuan yang awalnya telah kita bahas. Kaum nasionalis saling tuding-menuding, mengejar kepentingan pribadi tanpa memperhatikan eksistensi organisasi.

Permasalahan organisasi klasik, mulai dari kepentingan pragmatis, saling menuding, selalu menganggap diri yang paling ideologis adalah salah satu biang keladi perpecahan. Disaat iklim politik yang bersahabat, kebebasan menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul dijamin didalam konstitusi berbanding terbalik dengan keutuhan dan eksistensi organisasi. Sudah saatnya dikalangan kita, menyingkirkan kepala-kepala mandek , menyatukan kekuatan dan merapatkan barisan serta menghilangkan cecunguk-cecunguk yang berada didalam barisan kita. Kita harus maju, memberikan sumbangsih pemikiran dan pencapaian terhadap kau marhaen, menyingkirkan sama sekali mental “pragmatis-formalitas”, menghilangkan sama sekali kepentingan-kepentingan praktis berbungkus ideologis, saling menuding, mudah ditunggangi dan hendaknya tetap kritis.

Munculnya organisasi baru hasil kongres luar biasa yang bernama GMNI Front Marhaenis, hasil KLB Medan yang diadakan baru-baru ini membuat spirit sukarnoisme hidup kembali. Walaupun melalui dinamika yang begitu panjang, yang dulunya para anggota GMNI ini masih menjadi bagian dari GMNI dan keluar membuat organisasi baru merupakan langkah dan terobosan baru didalam sejarah organisasi. Diharapkan presidium terpilih segera dapat melebarkan sayapnya, membentuk cabang-cabang di daerah dan segera melakukan kaderisasi. Sehingga GMNI dan GMNI Front Marhaenis dapat bersaing sehat, berkompetisi didalam pengejawantahan ajaran Bung Karno.

Pada era sekarang ini , didalam kalangan kita sendiri, GMNI tidak mengalami kemuduran semata, kita harus objektif didalam menilai. Masih banyak pencapaian-pencapaian yang telah kita raih dan harus terus kita tingkatkan. Berkembangnya organisasi ditingkat grass root, komisariat-komisariat baru hingga cabang-cabang baru, banyaknya jumlah anggota, adminstrasi organisasi yang semakin lama semakin baik, kegiatan kaderisasi perjenjang yang dilaksanakan periodik, adalah prestasi yang harus kita kembangkan terus dan harus kita tingkatkan terus. Lantas mengapa kita harus berbalik ke belakang? Membuang yang sudah nyata baik? Yang sudah terang jelas nyata gunanya, mengobrak-abrik keutuhan organisasi, melanggar konstitusi tertinggi organisasi kita dengan nafsu kekuasaan, menjual organisasi dengan uang kontan, dan merasa bangga dengan tandingan-tandingan?

Mudah-mudahan terobosan kali ini, menghilangkan kembali mental-mental yang merusak keutuhan  dan eksistensi organisasi. Bila seorang kader tidak memiliki watak yang paling dasar yaitu berjiwa besar didalam berorganisasi, tidak puas dengan keadaan yang ada maka silahkan keluar membuat organisasi baru diluar organisasi yang lama. Jangan membuat struktur tandingan, lembaga tandingan dan terus membuat kisruh organisasi. Mundurlah secara elegan seperti yang dilakukan kawan-kawan yang mengadakan pertemuan di Medan dan membentuk organisasi baru dengan tekad, niat yang tulus dan murni. Ini adalah cirri seorang kader sejati, kader yang tidak puas dengan keadaan sekitarnya dan ingin melakukan perubahan.

Adanya dua organisasi yang berasaskan sama, mempunyai cirri yang sama dan saling bersaing sehat akan membuat kemajuan tentang peingimplementasian ajaran Bung Karno. Semoga tidak hanya formalitas belaka, kita bisa melakukan diskursus politik tentang ajaran-ajaran Bung Karno, melakukan kegiatan pengabdian masyarakat dan masih banyak lagi. Mari kita benahi sama-sama organisasi kita, kita bangun dengan kritik-kritik yang konstruktif serta membangun.Perpecahan malah membuat kita semakin terpuruk, Sosialime Indonesia semakin sulit terwujud, ditengah tantangan zaman dan tentunya kita sama-sama tidak mengharapkan yang demikian itu!

Belum lagi tantangan kita dalam menghadapi hedonisme, pragmatisme, apatisme, hingga premanisme didalam kalangan mahasiswa. Hal-hal yang sudah menjadi tantangan bagi organisasi mahasiswa pada umumnya, yang harus kita kikis habis. Mental ingin cepat menamatkan kuliah, dimanja oleh berbagai fasilitas, tidak kritis dan masih banyak lagi.

Semoga semakin lama semakin banyak muncul organisasi-organisasi baru yang mempunyai semangat yang sama didalam mengimplemntasikan ajaran Bung Karno. Sehingga kita dapat mngimbangi organisasi-organisasi premanisme yang telah masuk kedalam dunia kampus yang membuat mahasiswa jauh dari kata intelektual. Muncul organisasi yang seidealnya organisasi, zonder kepentingan berbungkus ideologis, zonder mental pragmatis-formalitas, zonderpengkhianatan terhadap marhaenisme dan kaum marhaen tentunya!

Sebagai organisasi kader  maka hendaknya memberikan hubungan dialogis dalam arti “saling memberi” menghasilkan kader sebenar-benarnya kader. Kader merupakan elemen penting yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Kader yang merupakan bagian integral yang menentukan tingkat kemapanan sebuah organisasi.  Kader merupakan tulang punggung dan tenaga penggerak yang elementer  bagi tegak dan kokohnya eksistensi organisasi. Kader bukanlah dibentuk atau diciptakan melainkan lahir melalui sebuah proses seleksi alamiah.

Kualifikasi seorang kader bukanlah terletak dalam segi formalitasnya, melainkan banyak ditentukan oleh intergritas, kemampuan, komitmen dan konsistensinya. Intergritas serangkaian kejujuran dan keberanian dalam bersikap maupun bertindak. Kemampuan seorang kader terletak pada wawasan, penalaran, kecakapan dan keterampilannya. Komitmen seorang kader terletak didalam keterpihakannya kepada rakyat, keadilan dan kebenaran. Konsistensinya seorang kader berada pada ketangguhannya, keyakinannya dan kesinambungan didalam mempertahankan serta melaksanakan gagasan.\

Melihat Kedepan

Kedepan kita harus sama sekali menyingkirkan pola-pola pragmatis formalitas karena akan menghasilkan orang-orang tanpa kesadaran institusional, orang-orang yang mencari kepentingan individual, yang diatas punggungnya dapat ditunggangi, orang-orang yang gila dengan uang kontan dan kekuasaan sehingga menghilangkan makna organisasi yang bertujuan mendidik para kader bangsa.

Mari kita merapatkan barisan, menyatukan kekuatan, masing-masing kader mengimplementasikan ajaran Bung Karno baik secara mandiri maupun kelompok yang harus terus berjuang, berkontribusi secara tindakan dan memberikan sumbangsih pemikiran serta menjawab tantangan zaman. Maka kita akan berdiri paling depan, sementara lainnya musnah terbakar mati.

                                                                                    GmnI Jaya! Marhaen Menang!

                                                                                    Medan,  17 September 2016

Fatah Baginda Gorby Siregar,

Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Fakultas Eknomi dan Bisnis USU, Ketua Komisi Politik Konferensi Cabang XIX GMNI Kota Medan, Ketua Lembaga Studi Elang-Rajawali Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun