Mohon tunggu...
Nafasya Prodista
Nafasya Prodista Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Nafasya Prodista

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bulimia Nervosa: Gangguan Makan Berujung Kematian

25 November 2021   17:51 Diperbarui: 25 November 2021   19:52 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era modern saat ini, sering kali kita menjumpai orang-orang terutama kaum wanita yang sangat gencar menjaga berat badannya agar terlihat lebih menarik. 

Mereka melakukan beberapa cara untuk mempertahankan berat badan idealnya.Namun,terdapat beberapa orang yang sepertinya menganggap berat badan naik itu adalah dosa yang sangat besar. Sehingga cara yang dilakukan untuk menurunkan berat badan mereka cenderung terbilang ekstrem yang berujung pada adanya gangguan makan. 

Menurut Kartz (2014), gangguan makan merupakan konstruk yang luas, dalam hal ini juga termasuk simtom gangguan makan subklinis seperti metode pengaturan berat badan yang tidak sehat, binge eating,  gangguan makan yang menyimpang, sikap dan perilaku yang terkait dengan bentuk, berat dan citra tubuh atau badan, serta makanan. 

Gangguan makan sendiri, termasuk dalam kondisi psikiatrik dengan akibat psikologis dan medis yang serius dan bisa berakibat pada kematian. 

Tingkat keparahan  gangguan makan di Eropa terus meningkat dari tahun ke tahun (Hoek, 2006; Hay, Mond, Buttner & Darby, 2008). Dan di Indonesia sendiri meningkati peringkat 4 di dunia dibawah USA, India, dan Cina (Dutta, 2015). Gangguan makan memiliki beberapa jenis salah satunya yaitu Bulimia Nervosa.

Menurut Santrock (2006), bulimia nervosa adalah gangguan perilaku makan pada seseorang yang secara terus-menerus mengikuti pola makan berlebihan dan memuntahkan atau mengeluarkan kembali secara paksa. 

Alasan utama mengapa penderitanya melakukan hal ini adalah karena mereka akan merasa sangat bersalah,malu atau bahkan takut jika berat badan mereka naik karena makan berlebihan. Selain itu, mereka melakukan hal ini juga untuk mengurangi rasa penyesalan karena telah menambah kalori masuk ke dalam tubuh mereka yang bisa menambah berat badan mereka. 

Berdasarkan penelitian,faktor penyebab dari adanya bulimia nervosa ini bukan hanya karena takut berat badan naik,namun juga karena adanya faktor keluarga. 

Keluarga dari penderita bulimia nervosa ini seringkali mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda,semisal saja karena adanya konflik,kurangnya kedekatan dan pengasuhan antar sesame keluarga satu sama lain,serta gagalnya dalam membangun kemandirian dan otonomi pada diri anak perempuan mereka. 

Lalu terdapat juga faktor biologis yang dimana terdapat ketidakseimbangan yang terjadi pada sistem neurotransmitter di otak yang mengatur perasaan dan nafsu makan,juga adanya pengaruh genetik atau keturunan yang bisa menjadi penyebab terjadinya bulimia nervosa.

Bulimia nervosa  memiliki tanda-tanda yaitu perilaku makan dalam jumlah yang sangat banyak dan berulang-ulang, kemudian mencoba memuntahkannya kembali, penggunaan obat pencahar, berpuasa atau berolahraga secara berlebihan (National Institute of Mental Health (NIMH), 2007). Selain itu, terdapat tanda-tanda lain dari penderita bulimia nervosa yaitu :

1) menstruasi tidak teratur;

2) berat badan naik turun dengan cepat yang disebabkan karena periode makan yang berlebihan dan kemudian berpuasa;

3) kelenjar dalam mulut membengkak;

4) menjadi prefeksionis,yang terlalu kritis kepada diri sendiri.

 Penderita biasanya juga cenderung memilih makanan yang mempunyai tekstur dan ukuran yang memungkinkan untuk dimakan dalam jumlah banyak dengan waktu singkat seperti kue atau es krim. 

Penderita bulimia nervosa umumnya akan mengalami beberapa efek atau dampak fisiologis yang serius seperti kerongkongan terluka, kelenjar ludah membengkak, dan kerusakan lapisan enamel pada gigi karena asam yang ada pada muntahan makanan.dehidrasi,kekurangan gizi,dan kerusakan usus juga dapat ditemui pada penderita bulimia nervosa. Efek fisiologis yang fatal adalah heart failure yang dapat menyebabkan kematian mendadak (Neale et al., 1996).

Menurut APA ( 1994), terdapat lima kriteria diagnostik atau  untuk bulimia nervosa. Kriteria ke-1; adanya episode binge eating,yang ditandai oleh 2 hal. Yang pertama,ketika penderitanya makan dengan jumlah tak terhingga dibandingkan orang lain padahal sedang dalam waktu dan situasi yang sama.

 Lalu yang kedua yaitu ketika penderita tidak dapat merasa puas saat makan sehingga tidak terkontrolnya asupan yang dimakan tersebut. Kriteria ke-2; terulangnya perilaku ganti rugi setelah makan banyak yang ekstrem untuk mencegah kenaikan berat badan,yaitu dengan cara self-induced vomiting (memasukkan jari ke dalam kerongkongan secara paksa agar muntah), menyalahgunakan obat pencahar, diuretics (obat yang dapat meningkatkan pengeluaran air seni), emetic (zat kimia yang dapat menyebabkan muntah) atau obat-obatan yang dapat menurunkan berat badan lainnya. 

Kriteria ke-3; binge eating dan perilaku kompensasi tadi muncul minimal 2 kali dalam seminggu selama kurang lebih 3 bulan. Kriteria ke-4; penilaian terhadap diri sendiri bersumber atau berpatokan pada berat dan bentuk badan penderita. Kriteria ke-5; gangguan yang telah disebutkan tidak secara eksklusif muncul selama episode bulimia nervosa ini.

Berdasarkan penelitian, Sekitar 1-5% remaja perempuan di Amerika Serikat mempunyai kriteria atau tanda-tanda sebagai penderita bulimia nervosa ( Commitee of Adolescence, 2003). Di Inggris kasus bulimia nervosa sebesar 12 kasus per 100.000 populasi (Treasure dan Murphy, 2005 dalam Gibney,et al.,2005). NIMH (2006) memprediksi bahwa 1,1-4,2% wanita pernah mengalami bulimia nervosa selama hidupnya. 

Di Asia, setengah dari pasien yang melaporkan perilaku makan menyimpang adalah penderita bulimia nervosa (Lee, 2005). Dari hal ini kita dapat simpulkan bahwa penderita bulimia nervosa didominasi oleh kaum wanita. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 6,5% kematian pada penderita gangguan makan bulimia nervosa  (Franko et al., 2013). 

Berbagai faktor serius pada penderita bulimia, baik secara fisik maupun psikologis, serta melonjaknya angka kematian pada penderitanya, maka diperlukan adanya pencegahan dan penanganan yang tepat untuk mengatasi bulimia nervosa. 

Maka dari itu harus ada pencegahan dan penanganan terkait ini. Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan cara meningkatkan rasa kepercayaan atas diri sendiri terutama tentang bentuk dan berat badan lalu menghindari pembicaraan negatif yang berkaitan dengan bentuk badan. 

Apabila terlanjur terindikasi bulimia nervosa,maka cara penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan terapi yang berfokus pada perubahan kognitif untuk menghasilkan perubahan perilaku positif (terjadi penurunan perilaku makan berlebihan dan memuntahkan makanan) yang menjadi tujuan dari terapi itu sendiri.

Referensi  :

Krisnani, H., Santoso, M. B., Putri, D. (2017). GANGGUAN MAKAN ANOREXIA NERVOSA DAN BULIMIA NERVOSA PADA REMAJA. Jurnal Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat. 4 (3). https://doi.org/10.24198/jppm.v4i3.18618

Putrikita, K. A. (2021). COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY (CBT) FOR BULIMIA NERVOUSA. Insight: Jurnal Ilmiah Psikologi. 23 (1). http://ejurnal.mercubuana-yogya.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1435/872

Chairani, L. (2018). Body Shame dan Gangguan Makan Kajian Meta-Analisis. Buletin Psikologi. 26 (1). 12 -- 27. https:// 10.22146/buletinpsikologi.27084

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun