Mohon tunggu...
Faruq Abdul Quddus
Faruq Abdul Quddus Mohon Tunggu... Penulis - Direktur Fata Institute

Seorang Content Writer, Praktisi Dakwah Digital, Penggiat Studi Islam, Filsafat dan Bahasa. Suka Nulis, Ngoleksi Buku dan Traveling.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Keragaman Pandangan Sufistik Ibnu Arabi dan Jalaluddin Rumi

8 September 2023   10:16 Diperbarui: 8 September 2023   10:35 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keragaman Pandangan Sufistik

Keragaman pandangan sufistik dalam Islam adalah fenomena yang mencerminkan kompleksitas dan kekayaan dalam pemahaman spiritual. Sufisme, atau tasawuf, adalah cabang mistisisme dalam Islam yang menekankan pencarian kesatuan dengan Tuhan, introspeksi spiritual, dan pengalaman langsung dengan Yang Maha Esa. Pandangan dan praktik sufistik bervariasi secara signifikan di seluruh dunia Islam karena dipengaruhi oleh budaya, sejarah, dan konteks sosial yang berbeda

Penting untuk diingat juga bahwa sejarah sufisme telah melahirkan berbagai tarekat (persaudaraan sufi) yang memiliki ajaran dan praktik yang berbeda. Setiap tarekat dipimpin oleh seorang syekh sufi yang mengajarkan murid-muridnya sesuai dengan tradisi dan ajaran mereka sendiri. Oleh karena itu, pandangan dan praktik sufistik bisa sangat beragam.

Salah satu contoh keragaman ini dapat dilihat dalam berbagai metode dzikir atau zikir yang digunakan oleh berbagai tarekat. Ada dzikir yang melibatkan pengulangan nama-nama Allah, dzikir yang berfokus pada pemahaman makna-makna tasbih (pengagungan), dan dzikir yang menggabungkan unsur-unsur fisik seperti gerakan tangan atau tubuh. Setiap tarekat memiliki dzikirnya sendiri sebagai bagian dari praktik spiritual mereka.

Selain itu, pandangan tentang peran guru sufi juga beragam. Beberapa tarekat menganggap guru sufi sebagai wali (saint) yang memiliki otoritas spiritual yang tinggi dan dapat memberikan bimbingan langsung kepada murid-muridnya. Di sisi lain, beberapa sufi menganggap hubungan antara guru dan murid sebagai hubungan yang lebih sejajar, di mana guru adalah teman dalam perjalanan spiritual dan bukan otoritas mutlak.

Salah satu contoh perbedaan pandangan sufistik  antara Jalaluddin Rumi dan Ibnu Arabi adalah topik yang sering dibahas oleh para cendekiawan dan pemikir dalam tradisi sufisme dan filsafat Islam. Meskipun keduanya adalah tokoh sufi yang sangat dihormati, mereka memiliki pemahaman yang berbeda dan persamaan  dalam beberapa aspek pemikiran sufistik.

Pandangan Sufistik Ibnu Arabi

Ibnu Arabi, yang sering disebut sebagai Syaikh al-Akbar (Guru Agung), adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah sufisme dan pemikiran Islam. Lahir pada tahun 1165 di Murcia, Spanyol Islam (Andalusia), dan meninggal pada tahun 1240 di Damaskus, Suriah, Ibnu Arabi telah meninggalkan warisan intelektual yang menginspirasi pemikiran dan praktik spiritual di seluruh dunia Islam. Artikel ini akan membahas latar belakang, pemikiran, dan warisan Ibnu Arabi sebagai seorang Syaikh al-Akbar.

Ibnu Arabi hidup pada masa yang penting dalam sejarah Islam, di mana pemikiran, seni, dan spiritualitas berkembang pesat di Spanyol Islam (Andalusia), yang saat itu menjadi pusat peradaban Islam. Ia tumbuh dalam lingkungan yang kaya akan ilmu pengetahuan, filsafat, dan spiritualitas.

Pada usia muda, Ibnu Arabi mulai mengejar jalan spiritualnya, dan ia memulai perjalanan panjangnya ke berbagai kota, seperti Cordoba, Sevilla, Fez, dan Kairo, untuk belajar dari para guru sufi terkenal dan cendekiawan Islam. Selama perjalanan spiritual ini, ia mendalami ilmu tasawuf (sufisme) dan menjalani berbagai pengalaman mistis yang membentuk pemikiran dan pemahamannya tentang hubungan antara manusia dan Tuhan.

Salah satu konsep sentral dalam pemikiran Ibnu Arabi adalah "wahdat al-wujud," yang dapat diterjemahkan sebagai "kesatuan eksistensi." Menurutnya, segala sesuatu dalam alam semesta adalah manifestasi dari Allah, dan tidak ada yang ada kecuali Allah. Dalam pandangannya, Tuhan adalah satu-satunya yang benar-benar nyata, sementara segala sesuatu yang lain adalah bayangan atau refleksi dari Tuhan.

Ibnu Arabi juga menekankan pentingnya pencarian hakikat atau ma'rifah sebagai tujuan tertinggi dalam kehidupan manusia. Ia percaya bahwa manusia dapat mencapai pemahaman yang mendalam tentang Allah melalui pengalaman spiritual dan introspeksi.Selain itu, Ibnu Arabi mengembangkan gagasan tentang "al-insan al-kamil," atau manusia sempurna, yang mencapai tingkat pemahaman dan kesadaran tertinggi tentang Allah. Manusia sempurna ini adalah model spiritual yang menjadi tujuan bagi pencari kebenaran.

Dalam Penghargaan Terhadap Keanekaragaman Agama, Ibnu Arabi memiliki sikap inklusif terhadap keberagaman agama. Ia berpandangan bahwa berbagai agama dan tradisi spiritual adalah cara yang berbeda untuk mencapai kesatuan dengan Tuhan.

Warisan Ibnu Arabi dalam dunia Islam sangat besar. Karya-karyanya, seperti "Al-Futuhat al-Makkiyah" (Pengungkapan Mekkah) dan "Al-Fusus al-Hikam" (Inti-inti Hikmah), telah mempengaruhi banyak tokoh, baik dalam bidang tasawuf maupun filsafat. Pemikiran Ibnu Arabi juga menjadi sumber inspirasi bagi seni, sastra, dan musik Islam.

Selain itu, pemikiran Ibnu Arabi tetap relevan dalam perdebatan kontemporer tentang agama, pluralisme, dan hubungan antara Islam dengan dunia modern. Banyak intelektual dan cendekiawan saat ini terus mempelajari dan merenungkan pemikiran Ibnu Arabi dalam upaya untuk memahami konsep-konsep spiritual dalam Islam.Dalam kesimpulannya, Ibnu Arabi, dengan julukan Syaikh al-Akbar, adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah sufisme dan pemikiran Islam. Pemikirannya tentang wahdat al-wujud dan pencarian hakikat telah memengaruhi pemikiran dan praktik spiritual di seluruh dunia Islam, menjadikannya salah satu pemikir terbesar dalam tradisi sufi.

Pandangan Sufistik Jalaluddin Rumi

Selain itu, Islam juga mempunyai sosok penyair agung yang terkenal dengan konsep tasawuf falsafinya ,ialah Maulana Jalaluddin Rumi , atau lebih dikenal sebagai Rumi, adalah salah satu tokoh paling terkenal dalam sejarah sufisme, cabang mistisisme Islam. Rumi lahir pada tahun 1207 di Balkh, yang saat ini berada di wilayah Afghanistan, dan kemudian migrasi keluarganya ke Konya, Turki modern, membawa pengaruh besar dalam perkembangan sufisme dan sastra spiritual Islam.

Rumi tumbuh dalam lingkungan akademik dan spiritual yang kaya. Ayahnya, Bahauddin Walad, adalah seorang guru dan pemimpin sufi yang terkenal, dan Rumi sendiri menerima pendidikan yang sangat baik dalam ilmu pengetahuan Islam dan sastra. Namun, perubahan drastis dalam hidup Rumi terjadi ketika ia bertemu dengan guru sufi terkenal, Shams Tabrizi, yang menjadi mentor spiritualnya.

Konsep cinta Ilahi adalah salah satu tema utama dalam karya-karya Rumi. Bagi Rumi, cinta adalah jalan untuk mencapai kesatuan dengan Tuhan. Ia memandang cinta sebagai daya tarik ilahi yang dapat memimpin jiwa manusia menuju Tuhan. Dalam puisi dan ceramahnya, ia sering menggunakan bahasa cinta untuk menggambarkan hubungan antara manusia dan Yang Maha Esa.

Rumi juga mengajarkan bahwa jiwa manusia adalah bagian dari Tuhan yang terpisah dan harus mencari kembali kesatuan dengan-Nya. Ia menyatakan bahwa pencarian jiwa untuk kesatuan dengan Tuhan adalah tujuan tertinggi dalam kehidupan manusia.Selain itu Rumi mengamalkan praktik-praktik sufi, termasuk dzikir (pengingat Tuhan). Baginya, dzikir bukan hanya tindakan fisik, tetapi juga pemusatannya dalam kesadaran akan Tuhan. Ia menganggap dzikir sebagai sarana untuk mencapai tingkat kesadaran spiritual yang lebih tinggi.

Pada ranah Lintas Agama,Rumi memiliki sikap inklusif terhadap semua agama dan tradisi spiritual. Ia melihat keberagaman agama sebagai ekspresi yang berbeda dari pencarian universal manusia untuk kesatuan dengan Tuhan. Pemikirannya tentang inklusivitas ini sangat relevan dalam konteks dialog antaragama dan toleransi agama.

Karya-karya Rumi, terutama "Mathnawi" atau "Mesnevi," telah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang di seluruh dunia. Puisi-puisi Rumi menggambarkan perjalanan spiritual manusia, cinta yang mendalam kepada Tuhan, dan hubungan antara manusia dan alam semesta. Terjemahan karyanya ke dalam berbagai bahasa telah memperluas pengaruhnya di luar dunia berbahasa Persia dan Arab.

Rumi juga mendirikan tarekat Mevlevi, yang dikenal dengan tarian sufi dervishnya yang khas. Tarian ini menjadi simbol dari pencarian jiwa yang berputar-putar menuju Tuhan.Pada dasarnya, pandangan sufistik Jalaluddin Rumi, terutama tentang cinta Ilahi dan pencarian jiwa manusia untuk bersatu dengan Tuhan, telah memengaruhi pemikiran dan praktik spiritual di seluruh dunia. Karyanya yang penuh makna dan dalam telah menjadikannya salah satu tokoh paling dihormati dalam tradisi sufi, dan pesannya tentang cinta dan kesatuan terus relevan dalam pencarian spiritual manusia hingga saat ini.

Pada kesimpulannya,keragaman dalam pandangan sufistik mencerminkan adaptasi dan evolusi sufisme di seluruh dunia Islam selama berabad-abad. Hal ini juga mencerminkan dinamika perdebatan dan beragam pemahaman tentang bagaimana mencapai kesatuan dengan Tuhan. Sufisme tetap menjadi komponen penting dalam warisan spiritual Islam dan berkontribusi pada kekayaan budaya dan pemikiran spiritual Islam yang luas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun