Mohon tunggu...
Faruq Abdul Quddus
Faruq Abdul Quddus Mohon Tunggu... Penulis - Direktur Fata Institute

Seorang Content Writer, Praktisi Dakwah Digital, Penggiat Studi Islam, Filsafat dan Bahasa. Suka Nulis, Ngoleksi Buku dan Traveling.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kontroversi Al-Ghazali: Dikotomi Ilmu, Sains dan Kemunduran Islam

16 Juli 2023   06:58 Diperbarui: 16 Juli 2023   07:13 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam karyanya yang terkenal "Ihya Ulum al-Din" (The Revival of the Religious Sciences), Al-Ghazali menyajikan pandangan holistik tentang agama dan ilmu pengetahuan. Dia menunjukkan bagaimana berbagai cabang ilmu pengetahuan dapat mendukung pemahaman agama dan memperkuat iman seseorang.

Perlu dicatat bahwa pandangan Al-Ghazali tentang ilmu pengetahuan tidaklah sama dengan pandangan beberapa filosof Muslim lainnya pada masa itu, seperti Ibnu Sina (Avicenna) atau Ibnu Rusyd (Averroes), yang lebih menekankan peran filsafat dan ilmu pengetahuan dalam memahami alam semesta. Meskipun ada perbedaan dalam penekanan dan pendekatan, mereka semua menghargai ilmu pengetahuan sebagai bagian dari upaya mencari kebenaran dan pemahaman yang lebih dalam tentang dunia dan penciptanya.

Dalam konteks pandangan Al-Ghazali tentang ilmu pengetahuan, penting untuk memahami bahwa ia tidak mendikotomi ilmu dalam Islam, tetapi justru mendorong integrasi ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai dan ajaran agama untuk mencapai pemahaman yang lebih menyeluruh tentang kebenaran

Pandangan  Al-Ghazali yang sebenarnya

Pandangan Al-Ghazali terhadap sains atau ilmu pengetahuan umum dalam tradisi keilmuan Islam tidak dapat disederhanakan menjadi satu pernyataan tunggal, karena ia memiliki pandangan yang kompleks tentang berbagai aspek ilmu pengetahuan. Di satu sisi, Al-Ghazali mengakui nilai ilmu pengetahuan dan bahkan adalah seorang ilmuwan yang terlatih. Namun, di sisi lain, ia juga mengekspresikan kritik terhadap beberapa elemen filsafat Yunani yang mendominasi dunia Muslim pada masanya.

Al-Ghazali adalah seorang cendekiawan yang terlatih dalam berbagai ilmu pengetahuan, termasuk ilmu logika, filsafat, dan teologi. Dia mengakui bahwa ilmu pengetahuan adalah sarana yang penting untuk memahami dunia yang diciptakan oleh Allah. Al-Ghazali menekankan pentingnya ilmu dan pendidikan dalam mencari kebenaran dan mendekati Allah.

Dalam karyanya yang terkenal "Tahafut al-Falasifah" (The Incoherence of the Philosophers), Al-Ghazali mengkritik beberapa pandangan filsafat Yunani yang telah diterima oleh banyak cendekiawan Muslim pada masanya. Misalnya, ia menentang pandangan Aristoteles tentang ketidakabadian alam dan ide bahwa dunia ini telah ada sejak selamanya tanpa ada pencipta. Al-Ghazali meyakini bahwa pandangan-pandangan ini bertentangan dengan keyakinan Islam tentang penciptaan oleh Tuhan.

Al-Ghazali menekankan pentingnya akal (reason) dalam memahami ajaran agama. Ia berpendapat bahwa akal merupakan anugerah dari Allah yang harus digunakan dengan benar untuk mencari kebenaran dan memahami ajaran-ajaran agama dengan lebih mendalam. Bagi Al-Ghazali, akal dan agama tidak bertentangan; sebaliknya, akal harus digunakan sebagai alat untuk memahami dan mengklarifikasi ajaran agama.

Disisi lain,Al-Ghazali menghargai sains alam dan pengamatan atas ciptaan Allah. Ia percaya bahwa mempelajari alam dan makhluk-Nya adalah cara untuk lebih mendekati Allah dan mengenali kebesaran-Nya. Oleh karena itu, pengamatan dan penelitian alam dianggap sebagai bentuk ibadah dan eksplorasi spiritual bagi Al-Ghazali.

Dalam keseluruhan, pandangan Al-Ghazali tentang ilmu pengetahuan adalah perpaduan antara penghargaan atas ilmu pengetahuan dan pemikiran rasional dengan kritik terhadap beberapa aspek filsafat Yunani tertentu yang dianggapnya bertentangan dengan ajaran Islam. Ia tidak secara keseluruhan "membunuh sains dalam tradisi keilmuan Islam," tetapi lebih mengajukan pertanyaan dan refleksi kritis terhadap beberapa pandangan filsafat pada masanya. Pandangannya memberikan sumbangan yang kompleks dan beragam bagi tradisi keilmuan Islam.

Faktor  Utama Bukan Karna Al-Ghazali, tapi begini......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun