Perpisahan dengan Syam Tabrizi
Namun siapa sangka, ternyata Syams justru melempari Rumi sebuah pertanyaan yang megejutkan sampai Rumi mendadak jatuh pingsan akibat tak mampu menjawab pertanyaan dari Syams.
Pertemuan dengan Syams menjadi titik balik bagi kehidupan sepritual Rumi. Hubungannya sangat dekat dan akrab hampir selama tiga tahun. Keduanya memilih untuk pergi mengasingkan diri, berkhalwat dari keramaian. Sehingga sampai pada suatu titik ilmu yang ia dapatkan sudah mencapai tingkat tinggi,sambil berpuisi ia mengatakan "Aku hanyalah debu dari Telapak Kaki Nabi Muhammad Saw".
Pada suatu hari, Rumi terlihat sangat sedih karna ditinggal oleh sang Guru secara misterius. Kepergian Syams menjadikan hari-hari Rumi terasa hampa dan gelisah. Rumi pun mengutus muridnya untuk mencari Syams, dan berhasil membawa Syams  kembali. Namun tak lama kemudian Syams menghilang lagi hingga pada akhirnya tidak pernah kembali lagi bertemu Rumi.
Sejak saat itu, Syams sudah tidak diketahui lagi jejaknya yang membuat Rumi sangat sedih berhari-hari.Rumi benar-benar merasakan kehilangan panutan dalam hidupnya. Karna Rumi sudah menganggap Syams sesuai arti namanya sebagai Matahari. Hal ini Rumi ungkapkan dalam dalam salah satu karyanya yang berjudul Diwan-Syamsi Tabriz "Seperti awan bergerak dibelakang Matahari, semua hati menyertaimu.O, Matahari Tabrizi.
Belajar Mencintai Guru dari Rumi
Perjalanan Hidup Jalaluddin Rumi dengan gurunya Syam Tabrizi menunjukkan kepada kita bagaimana mencintai dan menghormati guru melalui hubungan spiritual dan intlektual. Di dalam kisah hidup Rumi, terdapat hikmah dan pelajaran berharga tentang pentingnya mencintai guru. Berikut adalah beberapa panduan yang dapat kita ambil dari sosok Jalaluddin Rumi:
Kesediaan untuk Belajar: Rumi menunjukkan kesediaan dan kerendahan hati untuk belajar dari gurunya. Ia menyadari bahwa ia memiliki banyak hal yang dapat dipelajari dan bahwa gurunya memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan yang lebih dalam. Rumi mengajarkan kepada kita betapa pentingnya meletakkan ego kita dan membuka hati serta pikiran untuk menerima pelajaran dari guru.
Pengabdian dan Kesetiaan: Rumi menunjukkan pengabdian dan kesetiaan yang luar biasa terhadap gurunya. Ia memuja dan menghormati Syams Tabrizi, dan berjuang untuk memahami ajaran-ajaran gurunya dengan sepenuh hati.Â
Pengabdian ini mencerminkan rasa hormat dan cinta yang tulus terhadap sosok yang membimbing kita. Rumi mengajarkan kepada kita bahwa cinta dan pengabdian yang tulus kepada guru adalah kunci untuk memperdalam pemahaman spiritual kita.
Ketulusan dan Keterbukaan Hati: Rumi menunjukkan ketulusan dan keterbukaan hati terhadap ajaran gurunya. Ia menerima setiap kata dan petunjuk dengan penuh kepercayaan, tanpa ada keraguan atau ketidakpercayaan. Rumi mengajarkan kepada kita pentingnya membuka hati dan pikiran kita untuk menerima ajaran guru dengan keyakinan dan kepercayaan yang tulus.
Pencarian dan Pemberdayaan Diri: Rumi menunjukkan semangat pencarian yang kuat dalam perjalanan spiritualnya. Ia tidak hanya menerima ajaran gurunya secara pasif, tetapi juga secara aktif mencari kebenaran dan kedalaman yang lebih dalam melalui dialog dan refleksi. Rumi mengajarkan kepada kita bahwa mencintai guru juga berarti melakukan pencarian yang aktif dan mengambil tanggung jawab untuk memperdalam pemahaman kita sendiri.
Penyebaran Kebaikan dan Kebijaksanaan: Setelah memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan dari gurunya, Rumi menyebarkan ajaran-ajarannya melalui puisi dan tulisannya. Ia berbagi kebaikan dan kebijaksanaan yang diterima dari guru dengan dunia di sekitarnya. Rumi mengajarkan kepada kita bahwa mencintai guru juga berarti menggunakan pengetahuan dan kebijaksanaan yang kita peroleh untuk memberikan dampak positif bagi orang lain.