Dalam studi Ilmu Politik terdapat materi ekonomi politik yang didefinisikan sebagai sebuah ilmu yang mempelajari aspek ekonomi dan politik dalam sebuah negara, bagaimana dua aspek tersebut memiliki kaitan yang erat dan bergantung satu sama lain. Politik merupakan sebuah kekuasaan yang biasanya dapat mengontrol suatu kegiatan negara, termasuk kegiatan ekonomi dalam sebuah negara.
Dua hal ini saling berhubungan. Ekonomi politik merupakan sebuah cara bagaimana sistem kekuasaan pemerintah dijadikan sebagai alat untuk mengatur keadaan ekonomi secara langsung. Secara langsung, memang peran politik itu berfungsi sebagai pengontrol sebuah kekuasaan untuk mengatur kondisi ekonomi dalam suatu negara. Dapat kita ketahui bahwa dalam ekonomi politik ini terdapat unsur “politik” yang merupakan kekuasaan yang dapat mengatur kehidupan ekonomi masyarakat, seringkali kekuasaan ini disalahgunakan, seperti maraknya kasus korupsi di Indonesia.
Asal mula kata korupsi yaitu dari bahasa latin corruptio. Jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris adalah corrupt atau seringkali disebut dengan corruption yang memiliki pengertian sebagai sebuah perilaku yang buruk. Contohnya seperti penerimaan uang yang ilegal dan penggelapan uang. Isu maupun studi kasus korupsi ini telah merajalela di Indonesia.
Tindakan korupsi di Indonesia dapat mempengaruhi generasi penerus bangsa yang cukup fatal. Karena korupsi ini dianggap sebuah perilaku buruk yang berasal dari psikis buruk seseorang yang diterapkan melalui moral tidak baik. Bahaya dari korupsi ini sendiri berdampak pada kehidupan manusia, ibarat akan menjadi akar yang menjalar di dalam jiwa manusia.
Korupsi dapat memunculkan sikap ego manusia. Hal ini menjadikan ketika korupsi yang merajalela dalam masyarakat maka kehidupan sosial dalam masyarakatnya juga tidak akan berjalan dengan baik yang pada akhirnya setiap individu masyarakat memiliki ego masing-masing hingga mementingkan dirinya sendiri, tidak terdapat bekerja sama sekalipun antara masyarakat, padahal dengan kita bekerja sama akan memunculkan interaksi yang baik demi kehidupan sosial yang baik juga sehingga masyarakatnya dapat sejahtera dan hidup damai.
Hal tersebut juga berpengaruh terhadap kondisi ekonomi di Indonesi. Dapat kita tilik kembali bahwa kondisi ekonomi Indonesia juga dipengaruhi oleh masyarakat yang ada di dalamnya, tidak hanya dipengaruhi oleh pengaruh kekuasaan politik saja, namun masyarakat biasa juga ikut serta dalam kehidupan ekonominya.
Diketahui juga terdapat fakta empiris yang menyatakan bahwa tindakan korupsi ini berdampak negatif terhadap sistem sosial yang ada, memunculkan kesenjangan sosial yang tajam dalam segala aspek, termasuk dapat mempengaruhi pendapatan masyarakat, kekuasaan bagi para penguasa, dan sebagainya. Selain masyarakat, korupsi juga berdampak buruk pada kondisi ekonomi politik di Indonesia. mulai dari pengaruh buruk korupsi pada dunia politik yaitu seperti terjadinya perilaku pemerintahan yang dianggap tidak valid atau sah bagi masyarakat sehingga menyebabkan pemerintahan yang buruk.
Sejarah kasus korupsi di Indonesia cukup panjang. Sebenarnya gerakan untuk memberantas tindakan korupsi sudah lama ditangani oleh para penguasa, dimulai dari era Orde Lama, berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas perilaku buruk ini, namun realitanya tidak sesuai dengan ekspetasi, nyatanya tindakan korupsi ini sudah menjadi penyakit tersendiri. Ibarat seperti kanker, sebuah penyakit ganas yang menjalar ke seluruh bagian tubuh. Padahal, dalam era Orde Lama ini telah terbentuk perundang-undangan mengenai tindakan pemberantas korupsi hingga membentuk lembaga anti korupsi yang cukup banyak dari pemerintahan maupun berbagai macam lembaga lainnya.
Dalam era Orde Lama terbentuk Undang-Undang yang memiliki fungsi untuk memberantas korupsi yang disebut dengan PARAN atau Panitia Retooling Aparatur Negara yang dipimpin oleh Jenderal A.H. Nasution. Namun hal ini tidak berfungsi bagaimana semestinya. Dapat dikatakan bahwa pada era Orde Lama ini para pemberantas korupsi dianggap mengalami kegagalan yang serius.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti kebijakan turunan atau derivasi yang belum sempurna, faktor tindakan pejabat kenegaraan yang tidak mau mendaftarkan kekayaannya kepada PARAN, Apalagi yang sudah terindikasi dengan tindak korupsi, Selanjutnya terdapat faktor kegagalan dari strategi pemberantasan korupsi yang digabung dengan sistem administrasi publiknya, dan yang terakhir adalah perilaku pejabat negara yang menolak untuk berkomitmen memberantas tindakan korupsi itu sendiri. Setelah lembaga pemberantas korupsi yang bernama PARAN resmi dibubarkan, pemerintahan mengeluarkan sebuah kebijakan baru mengenai pemberantasan korupsi yang dibentuk dalam Keppres No.275 Tahun 1963. Kebijakan ini kembali dipimpin oleh Jenderal A.H. Nasution yang memiliki tugas untuk melanjutkan kasus korupsi ke jalur hukum.
Targetnya merupakan berbagai macam lembaga yang dianggap rawan terjadinya korupsi serta BUMN. Namun pada akhirnya kebijakan tersebut gagal dilakukan karena tidak berjalan dengan baik. Hal tersebut yang disebabkan oleh sistem birokrasi dan relasi antara pejabat negara dengan Presiden. Selama Orde Lama ini, penanganan kasus korupsi dapat dikatakan belum bisa berjalan dengan baik hingga runtuhnya era Orde Lama tersebut.