Mohon tunggu...
Mochammad Farros Fatchur Roji
Mochammad Farros Fatchur Roji Mohon Tunggu... IT Engineer at Solar Nusantara

Security Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Kebiasaan Tertentu Bisa Sulit Dihentikan

27 November 2024   09:46 Diperbarui: 2 Desember 2024   08:02 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Design by macrovector on Freepik

Ketika membahas kebiasaan tertentu yang bisa mempengaruhi hidup seseorang, salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah kebiasaan tersebut bisa menyebabkan kecanduan. Menurut banyak ahli kecanduan, jawabannya adalah ya, kebiasaan tertentu memang bisa menyebabkan kecanduan.

Teori Pavlov dan Relevansinya dengan Kecanduan

Apakah nama "Pavlov" terdengar familiar bagi Anda? Jika tidak, mari kita lihat kembali penemuan bersejarah yang dibuat oleh Ivan Pavlov, seorang peneliti Rusia pada awal abad ke-20. Dalam eksperimennya yang terkenal dengan anjing, Pavlov menemukan bahwa anjing akan mengeluarkan air liur pada waktu makan, bukan hanya ketika mereka melihat makanan, tetapi juga saat mendengar langkah kaki pengasuh mereka.

Penemuan ini membuat Pavlov semakin tertarik untuk mengeksplorasi lebih lanjut. Dalam eksperimen lanjutan, Pavlov mulai membunyikan lonceng setiap kali memberi makan anjing-anjing tersebut. Tak lama kemudian, anjing-anjing tersebut mulai mengeluarkan air liur hanya dengan mendengar bunyi lonceng, meskipun tidak ada makanan di depan mereka.

Penemuan ini mengarah pada teori yang dikenal sebagai kondisioning Pavlovian, yang menjelaskan bagaimana otak manusia dan hewan dapat membentuk asosiasi otomatis antara stimulus tertentu dan respons. Hal ini menjadi dasar dari banyak teori psikologi yang membahas bagaimana kita dapat mengasosiasikan pengalaman atau objek dengan perasaan atau kebutuhan tertentu, bahkan jika keduanya tampak tidak berhubungan.

Kecanduan dan Perilaku Kompulsif

Ilmu Psikologi Perilaku telah berkembang pesat sejak penemuan Pavlov. 

Saat ini, kita memahami lebih banyak tentang bagaimana otak kita membentuk asosiasi bawah sadar, dan beberapa peneliti berpendapat bahwa kondisioning Pavlovian bisa menjelaskan dua misteri besar yang terkait dengan kecanduan dan perilaku kompulsif: (1) Mengapa seseorang terus melakukan perilaku tertentu meskipun itu membawa dampak negatif dalam hidup mereka, dan (2) Mengapa begitu mudah untuk kambuh ke perilaku ini, bahkan bertahun-tahun setelah berhenti.

Apakah Kebiasaan Tertentu Bisa Menyebabkan Kecanduan?

Sebelum melanjutkan, perlu disampaikan bahwa tidak semua orang yang melakukan kebiasaan tertentu dapat dianggap kecanduan. Meskipun beberapa orang mungkin mengalami kecanduan, sebagian besar orang yang terlibat dalam kebiasaan tersebut tidak memenuhi kriteria kecanduan yang dapat didiagnosis. 

Namun, bahkan jika seseorang tidak memenuhi kriteria klinis kecanduan, kebiasaan tersebut tetap bisa memiliki dampak negatif pada kehidupan mereka.

Kecanduan pada dasarnya adalah sebuah penyakit medis kronis yang dapat diobati, yang melibatkan interaksi kompleks antara sirkuit otak, genetika, lingkungan, dan pengalaman hidup seseorang. 

Orang dengan kecanduan cenderung terlibat dalam perilaku atau penggunaan substansi yang bersifat kompulsif dan sering kali terus melakukannya meskipun ada akibat yang merugikan (American Society of Addiction Medicine, 2019).

Perubahan yang terjadi di otak orang yang kecanduan sering kali bersifat neurologis, dan ada empat perubahan otak utama yang sering ditemukan pada otak yang kecanduan: sensitisasi, desensitisasi, hipofrontalitas, dan sistem stres yang rusak. 

Penelitian menunjukkan bahwa perubahan-perubahan ini juga dapat ditemukan pada mereka yang terlibat dalam kebiasaan tertentu yang bermasalah.

Sensitisasi dan Perannya dalam Kecanduan

Salah satu perubahan otak yang terkait dengan kecanduan adalah sensitisasi, yang terjadi ketika otak mulai membentuk asosiasi yang kuat antara objek atau perilaku tertentu dengan perasaan atau dorongan yang mendalam. Dalam teori sensitisasi insentif, keterlibatan berulang dalam perilaku yang adiktif dapat menciptakan ingatan dan asosiasi kuat antara perilaku tersebut dan lingkungan sekitarnya, yang kemudian memicu keinginan yang sangat kuat untuk melakukannya lagi.

Sebagai contoh, seseorang yang terbiasa mengonsumsi suatu substansi atau melakukan kebiasaan tertentu ketika merasa kesepian atau bosan, mungkin akan merasakan dorongan kuat untuk melakukannya lagi ketika mereka merasa kesepian atau bosan, meskipun aktivitas tersebut tidak lagi memberikan kenikmatan yang sama seperti sebelumnya.

Pentingnya Mengelola Sensitisasi
Proses sensitisasi dapat bertahan selama bertahun-tahun, bahkan setelah seseorang berhenti melakukan kebiasaan tersebut. Banyak penelitian menunjukkan bahwa sensitisasi memainkan peran penting dalam kecanduan, dengan menunjukkan kesamaan antara kecanduan substansi dan perilaku kompulsif. 

Dengan kata lain, meskipun seseorang berhenti melakukan kebiasaan tersebut, ingatan dan asosiasi yang telah terbentuk di otak mereka dapat memicu keinginan yang sangat kuat untuk kembali melakukannya.

Mengapa Kebiasaan Tertentu Bisa Sulit Dihentikan

Proses sensitisasi ini, yang dipadukan dengan perubahan otak lainnya yang terjadi pada mereka yang kecanduan, membuat kebiasaan tertentu sangat sulit untuk dihentikan. Meskipun demikian, berita baiknya adalah bahwa perubahan itu sangat mungkin untuk dilakukan. Penelitian menunjukkan bahwa dengan upaya yang berkelanjutan, otak bisa sembuh, bahkan dalam kasus kecanduan yang serius.

Perasaan bersalah bisa menjadi motivasi untuk melakukan perubahan yang lebih sehat, namun rasa malu justru bisa memperburuk kebiasaan yang bermasalah. Oleh karena itu, jika seseorang berusaha untuk mengubah kebiasaan mereka, sangat penting untuk bersikap baik kepada diri sendiri dan bersabar dengan proses yang sedang dijalani.

Kesimpulan: Perubahan Memerlukan Waktu dan Kesabaran

Seperti halnya otot yang membutuhkan waktu untuk berkembang, otak pun membutuhkan waktu untuk pulih dari kebiasaan yang merugikan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa dengan upaya harian yang konsisten, perubahan dapat tercapai. Semakin lama seseorang menjauhi kebiasaan tersebut, semakin mudah untuk melakukannya. Yang dibutuhkan adalah latihan dan kesabaran dalam proses tersebut.

Referensi

[1] American Society of Addiction Medicine, Definition of Addiction. 2019. [Online]. Tersedia: https://www.asam.org. [Diakses: 27-Nov-2024].

[2] Fight the New Drug, "Why porn can be difficult to quit," Fight the New Drug, 2023. [Online]. Tersedia: https://fightthenewdrug.org/why-porn-can-be-difficult-to-quit/. [Diakses: 27-Nov-2024].

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun