Dan mengapa oknum kepala daerah lah yang paling bertanggungjawab dalam hal ini ?, karena kelompok mayoritas di setiap daerah biasanya dimanfaatkan sebagai sarana untuk menjaga kepentingan popular vote semata oleh oknum kepala daerah yang ingin melanggengkan kekuasaannya.Â
Lalu mengapa kelompok dengan agama atau keyakinan minoritas lah yang sering dijadikan kambing "hitam?." Menurut Buku Pedoman PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLINDUNGAN HAK BERAGAMA ATAU BERKEYAKINAN (2015) halaman 3 "Kecenderungan untuk menggunakan isu - isu keragaman agama atau etnis sebagai alat untuk mencapai kekuasaan di suatu daerah.Â
Hal ini terkait dengan proses demokratisasi di Indonesia yang semakin menguat di daerah melalui pemilihan kepala daerah secara langsung, yang tidak jarang mengkapitalisasi isu keagamaan sebagai alat kampanye, jaminan politik bagi kelompok yang lebih besar, serta senjata ampuh untuk mengalahkan lawan politik."Â
Dari pernyataan tersebut, calon kepala daerah cenderung menggunakan agama mayoritas sebagai alat untuk memperoleh kemenangan dalam pilkada. Sehingga hal ini membuka ruang untuk kelompok intoleran untuk mengintimidasi, mem persekusi kelompok minoritas karena dianggap sebagai golongan anti pemerintah, dan dianggap sebagai aib daerah mayoritas.
Beberapa kasus di daerah Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah daerah sebagai pemelihara keharmonisan antar kehidupan umat beragama di masyarakat tidak menunjukkan kerukunan umat beragama. Namun sebaliknya mendukung gerakan intoleransi terhadap agama dan keyakinan minoritas. Tidak hanya di masyarakat, bahkan hal tersebut dapat dilakukan di lingkungan pemerintah daerah itu sendiri.Â
Beberapa peristiwa pelanggaran kebebasan umat beragama yang dilakukan oleh lembaga negara dalam hal ini Pemerintah Daerah :
* Diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan Sunda wiwitan di Cireundeu, Kota Cimahi, Kuningan, Jawa Barat yang seringkali mendapat tindakan diskriminasi dalam pelayanan KTP, Akta nikah dan Akta kelahiran anak dari pasangan penghayat .
* Penandatanganan petisi penolakan pembangunan gereja oleh salah satu Oknum Walikota di Jawa BaratÂ
* Oknum Bupati di Jawa Barat yang memutuskan menyegel bangunan gereja pada April 2023 di Desa Cigelam itu karena tidak berizin dan untuk menghindari konflik di antara masyarakat.Â
Menanggapi persoalan ini, Kementerian Agama menyayangkan keputusan Bupati menyegel gereja GKPS apalagi menjelang perayaan Paskah. Merujuk pada SKB 2 Menteri pasal 14 ayat 3, pemerintah daerah seharusnya memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah jika persyaratan pendirian belum terpenuhi.Â
Padahal landasan konstitusi Negara kita telah menjamin kebebasan warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaannya serta menjamin pelaksanaan praktek ibadah yang dilakukan warga negara tersebut, hal ini tertuang dalam Pasal 29 ayat (2) : "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."Â