Mohon tunggu...
Farouq Al Ghoribi
Farouq Al Ghoribi Mohon Tunggu... Lainnya - Santri yang hobi membaca dan seni

Ig : m.farouq.alg Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Ziarah Makam Mursyid Tarekat Syattariyah

29 Januari 2023   16:10 Diperbarui: 29 Januari 2023   16:07 4608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam Kiai Khusnun Malibari salah satu Guru Wasitah (Dok. Pribadi) 

Saat libur tahun barunan, anak-anak muda sepantaran saya, jalan-jalan ke pantai, ke cafe-cafe, kencan dengan gebetan dan lain sabagainya. tapi saya?... Kepantai dengan siapa? Ke Cafe (sudah agak bosan), kalau kencan? Kencan dengan siapa?  Wong saya ini jomblo wkwk. Jadi, akhirnya saya memutuskan untuk berlibur ke kuburan.

Hah, kuburan? Iya kuburan, maksud saya itu ziarah makam bro. Karena kebetulan saya ini santri yang sedang berlibur, jadi menurut saya, inilah jalan-jalan sambil liburan yang pas untuk saya.

Awalnya, Bapak saya itu didatangi sedulur tunggal gurunya dan dikabari bahwa, akan diadakan ziarah makam, dengan tujuan ke makam-makam Guru Wasithah atau lebih familiar disebut Mursyid Tarekat Syattariyah yang ada di Jawa Timur. Teman-temannya Bapak, menunjuk Bapak sebagai penunjuk jalan (karena sudah pernah ke tempat tujuan).

Kemudian, Bapak saya pun menyanggupinya. Dan ya begitulah, saya pun ikut andil dalam acara ziarah makam tersebut. Kebetulan saya ini sejak kecil sudah ikut Tarekat Syattariyah, jadi saya sangat bersemangat untuk mengikutinya.

Sejarah Tarekat Syattariyah

Menurut sejarah, Tarekat ini dinisbahkan kepada Syekh Abdullah As-Syattar. Orang yang berjasa mengembangkan dan mempopulerkannya di wilayah India. Sebelumnya, Tarekat ini lebih dikenal dengan nama Isyqiyah dan Bistamiyah.

Tarekat ini pertama kali masuk ke Indonesia, sekitar abad ke-17 an. Yang dibawa oleh seorang sufi Syekh Abdul Rauf As-Singkili Aceh, kemudian disebarkan oleh murid-murid beliau. Seperti di Sumatra oleh Syekh Burhanuddin Ulakan dan di daerah Jawa Barat oleh Syekh Safarwadi Abdul Muhyi Pamijahan. Dari Jawa Barat menyebar ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Nasab Guru Wasithat atau Mursyid Tarekat Syattariyah

1. Nabi Muhammad SAW
2. Sayyidina Ali bin Abi Thalib
3. Sayyidina Hasan bin Ali asy-Syahid
4. Imam Zainal Abidin
5. Imam Muhammad Baqir
6. Imam Ja'far Syidiq
7. Abu Yazid al-Busthami
8. Syekh Muhammad Maghrib
9. Syekh Arabi al-Asyiqi
10. Qutb Maulana Rumi ath-Thusi
11. Qutb Abu Hasan al-Hirqani
12. Syekh Hud Qaliyyu Marawan Nahar
13. Syekh Muhammad Asyiq
14. Syekh Muhammad Arif
14. Syekh Abdullah asy-Syattar
16. Syekh Hidayatullah Saramat
17. Syekh al-Haj al-Hudhuri
18. Syekh Muhammad Ghauts
19. Syekh Wajihudin, kepada
20. Syekh Sibghatullah bin Ruhullah
21. Syekh Ibnu Mawahib Abdullah Ahmad bin Ali
22. Syekh Muhammad Ibnu Muhammad,
23. Syekh Abdul Rauf Singkel
24. Syekh Abdul Muhyi (Safarwadi, Tasikmalaya)
 25. Kiai Mas Bagus (Kiai Abdullah) di Safarwadi
26. Kiai Mas Bagus Nida' (Kiai Mas Bagus Muhyiddin) di Safarwadi
27. Kiai Muhammad Sulaiman (Bagelan, Jateng)
28. Kiai Mas Bagus Nur Iman (Bagelan)
29. Kiai Mas Bagus Hasan Kun Nawi (Bagelan)
30. Kiai Mas Bagus Ahmadi (Kalangbret, Tulungagung), kepada
31. Raden Margono (Kincang, Maospati)
32. Kiai Ageng Aliman (Pacitan)
33. Kiai Ageng Ahmadiya (Pacitan)
34. Kiai Haji Abdurrahman (Tegalreja, Magetan)
35. Raden Ngabehi Wigyowinoto (Palang Kayo Caruban)
36. Nyai Ageng Hardjo Besari (Tegalreja, Magetan)
37. Kiai Hasan Ulama (Takeran, Magetan)
38. Kiai Imam Mursyid Muttaqin (Takeran)
39. Kiai Muhammad Kusnun Malibari (Tanjunganom, Nganjuk)
40. Kiai Imam Isfandi (Kendal, Ngawi).

Kurang lebih seperti itulah silsilahnya. Namun yang saya ziarahi hanya yang ada di Jawa Timur saja. Itupun hanya beberapa. Ya, semoga saja, lain waktu dapat mengunjungi yang lainnya lagi.

Saya berangkat pada pukul 05:30 WIB. Dari rumah, kemudian menuju ke tempat perkumpulan; yakni dirumah Mbah Suyut Tosanan. Dari situ saya bersama rombongan yang berjumlah 10 orang, berangkat menggunakan mobil, untuk menuju ke Magetan, tepatnya di Tegalrejo.

Makam KH. Abdurrohman dan Nyai Ageng Hardjo Besari Tegalrejo.

Saya tiba di Tegalrejo, Magetan sekitar pukul 07:00 WIB. Setelah sampai, langsung saja bersama rombongan menuju makam yang ada dibelakang Masjid. Makam yang pertama kali diziarahi adalah makamnya KH. Abdurrohman. 

KH. Abdurrohman adalah salah satu pengikut Pangeran Diponegoro. Menurut sejarah, KH. Abdurrohman adalah keturunan dari keraton Pajajaran, beliau berasal dari Jawa Barat kemudian hijrah ke Jawa Tengah. Setelah perang Jawa usai, tepatnya pada tahun 1835 (seperti yang ada di inskripsi gapura Masjid), KH. Abdurrohman mendirikan masjid sekaligus pesantren untuk menyerukan syiar agama Islam di daerah Tegalrejo.

Setelah dari makam KH. Abdurrohman, saya dan rombongan langsung menuju makam Nyai Harjo Besari. Yang terletak di sebelah barat dari makam KH. Abdurrohman. Nyai Harjo Besari adalah salah satu putri dari KH. Abdurrohman, beliau juga termasuk Guru Wasitah.

Saat menziarahi makam para Guru itu. Saya kagum melihat makam-makam yang ada disitu. Pemakamannya unik karena, kijingnya ada yang terbuat dari batu khas jaman dahulu. Benar-benar menunjukkan bahwa pemakaman ini sudah sangat tua.

Makam KH. Abdurrohman (Dok. Pribadi) 
Makam KH. Abdurrohman (Dok. Pribadi) 

Masjid KH. Abdurrohman tampak dari belakang (Dok. Pribadi) 
Masjid KH. Abdurrohman tampak dari belakang (Dok. Pribadi) 

Selepas berziarah, kami pun pergi ke parkiran untuk sarapan. Sebelum itu, ada peristiwa unik disini. Dimana banyak orang termasuk ada yang dari rombongan kami membawa galon kosong. Kemudian diisi dengan air dari sumur yang ada didepan samping kanan Masjid. Konon, air sumur itu kandungannya hampir sama dengan air zam-zam di Mekah.

Kata Bapak saya KH. Abdurrohman, dulu menunaikan ibadah haji dan saat berada di sana berdo'a supaya diberi sumur yang airnya seperti air zam-zam. Maka orang-orang pun percaya bahwa air dari sumur ini memiliki khasiat, sehingga banyak yang mengambil airnya. Waullahu a'lam.

Makam Kiai Hasan Ulama Takeran

Setelah dari Tegalrejo, kami pun melanjutkan perjalanan ke Pondok Pesantren Salafiyyah Cokrokertopati atau PSM Takeran. Pondok ini didirikan oleh Kiai Hasan Ulama pada sekitar abad ke-18. Kiai Hasan Ulama sendiri, merupakan putra dari penasehat spiritual Pangeran Diponegoro yang bernama Kiai Kholifah atau Pangeran Cokrokertopati, yang dimakamkan di Bogem, Ponorogo. Beliau juga termasuk salah satu Mursyid Tarekat Syattariyyah.

Memasuki gapura pondok, nuansa pesantrennya pun sangat berasa. Santri-santri berlalu lalang, ada yang duduk duduk di Masjid, ada yang membersihkan kamar mandi. Santri-santrinya pun sangat ramah membuat jiwa kesantrian saya melonjak.

Saya dan rombongan langsung menuju makam yang ada dibelakang Masjid. Pemakaman disini sangat bersih, tanahnya ditutupi batu-batu kecil supaya bersih dan tidak becek. Oh ya, saat memasuki area pemakam alas kaki dicopot ya, bukan kenapa-kenapa, cuma untuk menghormati saja. Namanya juga orang Jawa yang sangat menjunjung etika.

Yang kami ziarahi disini adalah Makam Kiai Hasan Ulama dan KH. Imam Muttaqin (putra Kiai Hasan Ulama, yang juga seorang Mursyid Tarekat Syattariyyah). Sebenarnya ada satu lagi Mursyid yang berasal dari pondok ini. Namanya Kiai Imam Mursyid Muttaqin, namun makam beliau tidak ada. Karena, pada saat geger PKI Musso, Kiai Imam Musyid di tangkap dan rencananya akan ikut dieksekusi, akan tetapi sebelum di eksekusi Kiai Imam Mursyid hilang bersama dengan jasadnya atau orang Jawa menyebutnya Mati Mukso. Maka dari itu, sampai sekarang tidak ada makamnya.

Makam Kiai Hasan Ulama (Dok. Pribadi) 
Makam Kiai Hasan Ulama (Dok. Pribadi) 

Makam KH. Imam Muttaqin (Dok. Pribadi) 
Makam KH. Imam Muttaqin (Dok. Pribadi) 

Makam Kiai Khusnun Malibari Tanjunganom

Dari Takeran, Magetan. Saya dan rombongan langsung menuju Kabupaten Nganjuk, tepatnya di kecamatan Tanjunganom, tujuan kami adalah ke makam Kiai Khusnun Malibari.
 
Kiai Khusnun adalah seorang Mursyid Tarekat Syattariyah, yang merupakan murid dari Kiai Imam Mursyid Muttaqin. Beliau adalah guru dari guru saya. Jujur saya tidak banyak tahu dengan beliau, jadi ya hanya sebatas itu yang saya ketahui.

Makam Kiai Khusnun Malibari (Dok. Pribadi) 
Makam Kiai Khusnun Malibari (Dok. Pribadi) 

Masjid PSM Tanjunganom tampak dari belakang (Dok. Pribadi)
Masjid PSM Tanjunganom tampak dari belakang (Dok. Pribadi)

Setelah dari Tanjunganom kamipun langsung pulang, tak lupa kami makan di warung pinggir jalan di arah Nganjuk-Caruban. Saya sangat menikamati perjalanan ini, rasa pusing dan lelah hilang seketika, pudar bagaikan kapas ditiup angin. Plong. Maaf bila tulisan saya masih acak-acakan, namanya juga masih belajar. Maklumi saja, Hehehe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun