"Hah??"
"Aku hanya hidup ketika kamu bermimpi di malam hari, tidak ada siang dan terang cahaya disini"
"Omong kosong apa yang kau sedang sepakati?"
Seketika hujan dengan deras mengguyur dunia mimpinya, duniaku, dunia dimana aku seorang diri menerima tamu setiap harinya, menggantikannya hidup dikala ia tidur, dia istirahat aku hidup, aku hidup dia istirahat dan begitu seterusnya.Â
Hujan mengguyur cukup lama membuatku basah kuyup lalu sablon-sablon di bajuku ini luntur merambat melewati celana putih dan sela-sela jari kakiku.
Tidak ada tamu hari ini hanya hujan yang mengguyur, untung tidak ada jemuran yang lupa untuk diangkat atau kandang burung yang lupa dipinggirkan.Â
Hujan tidak berarti apa-apa, tidak menyuburkan sesuatu dan tidak beriringan dengan doa petani yang lahannya kekeringan. Hanya luntur, hujan membuat dunianya yang penuh dengan sablon karet ini luntur menjadi warna-warna basah yang menjijikan.
Hujan disini tidak didahului oleh mendung dan suara gelegar petir, jangan membayangkan tetesan air kencang yang jatuh dari langit. Air hanya diam namun berjejer dan berderet dengan rapi di depan mataku dan menembus ujung ubun-ubunku.
Bahkan aku saja tidak pernah tahu apakah setiap apa yang diatas kepalaku disebut langit atau bukan karena kadangkala kepalaku tidak selalu berada di atas leherku ini dan menjulang dengan vertikal. Setidaknya, setiap hujan dunia ini tidak pernah menerima tamu dan aku tidak kelelahan dikejar-kejar setiap mereka yang berkunjung kesini.
"Padahal tidurku selalu teratur, kenapa hari ini rasanya ngantuk sekali..."
"Kalo tidur nyenyak tapi masih lemes katanya waktu tidur kamu terlalu aktif!"