Motif utama di balik serangan ini adalah ideologi dan ambisi ekonomi. Hitler ingin menghancurkan komunisme dan menggulingkan Joseph Stalin, pemimpin Soviet yang telah lama menjadi musuh ideologisnya. Selain itu, Uni Soviet, dengan wilayahnya yang luas dan kaya sumber daya, terutama Ukraina yang dikenal sebagai "keranjang roti" Eropa, menjadi sasaran strategis yang berharga bagi Jerman. Dengan menguasai wilayah tersebut, Hitler berharap dapat mengamankan pasokan pangan, minyak, dan bahan mentah yang sangat dibutuhkan untuk menopang mesin perangnya dalam jangka panjang.
Pada awalnya, Operasi Barbarossa berjalan sesuai rencana. Pasukan Jerman, yang mengandalkan taktik blitzkrieg (perang kilat), maju dengan kecepatan yang mengejutkan. Mereka menduduki wilayah-wilayah penting di Eropa Timur, termasuk wilayah Baltik, Belarusia, dan Ukraina. Di setiap pertempuran awal, pasukan Soviet terpaksa mundur karena keunggulan Jerman dalam persenjataan dan taktik. Pada musim panas 1941, Jerman bahkan berhasil mendekati ibu kota Uni Soviet, Moskow, dalam waktu yang relatif singkat, menciptakan kepanikan di pihak Soviet.
Namun, meskipun mengalami kerugian besar, Uni Soviet di bawah pimpinan Stalin tidak pernah menyerah. Stalin, yang sempat terkejut dengan serangan mendadak Jerman, segera mengorganisir pertahanan negara dan memobilisasi seluruh sumber daya untuk melawan invasi tersebut. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Uni Soviet memiliki keuntungan dalam jumlah manusia dan wilayah, yang memberikan mereka kemampuan untuk terus memproduksi senjata dan merekrut pasukan dalam jumlah besar. Stalin juga mengadopsi strategi "bumi hangus", di mana pasukan Soviet membakar ladang, menghancurkan infrastruktur, dan merusak jalur transportasi agar tidak bisa dimanfaatkan oleh pasukan Jerman.
Namun, yang menjadi titik balik utama bagi Jerman dalam kampanye ini adalah datangnya musim dingin Rusia yang keras. Hitler dan jenderal-jenderalnya, yang terlalu percaya diri dengan kemampuan mereka untuk menyelesaikan perang sebelum musim dingin tiba, tidak mempersiapkan pasukan mereka untuk kondisi cuaca ekstrem di Rusia. Suhu yang sangat rendah, medan yang sulit, dan kurangnya perbekalan memaksa pasukan Jerman untuk melambat. Peralatan militer mulai rusak, dan banyak tentara Jerman yang tewas bukan karena pertempuran, melainkan karena kedinginan dan kelaparan.
Pada akhir tahun 1941, Jerman berusaha untuk merebut Moskow dalam serangan terakhir sebelum musim dingin sepenuhnya melumpuhkan mereka. Namun, perlawanan gigih dari Tentara Merah, didukung oleh rakyat sipil Soviet yang berjuang mempertahankan ibu kota mereka, menghentikan serangan tersebut. Pada Desember 1941, dengan kondisi pasukan Jerman yang semakin lemah, Tentara Merah melancarkan serangan balasan besar-besaran yang berhasil memaksa pasukan Jerman mundur dari Moskow. Ini menjadi pertama kalinya sejak dimulainya Perang Dunia II bahwa pasukan Jerman mengalami kekalahan signifikan di medan perang.
Kegagalan untuk merebut Moskow menandai titik balik penting dalam Perang Dunia II. Invasi Jerman ke Uni Soviet, yang awalnya tampak seperti kemenangan pasti, mulai terlihat sebagai bencana militer yang tidak bisa dihindari. Meskipun pertempuran di Front Timur terus berlanjut dengan intensitas yang luar biasa selama beberapa tahun ke depan, mulai dari Pertempuran Stalingrad hingga Kursk, kegagalan Operasi Barbarossa menunjukkan bahwa Jerman tidak lagi tak terkalahkan. Jumlah korban jiwa di kedua belah pihak sangat besar, dengan jutaan tentara dan warga sipil yang tewas, menjadikan Front Timur sebagai medan perang paling mematikan dalam sejarah manusia.
Pertempuran di Front Timur tidak hanya mengubah arah perang, tetapi juga menciptakan penderitaan luar biasa bagi penduduk sipil. Pendudukan Jerman di wilayah Soviet ditandai dengan kebrutalan yang luar biasa, termasuk pembantaian massal terhadap penduduk Yahudi dan tindakan genosida lainnya. Di sisi lain, Stalin memanfaatkan situasi tersebut untuk memperkuat kontrol politiknya di dalam negeri, memberlakukan kebijakan ketat untuk memastikan rakyat Soviet tetap loyal dan mendukung perang melawan Nazi.
Meskipun Jerman terus berjuang keras untuk mempertahankan posisi mereka di Front Timur, mereka tidak pernah pulih sepenuhnya dari kegagalan awal mereka dalam merebut Moskow dan menghancurkan Uni Soviet. Pertempuran di Front Timur menjadi salah satu faktor utama yang menguras sumber daya Jerman dan berkontribusi pada kekalahan akhir mereka dalam Perang Dunia II.
Amerika Serikat Masuk Perang: Serangan Jepang ke Pearl Harbor (1941)
Pada 7 Desember 1941, dunia dikejutkan oleh serangan mendadak Jepang terhadap pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbor, Hawaii. Di pagi hari yang tenang, lebih dari 350 pesawat tempur Jepang muncul di atas langit Pearl Harbor dan melancarkan serangan udara yang sangat menghancurkan. Serangan tersebut menargetkan kapal-kapal perang, pesawat tempur, serta infrastruktur militer penting milik Amerika. Dalam waktu kurang dari dua jam, Jepang berhasil merusak atau menghancurkan delapan kapal perang, tiga kapal penjelajah, dan hampir 200 pesawat tempur. Lebih dari 2.400 tentara dan warga sipil Amerika tewas, dan lebih dari 1.000 lainnya terluka.
Serangan ke Pearl Harbor adalah bagian dari rencana strategis Jepang untuk menetralkan ancaman Angkatan Laut AS di Pasifik dan memuluskan jalan bagi ekspansi Jepang di Asia Tenggara dan Pasifik. Selama beberapa dekade, Jepang telah mencoba memperluas pengaruhnya di kawasan tersebut, dengan menjajah Korea, China, dan kemudian menduduki wilayah Asia Tenggara untuk mengamankan sumber daya alam yang mereka perlukan, seperti minyak dan karet. Namun, ekspansi Jepang bertentangan dengan kepentingan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, yang khawatir atas dominasi Jepang di kawasan tersebut.
Sebelum serangan ini, hubungan antara Amerika Serikat dan Jepang sudah sangat tegang, terutama setelah AS memberlakukan embargo minyak terhadap Jepang sebagai protes atas invasi Jepang ke China dan Indo-China Prancis. Embargo ini secara langsung mengancam ekonomi Jepang dan kemampuan militernya untuk melanjutkan perang di Asia. Oleh karena itu, Jepang memandang serangan terhadap Pearl Harbor sebagai langkah preventif untuk melumpuhkan AS sebelum negara itu sempat mengintervensi ekspansi mereka di Asia.