Operasi penumpasan pemberontakan DI/TII, meskipun dimulai pada akhir 1950-an dan berlanjut hingga awal 1960-an, merupakan bagian integral dari usaha awal TNI untuk mempertahankan kedaulatan negara. Pemberontakan ini dipimpin oleh Kartosuwiryo yang mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) pada akhir 1940-an dengan tujuan mendirikan negara berbasis syariah di Indonesia. Gerakan separatis ini menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
TNI menghadapi pemberontakan ini dengan melancarkan operasi militer besar-besaran. Di Jawa Barat, operasi militer dilakukan untuk mengatasi gerilyawan DI/TII yang menguasai daerah pegunungan dan hutan. Salah satu puncak dari operasi ini adalah penangkapan Kartosuwiryo pada tahun 1962 di Gunung Geber. Penangkapan ini dilakukan melalui operasi gabungan yang melibatkan intelijen, operasi darat, dan penyerbuan di lokasi-lokasi strategis. Setelah penangkapannya, Kartosuwiryo diadili dan dieksekusi pada tahun yang sama, menandai berakhirnya pemberontakan DI/TII. Keberhasilan operasi ini tidak hanya membuktikan ketangguhan TNI dalam mengatasi ancaman separatis tetapi juga mengamankan integritas wilayah Indonesia.
3. Operasi Trikora (1961-1962)
Walaupun Operasi Trikora dimulai pada awal dekade 1960-an dan tidak secara langsung berada dalam rentang waktu 1945-1950, namun penting untuk memahami konteks operasi ini sebagai bagian dari perjuangan Indonesia untuk mengintegrasikan wilayahnya. Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) adalah operasi militer besar yang dilakukan oleh Indonesia untuk merebut kembali Irian Barat (sekarang Papua) dari tangan Belanda. Setelah Indonesia merdeka, Belanda masih berusaha mempertahankan Irian Barat sebagai bagian dari koloninya. Presiden Soekarno merasa bahwa Irian Barat merupakan bagian sah dari Indonesia dan bahwa perjuangan merebutnya adalah bagian dari penyelesaian revolusi kemerdekaan Indonesia.
Pada 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat, yang dikenal sebagai Trikora, yang memerintahkan seluruh rakyat Indonesia untuk:
1. Menggagalkan pembentukan Negara Papua buatan Belanda.
2. Mengibarkan Sang Merah Putih di seluruh Irian Barat.
3. Mempersiapkan mobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dan persatuan tanah air Indonesia.
Operasi Trikora melibatkan berbagai komponen militer Indonesia, termasuk Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Operasi ini direncanakan dengan matang, termasuk operasi infiltrasi dan operasi militer terbuka jika diperlukan. Salah satu operasi penting dalam Trikora adalah Operasi Jaya Wijaya, yang merupakan rencana pendaratan besar-besaran di Irian Barat.
Namun, tekanan militer dari Indonesia dan situasi internasional yang semakin mendukung dekolonisasi akhirnya memaksa Belanda untuk mencari jalan diplomatis. Melalui perjanjian New York yang ditandatangani pada 15 Agustus 1962, Belanda setuju untuk menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), dan secara resmi menjadi bagian dari Indonesia pada 1 Mei 1963. Perjuangan dan operasi militer selama periode ini menandai keberhasilan diplomasi dan kekuatan militer Indonesia dalam menyelesaikan isu kolonial dan memperkuat kedaulatan nasional.
Operasi Militer di Era Orde Baru (1967-1998)
Era Orde Baru, yang dimulai dengan pelantikan Jenderal Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia pada tahun 1967, menandai perubahan signifikan dalam struktur dan fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (TNI). Periode ini dicirikan oleh transformasi besar-besaran dalam peran TNI, yang tidak hanya berfungsi sebagai alat pertahanan negara tetapi juga sebagai kekuatan politik dominan yang memainkan peran sentral dalam menjaga stabilitas sosial dan politik nasional. Konsep Dwifungsi ABRI yang diterapkan pada masa itu memungkinkan TNI untuk terlibat dalam berbagai aspek kehidupan bernegara, termasuk dalam bidang politik dan sosial, yang mengakibatkan peningkatan pengaruh TNI dalam pengambilan keputusan politik dan pemerintahan. Dalam konteks ini, berbagai operasi militer yang dilakukan oleh TNI tidak hanya berkisar pada pertahanan negara tetapi juga pada penanganan ancaman domestik dan internasional.
1. Operasi Penumpasan Pemberontakan DI/TII (1950-an - 1962)
Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) merupakan salah satu ancaman terbesar yang dihadapi oleh Indonesia pada awal kemerdekaan. Pemberontakan ini dipimpin oleh Kartosuwiryo yang mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) pada akhir 1940-an dengan tujuan mendirikan negara berbasis syariah di Indonesia. Gerakan separatis ini menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Pemberontakan DI/TII mengancam integritas negara Indonesia yang baru berdiri, dan memerlukan respons militer yang kuat untuk menanganinya.