Transaksi ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat dapat dipastikan menggunakan uang sebagai alat pembayaran. Penggunaan suatu mata uang, semula hanyalah didasarkan pada kesepakatan dari masyarakat yang mempergunakan.
Bagaimana awalnya seseorang memutuskan untuk mengadopsi mata uang tertentu?
Penggunaan mata uang biasanya diatur oleh hukum dalam budaya kontemporer. Misalnya, UU No. 23 tahun 1999, yang dimodifikasi oleh UU No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia, mengatur Rupiah, mata uang dominan di Indonesia; Ringgit adalah mata uang resmi Malaysia; Bath adalah mata uang resmi Thailand; dolar AS adalah mata uang resmi Amerika Serikat; dan yen adalah mata uang Jepang  (Simorangkir, 2004).
Mengapa penting bagi setiap negara untuk memiliki peraturan moneter yang sah?
Dalam ekonomi terbuka, penggunaan uang untuk memfasilitasi transaksi tidak terbatas pada warga negaranya; uang juga dapat digunakan oleh warga negara lain untuk melakukan bisnis dengan menggunakan mata uang yang sama. Ketika membayar impor produk dan layanan kepada warga negara di luar negeri, uang biasanya dipertukarkan dengan penduduk negara lain (Simorangkir, 2004).
Bagaimana negara memutuskan mata uang mana yang akan digunakan untuk transaksi lintas negara?
Perbedaan nilai atau harga antara mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain dikenal sebagai nilai tukar. Nilai tukar adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan perbandingan ini (Amalia, 2007). Harga mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain dikenal sebagai nilai tukar mata uang asing, menurut Ekananda (2015:168). Karena ada dua mata uang yang terlibat dalam nilai tukar ini, sisi penawaran dan permintaan menentukan posisi keseimbangan kedua mata uang tersebut.
Jumlah atau harga mata uang lokal relatif terhadap mata uang asing adalah apa yang Salvatore (1997) sebut sebagai nilai tukar. Contohnya, dibutuhkan dua rupiah untuk membeli satu poundsterling. Nilai tukar antara poundsterling dan rupiah dapat dituliskan sebagai berikut: £1 = RP2. Jumlah uang domestik yang dibutuhkan untuk dikonversi ke mata uang asing adalah nilai tukar, sesuai dengan beberapa definisi yang diberikan di atas (Ikhsan, 2017)
Globalisasi ekonomi dunia telah membuat pergerakan uang dan arus modal antar negara sangat rentan terhadap aktivitas spekulasi. Nilai mata uang suatu negara juga dipengaruhi oleh faktor-faktor ini. Negara-negara dengan sistem nilai tukar tetap sangat rentan terhadap fluktuasi ini. Krisis nilai tukar di Amerika Latin dan negara-negara Asia pada tahun 1997/98 berdampak negatif terhadap perekonomian, yang menyebabkan kenaikan harga-harga dan kewajiban utang luar negeri yang lebih tinggi. Bank Indonesia, berdasarkan UU No. 4 tahun 2003, bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas nilai Rupiah, memastikan terkendalinya tingkat inflasi dan nilai Rupiah terhadap mata uang asing (Simorangkir, 2004).
Menurut (Marliah, 2016) Penentuan Nilai tukar merupakan suatu hal penting bagi perekonomian suatu negara karena hal tersebut merupakan satu alat yang dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengisolasi perekonomian suatu negara  dari gejolak perekonomian global. Pada dasarnya kebijakan nilai tukar yang ditetapkan suatu negara mempunyai beberapa fungsi utama (Oesman, 1999), yaitu:
- Untuk mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran dengan sasaran akhir menjaga kecukupan cadangan devisa.
- Untuk menjaga kestabilan pasar domestik.
- Sebagai instrumen moneter khusus bagi negara yang menerapkan suku bunga dan nilai tukar sebagai sasaran operasional kebijakan moneter.
- Sebagai nominal anchor dalam pengendalian inflasi.
Pengaruh Hubungan Antara Inflasi dan Nilai Tukar
Inflasi dan nilai tukar mata uang saling terkait. Harga barang impor, termasuk barang konsumsi dan sumber daya mentah, meningkat saat mata uang melemah. Akibatnya, harga barang naik (inflasi). Akibatnya, permintaan akan barang impor mungkin berkurang, yang dapat menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi negara.
Dampak pada Bisnis dan Keuangan
Perusahaan-perusahaan juga terpengaruh oleh nilai tukar, terutama yang memiliki utang dalam mata uang asing. Utang menjadi lebih mahal dalam mata uang rupiah ketika nilai tukar menurun, sehingga pembayaran kembali menjadi lebih sulit. Beberapa bisnis bisa saja bangkrut sebagai akibatnya, yang akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan. Karena mereka mungkin tidak akan menerima uang mereka kembali, bank dan lembaga keuangan lainnya yang memberikan pinjaman kepada bisnis ini juga terkena dampaknya.
Dampak Ekonomi Secara Tidak Langsung
Kondisi ekonomi secara umum juga dipengaruhi oleh nilai tukar. Orang cenderung membeli lebih sedikit barang impor saat harganya naik. Namun, ekonomi domestik mungkin berada di bawah banyak tekanan yang menghambat pertumbuhan jika nilai tukar terlalu lemah (Simorangkir, 2004).
Stabilitas mata uang dan nilai tukar suatu negara sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekonomi baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagai alat pembayaran utama, mata uang telah berkembang menjadi komponen penting dalam kehidupan ekonomi sehari-hari. Awalnya didirikan berdasarkan konsensus masyarakat, penggunaan uang kemudian dilegalkan, seperti yang terjadi di Indonesia dengan peraturan Rupiah oleh UU No. 23 tahun 1999 dan UU No. 3 tahun 2004. Aturan-aturan ini membantu mengatasi isu-isu ekonomi global seperti transaksi lintas batas dan volatilitas pasar, selain mengatur penggunaannya di dalam negeri.
Hubungan ekonomi antara dua negara tercermin dalam nilai tukar mata uang, yang dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan. Karena secara langsung memengaruhi inflasi, daya beli masyarakat, dan operasional perusahaan, stabilitas nilai tukar sangat penting. Harga barang impor naik ketika nilai tukar menurun, yang menyebabkan inflasi dan penurunan daya beli masyarakat. Di sisi lain, nilai tukar yang terlalu tinggi dapat merusak kinerja ekonomi secara keseluruhan dengan menurunkan daya saing ekspor. Oleh karena itu, kebijakan nilai tukar yang masuk akal merupakan instrumen taktis untuk menjaga cadangan devisa, mengurangi inflasi, dan menjaga stabilitas ekonomi domestik.
Ilustrasi yang jelas tentang bagaimana volatilitas nilai tukar dapat berdampak buruk pada perekonomian adalah krisis keuangan Asia pada tahun 1997-1998. Biaya impor dan utang luar negeri meningkat drastis ketika nilai mata uang menurun secara signifikan, yang membebani sektor keuangan dan menaikkan harga barang serta menyebabkan kebangkrutan bisnis. Krisis ini menunjukkan betapa pentingnya bank sentral-seperti Bank Indonesia-dalam menjaga stabilitas moneter melalui kebijakan yang masuk akal.
Selain itu, kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh setiap negara diperparah oleh globalisasi ekonomi. Spekulasi mata uang dan arus modal lintas batas yang cepat dapat menyebabkan volatilitas yang parah, yang membahayakan stabilitas ekonomi. Koordinasi strategi moneter, fiskal, dan manajemen nilai tukar sangat penting dalam situasi ini.
Pada akhirnya, stabilitas nilai tukar mencakup lebih dari sekadar menjaga nilai mata uang relatif terhadap mata uang lain; stabilitas nilai tukar juga mencakup menjaga kesejahteraan individu, membantu komunitas bisnis, dan menjamin ekspansi ekonomi yang stabil. Oleh karena itu, kebijakan moneter yang kuat, manajemen cadangan devisa yang bijaksana, dan kerja sama antar lembaga sangat diperlukan untuk mengatasi dinamika ekonomi global yang terus berubah. Kemakmuran jangka panjang suatu negara secara signifikan bergantung pada stabilitas ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H