Menurut (Marliah, 2016) Penentuan Nilai tukar merupakan suatu hal penting bagi perekonomian suatu negara karena hal tersebut merupakan satu alat yang dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengisolasi perekonomian suatu negara  dari gejolak perekonomian global. Pada dasarnya kebijakan nilai tukar yang ditetapkan suatu negara mempunyai beberapa fungsi utama (Oesman, 1999), yaitu:
- Untuk mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran dengan sasaran akhir menjaga kecukupan cadangan devisa.
- Untuk menjaga kestabilan pasar domestik.
- Sebagai instrumen moneter khusus bagi negara yang menerapkan suku bunga dan nilai tukar sebagai sasaran operasional kebijakan moneter.
- Sebagai nominal anchor dalam pengendalian inflasi.
Pengaruh Hubungan Antara Inflasi dan Nilai Tukar
Inflasi dan nilai tukar mata uang saling terkait. Harga barang impor, termasuk barang konsumsi dan sumber daya mentah, meningkat saat mata uang melemah. Akibatnya, harga barang naik (inflasi). Akibatnya, permintaan akan barang impor mungkin berkurang, yang dapat menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi negara.
Dampak pada Bisnis dan Keuangan
Perusahaan-perusahaan juga terpengaruh oleh nilai tukar, terutama yang memiliki utang dalam mata uang asing. Utang menjadi lebih mahal dalam mata uang rupiah ketika nilai tukar menurun, sehingga pembayaran kembali menjadi lebih sulit. Beberapa bisnis bisa saja bangkrut sebagai akibatnya, yang akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan. Karena mereka mungkin tidak akan menerima uang mereka kembali, bank dan lembaga keuangan lainnya yang memberikan pinjaman kepada bisnis ini juga terkena dampaknya.
Dampak Ekonomi Secara Tidak Langsung
Kondisi ekonomi secara umum juga dipengaruhi oleh nilai tukar. Orang cenderung membeli lebih sedikit barang impor saat harganya naik. Namun, ekonomi domestik mungkin berada di bawah banyak tekanan yang menghambat pertumbuhan jika nilai tukar terlalu lemah (Simorangkir, 2004).
Stabilitas mata uang dan nilai tukar suatu negara sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekonomi baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagai alat pembayaran utama, mata uang telah berkembang menjadi komponen penting dalam kehidupan ekonomi sehari-hari. Awalnya didirikan berdasarkan konsensus masyarakat, penggunaan uang kemudian dilegalkan, seperti yang terjadi di Indonesia dengan peraturan Rupiah oleh UU No. 23 tahun 1999 dan UU No. 3 tahun 2004. Aturan-aturan ini membantu mengatasi isu-isu ekonomi global seperti transaksi lintas batas dan volatilitas pasar, selain mengatur penggunaannya di dalam negeri.
Hubungan ekonomi antara dua negara tercermin dalam nilai tukar mata uang, yang dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan. Karena secara langsung memengaruhi inflasi, daya beli masyarakat, dan operasional perusahaan, stabilitas nilai tukar sangat penting. Harga barang impor naik ketika nilai tukar menurun, yang menyebabkan inflasi dan penurunan daya beli masyarakat. Di sisi lain, nilai tukar yang terlalu tinggi dapat merusak kinerja ekonomi secara keseluruhan dengan menurunkan daya saing ekspor. Oleh karena itu, kebijakan nilai tukar yang masuk akal merupakan instrumen taktis untuk menjaga cadangan devisa, mengurangi inflasi, dan menjaga stabilitas ekonomi domestik.
Ilustrasi yang jelas tentang bagaimana volatilitas nilai tukar dapat berdampak buruk pada perekonomian adalah krisis keuangan Asia pada tahun 1997-1998. Biaya impor dan utang luar negeri meningkat drastis ketika nilai mata uang menurun secara signifikan, yang membebani sektor keuangan dan menaikkan harga barang serta menyebabkan kebangkrutan bisnis. Krisis ini menunjukkan betapa pentingnya bank sentral-seperti Bank Indonesia-dalam menjaga stabilitas moneter melalui kebijakan yang masuk akal.
Selain itu, kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh setiap negara diperparah oleh globalisasi ekonomi. Spekulasi mata uang dan arus modal lintas batas yang cepat dapat menyebabkan volatilitas yang parah, yang membahayakan stabilitas ekonomi. Koordinasi strategi moneter, fiskal, dan manajemen nilai tukar sangat penting dalam situasi ini.