"Hei, hei" ujarnya
"Lihat siapa yang aku temui disini. Dirinya masih hidup, yang paling pengecut di antara yang lainnya" tunjuk prajurit Belanda itu kepada seorang penyintas, Yono.
"T-tolong, a-ampuni diriku..." ujar Yono bersimpuh memohon. Memang dirinya tidak terluka parah, tetapi jiwa dan mentalnya hancur karena kejadian yang begitu singkat dan keji itu.
Prajurit belanda itu menempelkan ujung senpi miliknya di dahi Yono yang telah berkeringat dingin. Yono gemetar ketakutan setengah mati, berpikir untuk berlari dirinya pasti akan dihujamkan peluru, mencoba untuk melawan akan berakhir peluru yang hinggap di dahinya. Tidak ada upaya lain selain berdoa kepada tuhan, Yono berpikir sejenak, tidak pikirnya. Barangkali lebih tepat bila mengharapkan rasa iba yang berada di lubuk hati para prajurit Belanda ini, toh mereka juga manusia pasti jiwa kemanusiaan diri mereka tidak hilang, pikir Yono.
"Oh, lihat dirimu. Begitu malang, lihat sekelilingmu"
Yono menyisir lantai yang dipenuhi dengan mayat Sadat, Rudi, dan Roland yang terkapar mati bagai burung yang mati ditembak karena diburu.
"Heh !, sampaikan salamku kepada mereka Inlander bodoh !"
Peluru hendak dipantik untuk terakhir kalinya. Namun Kolonel Vogel berlari dan menerjang prajurit Belanda itu hingga terpelanting ke arah meja dan kursi yang telah hancur. "Bruak !" situasi mendadak menjadi dingin. Nafas Yono yang sempat tersendak di kerongkongan kembali seperti semula akibat tindakan heroik Kolonel Vogel. Walaupun sejujurnya masih tidak tahu itu motif pengampunan atau penguluran eksekusi dirinya, pikir Yono.