Mohon tunggu...
M Alfarizzi Nur
M Alfarizzi Nur Mohon Tunggu... Lainnya - Paralegal Posbakumadin Lampung

Paralegal yang senang bertutur melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

4 Penumpang Gelap (Bagian 2): Kolonel Vogel Serta Para Serdadu

16 Oktober 2023   08:12 Diperbarui: 16 Oktober 2023   09:08 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Herman Willian Daendels (Sumber: Kompas.com)

Prajurit itu tersentak, dirinya terpatung diam setelah Roland menunjukan kartu tanda mahasiswa miliknya. Sadat menyimak dengan kagum atas usaha Roland menjatuhkan mental prajurit itu. Berbeda dengan yang lain, Yono semakin khawatir karena situasi  sudah mulai menyulut api ketersinggungan. Salah satu prajurit dengan pangkat tinggi berdiri dari kursi yang dia duduki. Mendekati para pribumi yang nekat dan pemberani itu dengan gelagat angkuh.

"Goed, goed. Dappere jongens (Bagus, bagus. Para pemuda pemberani)".

"Terima kasih atas pujiannya" Sadat menjawab. Prajurit itu berpangkat Kolonel yang cukup terpandang di satuan angkatan darat Batavia. Kolonel itu bernama Dwight Vogel, pipi wajahnya memiliki bekas luka akibat sajam yang sepertinya disayat oleh pasukan kemerdekaan Indonesia. Sapaan yang diucapkan oleh Vogel tersebut merupakan suatu pujian yang memiliki arti laki-laki pemberani.

Vogel mendekati Rudi dan Yono yang sedang menyeruput Brendi. Dirinya mengelus pundak mereka berdua sebagai sebuah peringatan agar jangan berucap atau bertindak yang macam-macam.

"Alangkah baiknya tuan-tuan yang berpendidikan ini menikmati brendi itu saja, tanpa merespon setiap umpatan atau hinaan kami. Toh rekan-rekan prajurit ini adalah orang-orang yang tidak menyicipi dunia pendidikan tinggi seperti kalian. Jadi wajar etika dan sopan santunnya kurang baik...".

Yono gemetar, wajahnya berkeringat takut. Rudi berlagak santai, mengambil asbak rokok yang berada di depan Sadat dan meniriskannya. Berharap mendapat jawaban positif dari Rudi, sebaliknya hembusan asap rokok miliknya justru disemburkan ke wajah Kolonel Vogel itu. Reaksi menyeringai terpancar dari wajahnya, tangan kanannya mengepak asap rokok yang terkumpul dihadapan wajahnya itu.

Tindakan itu menimbulkan provokasi dikalangan anak buah Kolonel Vogel. Semuanya tersentak berdiri hingga menjatuhkan gelas anggur yang mereka pesan. Van Dirk selaku pemilik Bar sungguh menyayangkan properti yang dia miliki menjadi korban kemelut antara para prajurit dan pribumi tersebut. Meskipun demikian, dirinya tetap berprinsip profesional. Segera Van Dirk memanggil pegawainya yang sedang berada di belakang.

"Hei Romi !" ujar Van Dirk dengan nada meninggi

"Hei !. Tinggalkan gelas kotor itu, bersihkan dulu pecahan gelas yang terjatuh dari meja nomor 3 (tiga) itu !"

Pelayan itu bergegas keluar dari dapur dengan keadaan tergopoh-gopoh sambil membawa sapu dan serokan. Situasi menjadi tegang. Anak buah Kolonel Vogel merasa terpanggil untuk memenggal para pribumi tersebut. Namun keberuntungan masih ditangan Para Pribumi tersebut, Kolonel Vogel mengangkat tangan kirinya sebagai gestur yang meminta anak buah untuk menahan diri.

"Aku beri kalian waktu 5 (lima) menit dari sekarang. Setelahnya aku perintahkan kalian untuk pergi dari kedai ini untuk selamanya. Mengerti ?" tegas Kolonel Vogel.

"Klaar Kolonel (Siap Kolonel)" ujar Yono dengan bibir gemetar.

"Goed. Aku anggap pernyataan dirimu mewakili rekan-rekanmu ini"

Romi masih terus membersihkan pecahan gelas yang berserakan dibawah meja. Kolonel Vogel hendak menyudahi perdebatan dengan kembali duduk, tetapi salah satu pegawai Pemerintahan Hindia Belanda yang berada disana bersama dengan selingkuhannya menolak kesepakatan antara Kolonel Vogel dan Para Pribumi itu.

"5 (lima) menit kata dirimu !. Itu waktu yang lama, kau sebagai prajurit seharusnya dapat lebih berani kepada mereka. Usir kek atau tembak saja para bajingan rendahan ini !" tunjuk Pieter kepada para pribumi itu.

Sadat naik pitam setelah mendengar perkataan dari keparat aparat pemerintahan itu. Jujur dirinya masih dapat menerima hinaan atau ejekan yang dilakukan dengan cara menggunjing, tidak dikatakan di muka publik. Bagi dirinya itu sudah merendahkan martabat manusia.

"Jaga mulutmu !. Tidak pantas pejabat pemerintahan sepertimu menghina warga seperti kami" balas Sadat.

Roland meninggalkan brendi, menghujamkan rokok yang tandas itu di asbak, dan segera menghampiri Sadat yang memasang wajah kemerahan karena hendak untuk marah dan memaki.

"Hei, Pieter. Santaikan dirimu, tidak ada gunanya berkelahi dengan mereka disini" Kolonel Vogel mencoba menengahi.

"Dia benar tuanku. Kolonel ini sudah bijak. Alangkah lebih baik kami diberi kesempatan untuk menghabisi minuman kami. Tidak elok, kami sudah bayar sebelumnya" ujar Roland.

Romi sang pelayan telah selesai membersihkan pecahan gelas. Suasana yang semakin mencekam memutuskan untuk dirinya bergegas pergi ke belakang. Kedua kaki yang kusam itu melangkah dengan cepat menuju dapur belakang kedai, tidak peduli Van Dirk sedang menajamkan mata ke arahnya karena bekerja begitu lamban. Sadat mencair, dia memutuskan untuk meninggalkan rasa egois dalam dirinya. Ketika Sadat dan Roland hendak pergi menuju meja bar, Peter sekonyong-konyong melepaskan cacian yang begitu tidak mengenakan.

"Cih !. Dasar para budak !"

Sadat berbalik badan dan langsung menerjang Peter secara membabi buta. "Bruak !" Peter terhampas hingga ke meja yang paling dekat dengan jendela. Para prajurit Belanda yang tadinya sempat menahan diri memilih untuk mengacungkan senjata ke arah Sadat beserta rekan. Bukan berarti tanpa kesiapan, Rudi yang selalu membawa senpi lekas mengeluarkannya ke arah Kolonel Vogel sebagai bentuk peringatan. Yono bereaksi merinding, sudah menduga situasi akan mencekam seperti ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun