Mohon tunggu...
M Alfarizzi Nur
M Alfarizzi Nur Mohon Tunggu... Lainnya - Paralegal Posbakumadin Lampung

Paralegal yang senang bertutur melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

4 Penumpang Gelap (Bagian 2): Kolonel Vogel Serta Para Serdadu

16 Oktober 2023   08:12 Diperbarui: 16 Oktober 2023   09:08 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Herman Willian Daendels (Sumber: Kompas.com)

"Aku beri kalian waktu 5 (lima) menit dari sekarang. Setelahnya aku perintahkan kalian untuk pergi dari kedai ini untuk selamanya. Mengerti ?" tegas Kolonel Vogel.

"Klaar Kolonel (Siap Kolonel)" ujar Yono dengan bibir gemetar.

"Goed. Aku anggap pernyataan dirimu mewakili rekan-rekanmu ini"

Romi masih terus membersihkan pecahan gelas yang berserakan dibawah meja. Kolonel Vogel hendak menyudahi perdebatan dengan kembali duduk, tetapi salah satu pegawai Pemerintahan Hindia Belanda yang berada disana bersama dengan selingkuhannya menolak kesepakatan antara Kolonel Vogel dan Para Pribumi itu.

"5 (lima) menit kata dirimu !. Itu waktu yang lama, kau sebagai prajurit seharusnya dapat lebih berani kepada mereka. Usir kek atau tembak saja para bajingan rendahan ini !" tunjuk Pieter kepada para pribumi itu.

Sadat naik pitam setelah mendengar perkataan dari keparat aparat pemerintahan itu. Jujur dirinya masih dapat menerima hinaan atau ejekan yang dilakukan dengan cara menggunjing, tidak dikatakan di muka publik. Bagi dirinya itu sudah merendahkan martabat manusia.

"Jaga mulutmu !. Tidak pantas pejabat pemerintahan sepertimu menghina warga seperti kami" balas Sadat.

Roland meninggalkan brendi, menghujamkan rokok yang tandas itu di asbak, dan segera menghampiri Sadat yang memasang wajah kemerahan karena hendak untuk marah dan memaki.

"Hei, Pieter. Santaikan dirimu, tidak ada gunanya berkelahi dengan mereka disini" Kolonel Vogel mencoba menengahi.

"Dia benar tuanku. Kolonel ini sudah bijak. Alangkah lebih baik kami diberi kesempatan untuk menghabisi minuman kami. Tidak elok, kami sudah bayar sebelumnya" ujar Roland.

Romi sang pelayan telah selesai membersihkan pecahan gelas. Suasana yang semakin mencekam memutuskan untuk dirinya bergegas pergi ke belakang. Kedua kaki yang kusam itu melangkah dengan cepat menuju dapur belakang kedai, tidak peduli Van Dirk sedang menajamkan mata ke arahnya karena bekerja begitu lamban. Sadat mencair, dia memutuskan untuk meninggalkan rasa egois dalam dirinya. Ketika Sadat dan Roland hendak pergi menuju meja bar, Peter sekonyong-konyong melepaskan cacian yang begitu tidak mengenakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun