Rudi yang duduk paling hujung kiri mendengar beberapa gemerisik obrolan yang kurang tidak enak ditelinganya. Benar, hinaan dan cacian pada kaum pribumi tidak pernah bisa lepas dari mulut masam orang-orang kulit putih Belanda itu. Sekalipun mereka adalah pribumi berpendidikan tinggi.
"Huh !" ujar Rudi menyeringai
Salah satu serdadu Belanda yang sebelumnya sedang asik menggoda para Noni Belanda itu merasa tersinggu dengan gestur hina Rudi.
"Kau tertawa Inlander (udik atau bodoh)"
Rudi membalik badan setelah brendi itu ditaruh dihadapan mereka masing-masing. Mencari sumber suara, dan melihat sekonyong-konyong prajurit Belanda mengeluarkan cacian kebencian kepada diri mereka. Yono memberitahu kepada Rudi untuk menahan diri, tidak elok untuk berkelahi dihadapan para tentara. Rudi tidak tersulut emosi, selebihnya dia menyeruput Brendi begitu dalam hingga mengecap bersuara.
"Kalian para pribumi seharusnya bekerja siang bolong di jalanan membangun gedung atau supermaret. Tidak pantas, bahkan helaan napas kalian untuk berada disini..."
"Benar, benar" sahut yang lain.
Roland menaikan alis sebelah kanannya, membalik badan dan menaruh brendi yang barusan dirinya tengak. Dirinya dengan penuh percaya diri berjalan ke arah prajurit itu dengan menunjukan sebuah kartu mahasiswa Leiden University. Kartu itu ditujukan secara gamblang kepada seluruh pengunjung disana. Bagi para kaum Belanda, Leiden University merupakan kampus yang paling bergengsi di dataran Eropa, memang orang-orang Belanda sedikit membanggakan, tetapi bagi orang Pribumi itu menaikan derajat kedudukan kelas sosial dimata orang-orang Belanda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H