Mohon tunggu...
Inovasi

Ketika Privasi Bukan Lagi Privasi

27 Juli 2015   09:40 Diperbarui: 27 Juli 2015   09:40 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Fotoin gue dong, mau di-update ke Path nih"

"Eh, bentar gue check-in dulu"

"Liat dong likes foto gue di Instagram, banyak kan!?"

...............

Sadar atau tidak sadar, internet sudah mulai merasuki kehidupan kita secara menyeluruh. Buktinya? Perhatikan lingkungan sekitar, semakin banyak orang yang menunduk berfokus kepada gadget-nya dan segala media sosial. Kicauan-kicauan di atas tentutnya sudah tidak asing lagi didengar oleh kita, mulai dari remaja hingga yang sudah tua, semua sama-sama mulai terikat dengan internet.

Hari ini, kita tidak perlu lagi mencopot kabel telepon dan mencolokkannya ke lubang besar berbentuk kotak yang ada di belakang komputer untuk terhubung dengan internet, cukup dengan membeli pulsa untuk paket data serta merogoh kocek untuk membeli gadget yang harganya kini tidak lagi setinggi langit. Dengan mudah kita dapat mengakses segala informasi dan berita hanya dalam genggaman tangan, kita pun tidak lagi dibatasi oleh batas-batas negara atau batas ruang untuk berinteraksi dengan keluarga atau kerabat yang berada di belahan bumi lainnya, singkatnya, dunia kini terhubung dengan mudah.

Menurut data statistik yang dikeluarkan oleh Internet Live Stats, pengguna internet di Indonesia pada tahun 2014 mencapai angka 42,258,824 orang, sebuah angka yang tidak sedikit. Untuk melihat seberapa aktif pengguna internet di Indonesia, kita perlu mengingat beberapa 'prestasi' yang dicapai oleh Indonesia, beberapa di antaranya adalah seringkali membuat Trending Topic Worldwide di Twitter, juga merupakan negara dengan pengguna Facebook terbanyak ke-4 di dunia, dan yang sering terlihat juga, adalah seberapa cepat satu informasi menyebar ke seluruh Indonesia, saya teringat pada kasus Florence seorang mahasiswi S2 UGM yang marah-marah di SPBU serta menghina Jogja yang kemudian berakhir dengan di meja hijau, karena disebar melalui internet.

Dari jumlah pengguna sebanyak itu, kita seringkali melihat banyak pengguna internet yang mengunggah foto selfie atau foto-foto pribadi lainnya ke media sosial masing-masing, untuk mendapatkan likes atau sekedar memperlihatkan apa yang sedang dilakukannya. Saya sering juga melihat teman-teman atau kenalan yang mengunggah foto kolase selfie dengan menggunakan caption yang tidak relevan dengan foto, misalnya "baru bangun tidur nih...." atau "haduh bosan...." dan semacamnya.

Pada tingkat pengguna yang awam atau menengah, hal tersebut tidak terlihat berbahaya, namun masih mengganggu saja. Akan tetapi sadar atau tidak, internet adalah dunia yang sangat luas yang dikenal sebagai cyberspace, di dalam cyberspace, semua orang dapat masuk sebagai siapapun, mengambil apapun, mengatakan apapun tanpa khawatir terkena hukum, karena ada banyak software yang dapat menyembunyikan identitas pengguna internet, ditambah, regulasi mengenai internet pun masih menjadi perdebatan karena internet adalah wilayah yang sangat bebas. Yang membuat internet menjadi berbahaya adalah, ketika kita mengunggah foto selfie atau foto lainnya, foto tersebut dapat diambil oleh siapapun dan tidak ada jaminan bahwa foto tersebut akan digunakan untuk tujuan yang 100% benar. Contohnya ada di foto di atas.

 

 Perhatikan foto-foto tersebut, ketika mengunjungi sebuah website, kita sering melihat foto-foto yang tertempel pada iklan yang ada di website tersebut. Pertanyaannya adalah, apakah orang yang berada di dalam foto tersebut adalah model untuk iklan tersebut? Tidak ada jaminan. "Ah paling fotonya ambil dari Google", sangat mungkin! Dan dari manakah Google bisa menemukan foto tersebut? Tentu dari media sosial kita. Ketika kita mengetikkan nama kita sendiri (atau nama media sosial kita) di Google, pasti akan keluar hasil foto yang digunakan sebagai avatar atau profile picture dalam media sosial kita. Dan hanya dengan klik kanan, lalu "Save Image As..", Anda (atau orang lain) sudah bisa menyimpan foto tersebut! Mudah kan?

Sayangnya, kemudahan tersebut juga dapat berbahaya. Saya memiliki teman dekat dengan paras yang cantik, ketika itu saya dan teman-teman sedang mencoba mengetikkan nama sendiri di Google dengan iseng, ketika giliran dia, kami menemukan sebuah blog yang tidak jelas dan bertuliskan "katalog orang-orang cantik" dan terdapat foto dia di dalamnya, kami sejenak tertawa namun kemudian merasa sedikit creepy, karena kami pun tidak dapat mengenali penulisnya.

"Kalau Instagram fotonya enggak bisa di-save kok!"

Bagaimana dengan fitur Screen Capture yang sekarang dimiliki oleh gadget? Hanya dengan itu, foto Anda sudah bisa dimiliki oleh orang lain ditambah jaminan 100% belum tentu digunakan untuk tujuan baik.

"Kalau gitu, kita lacak aja yang punya! Terus kita hukum!"

Memang ada UU ITE yang dapat digunakan untuk kejadian seperti itu, akan tetapi, seperti yang telah saya sebutkan di paragraf-paragraft sebelumnya, pengguna internet dapat menyembunyikan identitasnya. Dalam istilah komputer kita mengenal sebuah alamat numerikal yang menjadi identitas dari sebuah komputer, yakni Internet Protocol (IP) Address, sayangnya, IP Address pun dapat disembunyikan atau diacak, sehingga sulit untuk mengetahui pelaku secara pasti.

"Kita harus gimana dong kalau gitu?"

Unggah foto secara bijak, jangan sering-sering selfie, kecuali friends di media sosialnya dijamin tidak akan menggunakan foto tersebut untuk disalahgunakan.

Masih berbicara mengenai privasi di Internet? Coba direnungkan kembali...

..........

Sebagai penutup, saya ingin mengatakan bahwa internet bukanlah tempat yang 100% aman, dengan masuknya kita ke era 'internet of things' dimana semua alat mulai disambungkan ke internet. Misalnya mesin industri, atau bahkan fasilitas nuklir. Di Iran pada tahun 2010, sebuah fasilitas nuklir mengalami keanehan, yaitu ketika centrifuge-nya, atau alat untuk pengayaan Uranium, berputar 2x lebih cepat dari biasanya, berakibat kepada kerusakan 1000 centrifuge. Tidak ada pelaku yang merusak secara fisik, namun setelah diusut, penyebab kerusakan tersebut adalah sebuah virus komputer bernama Stuxnet, virus tersebut hingga hari ini dikenal sebagai cyberweapon pertama. Dan baru pada 2013, pembuatnya diketahui, yakni berasal dari pemerintah Israel serta Amerika Serikat.

Berikut saya sertakan video singkat yang menjelaskan tentang Stuxnet: https://www.youtube.com/watch?v=7g0pi4J8auQ

 

*Penulis adalah mahasiswa tingkat akhir di jurusan Hubungan Internasional, Universitas Paramadina.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun