Tuhanlah Gembalaku tak kan kekurangan aku
Syaduhlah kata-katanya dan elok pula dengarnya
Merakitnya pun susah hingga badai menerpa ragu
Yakin pun kemudian dari sukma kala cahaya menembus retina
Ya demikianlah...
Tuhanlah Gembalaku tak kan kekurangan aku
Telingaku kerap merasakan lantunan lirik ini
Di bawa langit kudus dan di saksikan seorang permaisuri
Benar, katanya syaduh diselimuti tenang dalam nurani
Ya demikianlah...
Tuhanlah Gembalaku tak kan kekurangan aku
Mengapa demikian?
 Tanyaku pada Musa saat di padang gurun
Panas, cemas, lemas, es kelapa tidak ada, dan es yang lain tidak ada
Sedang bingung, tiba-tiba ada makanan dan tentunya kunikmati.
Ya demikianlah...
Ya demikianlah kata-kata itu dijadikan refren hidupku
Juga syair yang dijadikan puisi dan kutuliskan dalam benakku
Biar kamu membacanya dalam setiap gerak hidupku, hanya itu
Aku tidak mau mengucapkannya sebab sulit dipercaya.
Ya demikianlah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H