Mohon tunggu...
Muhammad HasnanFariz
Muhammad HasnanFariz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya hobi menulis sesuatu yang menarik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Demokrasi Indonesia

2 Juli 2024   12:02 Diperbarui: 2 Juli 2024   12:02 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DEMOKRASI

Dosen Pengampu: Saeful Mujab, S.Sos, M.I.Kom

Muhammad Hasnan Fariz

Ilmu Komunikasi, 2024, Ilmu Komunikasi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

NPM. 202210415001

Abstrak

Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan politik dijalankan oleh rakyat melalui proses partisipasi politik yang melibatkan pemilihan umum, debat terbuka, dan proses pengambilan keputusan yang transparan. Prinsip-prinsip dasar demokrasi meliputi pemenuhan hak asasi manusia, perlindungan minoritas, pemisahan kekuasaan antara cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta prinsip keadilan sosial. Demokrasi memiliki berbagai bentuk dan tingkat keberhasilan di seluruh dunia, dengan tantangan seperti korupsi, ketidaksetaraan, dan krisis kepercayaan terhadap lembaga pemerintahan. Meskipun demikian, demokrasi tetap menjadi model yang dianggap paling menguntungkan untuk mencapai stabilitas politik, kesejahteraan sosial, dan perlindungan hak-hak individu.
Tujuan demokrasi adalah untuk menciptakan suatu sistem pemerintahan yang memungkinkan partisipasi politik aktif dari seluruh rakyat, melindungi hak asasi manusia, menjaga akuntabilitas pemerintah, memastikan keseimbangan kekuasaan antara cabang pemerintah, melindungi hak-hak minoritas, mendorong pembangunan sosial dan ekonomi, serta menyediakan mekanisme resolusi konflik yang damai. Demokrasi bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang responsif, adil, dan inklusif, yang memenuhi kebutuhan dan kepentingan seluruh warga negara.

Latar Belakang

Memilih untuk mengambil suatu masalah yang dibahas tentang demokrasi didasarkan pada pemahaman akan pentingnya demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang mendasarkan kekuasaannya pada partisipasi rakyat. Di banyak negara, demokrasi dianggap sebagai landasan untuk menciptakan masyarakat yang inklusif, adil, dan berkembang. Namun, terdapat tantangan dan masalah yang berkaitan dengan demokrasi yang membutuhkan perhatian dan solusi.
 
Isu-isu seperti ketidaksetaraan, korupsi, pemusatan kekuasaan, dan kurangnya partisipasi politik merupakan beberapa contoh masalah yang sering muncul dalam konteks demokrasi. Memahami dan mengatasi masalah-masalah ini penting untuk memperkuat fondasi demokrasi dan memastikan bahwa prinsip-prinsip demokrasi seperti perlindungan hak asasi manusia, akuntabilitas pemerintah, dan keadilan tetap terjaga.
 
Oleh karena itu, mengambil bagian dalam pembahasan tentang demokrasi menjadi relevan dalam upaya untuk mendorong perubahan positif, memperbaiki sistem pemerintahan, dan memastikan bahwa demokrasi dapat berfungsi sebagaimana mestinya untuk kepentingan seluruh rakyat. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang isu-isu demokrasi, seseorang dapat berperan dalam membangun masyarakat yang lebih demokratis, inklusif, dan berkelanjutan.

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan untuk membantu merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dan mendalam yang dapat menjadi landasan untuk memahami isu-isu yang berkaitan dengan demokrasi. Pertanyaan-pertanyaan ini dapat digunakan sebagai panduan untuk melakukan penelitian lebih lanjut, diskusi, atau analisis tentang masalah-masalah yang terkait dengan demokrasi, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Dengan merumuskan pertanyaan-pertanyaan ini, diharapkan pembaca dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang berbagai aspek demokrasi dan menciptakan solusi yang efektif untuk meningkatkan kualitas demokrasi dalam konteks yang relevan.

Tinjauan Pustaka

Membangun institusi-institusi demokratik adalah prasyarat penting bagi peletakan system politik demokratis. Demikian pula kehadiranPilkada langsung yang akan dimulai Juni 2005 mendatang, merupakan proses politik strategis menuju kehidupan politik demokratis. Namun di atas semua itu yang tak kalah penting adalah upaya kita sampai benar-benar berhasil membangun etika dan moralitas politik baru khususnya bagi para elit dan tokoh politik yang sebangun dengan tuntutan system politik demokratik. Prasyarat penting yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan itu adalah pentingnya dibangun kebudayaan dan kepribadian politik demokratik yang menurut Gould (1998) meliputi elemen-elemen: inisiatif rasional politik, kesantunan politik, disposisi resiprositas toleransi, fleksibilitas dan open maindness, komitmen kejujuran dan akhirnya keterbukaan. Didalam ungkapan berbeda akan tetapi memiliki substansi yang sama, upaya yang dimaksud hanya mungkin dimenangkan diatas keberhasilan kita didalam membangun etika dan moralitas politik yang berkeadaban demokratik , untuk menyebut kesantunan, keadilan, toleransi sebagai elemen penting etika dan moralitas politik.
Di hadapan konteks sosiologis masyarakat Indonesia yang sangat kental paternalistik dan feodalisme, yang pertama-tama dan terutama untuk mewujudkan semua tuntutan di atas adalah menjadi tugas bagi para elit dan tokoh politik untuk kelemahan UU Pemda tersebut bisa jadi akan mendorong kembali munculnya "otoritarian" partai politik yang begitu powerfull di dalam rekruitmen calon pejabat publik (Gubernur, Bupati, dan Walikota). Kemungkinan adagium politik yang biasa didengar "membeli kucing dalam karung" akan sangat terbuka terjadi. . Kedua, kehadiran UU No.32 tentang Pemda tahun 2004 di satu sisi telah memberikan peluang baru bagi proses demokratisasi, khususnya di tingkat politik lokal, tetapi di sisi lain juga mengundang banyak masalah dengan banyaknya persoalan gramatikal perumusan berbagai pasal. Misalnya dalam pasal yang menunjukkan pada persoalan persyaratan. Perumusan pasal tersebut mempunyai kesalahan gramatikal yang menyebabkan tidak mempunyai makna yang jelas.
Memahami Demokrasi Indonesia tak bisa dilepaskan dari kenyataan sosio-kultural masyarakat. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat multikultural. Realitas masyarakat ini sudah ada bahkan jauh sebelum negara Republik Indonesia didirikan. Rupa kebudayaan yang beragam terwujud dalam budaya-budaya daerah. Di masa kolonial, pemerintah Hindia-Belanda turut melestarikan dan mengembangkan budaya daerah antara lain dengan mendirikan Java-Instituut, Batak Instituut, serta Bali Instituut. Di era kolonial, juga telah berlangsung 7 kali kongres kebudayaan (KK). Setelah Indonesia merdeka, terjadi revolusi nasional yang memunculkan ide tentang budaya nasional. Di era orde lama, keberagaman budaya, dalam demokrasi terpimpin, digunakan sebagai alat untuk tujuan revolusi. Sedangkan di era orde baru, budaya-budaya daerah, dalam demokrasi pancasila, diarahkan untuk mendukung program pembangunan. Serta, keberagaman budaya daerah berusaha untuk diintegrasikan demi menunjang integrasi/persatuan nasional. Kemudian di era reformasi, dalam iklim demokrasi liberal, individu dan atau komunitas budaya mendapatkan hak-hak kebudayaan, antara lain hak-hak tradisional, hukum adat serta tanah ulayat. Di tingkat daerah turut terwujud otonomi khusus seperti provinsi Aceh dan Papua Barat. Kesadaran akan kekayaan budaya dalam masyarakat multikultural turut mendorong lahirnya UU Pemajuan Kebudayaan. Dalam hal ini, kebudayaan dipandang sebagai modal bagi pemberdayaan masyarakat yang perlu untuk dilindungi, dimanfaatkan, dibina serta dikembangkan.
dibalik semua perdebatan teoretik tentang demokrasi, juga dibalik semua tuntunan serentak bagi demokratisasi negeri ini yang datang dari segenap penjuru, tampaknya tak cukup tersedia ruang luas bagi suatu kesadaran mandasar bahwa demokrasi sebenarnya adalah sebuah proses yang seharusnya berjalan sejak tingkat individual, dan bukan semata-mata sebuah proses besar kelembagaan yang kasat mata.
demokratik untuk membangun lembaga-lembaga demokrasi, juga karena ketiadaan dan makin tipisnya etika serta kesantunan politik yang dipertontonkan oleh elit-elit politik dalam melakukan kompetisi politik untuk memperjuangkan kepentingan politik masing-masing.
Dalam kondisi masa transisi yang demikian muncul keyakinan public bahwa satu kesalahan sangat serius telah terjadi di dalam pemerintahan dan masyarakat kita; bahwa semakin banyak elit dan tokoh politik bertindak hanya bagi kepentingan pribadi mereka sendiri, bukan bagi kepentingan rakyat yang mereka wakili. Meminjam ungkapan Nisbet, yang terjadi semakin transparan di hadapan mata public bahwa "seni memerintah" (the art of governing) semakin berkembang menjadi "seni untuk menipu"(the art of deceiving) rakyat di dalam skala yang makin besar. Inilah situasi dan realitas politik yang tengah kita hadapi saat ini, suatu realitas yang bukan tidak mungkin akan mendorong terciptanya alienasi politik masyarakat dan kehidupan politik yang meliar; situasi yang sangat subur bagi persemaian anarkhi dan kekerasan politik apabila para elit dan tokoh politik gagal memenejnya.
Riding The Tiger Dihadapkan dengan fenomena dinamika dan realitas politik sebagaimana digambarkan di atas, kehadiran Pilkada langsung Juni 2005 menjadi menarik untuk dicermati. Bukan tidak mungkin kehadiran Pilkada 2005 secara langsung yang akan memilih sekitar 176 Bupati dan Walikota se Indonesia mengibaratkan kita semua sedang berada dalam kondisi "Riding the tiger". Situasi di mana kita dihadapkan pada kondisi yang problematic, jikalau Pilkada langsung gagal menciptakan konsolidasi demokrasi, kekhawatiran kembalinya otoritarianisme akan terbuka lebar dan sebaliknya jika pun berhasil dilaksanakan optimisme akan terciptanya konsolidasi demokrasi masih diragukan.
Menurut Ni'matul Huda dalam bukunya yang berjudul Ilmu Negara jika berbicara tentang sejarah teori demokrasi, ada 2(dua) fakta historis yang penting. Pertama, hampir semua orang pada masa ini mengaku sebagai demokrat. Beragam jenis rezim politik di dunia mendeskripsikan dirinya sebagai demokrasi. Namun, apa yang dikatakan dan diperbuat oleh rezin yang satu dengan rezim yang lain sering berbeda secara substansial.8 Kedua, sementara banyak negara yang saat ini menganut paham demokrasi, sejarah lembaga politiknya mengungkap adanya kerapuhan dan kerawanan tatanan demokrasi. Sejarah Eropa Abad ke-20 sendiri mengambarkan dengan jelas bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang sangat sulit untuk diwujudkan dan dijaga.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam dua tahap yaitu tahapan pra kemerdekaan dan tahapan pasca kemerdekaan. Perkembangan demokrasi di Indonesia pasca kemerdekaan mengalami pasang-surut (fluktuasi) dari masa kemerdekaan sampai saat ini, selama 55 tahun perjalanan bangsa dan negara Indonesia, masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana demokrasi mewujudkan dirinya dalam berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara seperti dalam bidang politik, ekonomi, hukum dan sosial budaya.

Hasil dan Pembahasan

membahas pentingnya membangun institusi demokratis sebagai prasyarat untuk sistem politik yang demokratis. Anda menyoroti kehadiran Pilkada langsung sebagai langkah strategis menuju kehidupan politik demokratis, serta pentingnya membangun etika dan moralitas politik baru, khususnya di kalangan elit politik. Anda juga membahas tantangan dalam konteks sosio-kultural Indonesia yang kental dengan paternalisme dan feodalisme, serta peran keberagaman budaya dalam perkembangan demokrasi. Melalui metode Analisis Naratif, Anda menyajikan argumen tentang pentingnya demokrasi dalam konteks Indonesia untuk memberikan kontribusi dalam memahami prinsip-prinsip demokrasi dan memperkuat sistem demokratis untuk kepentingan masyarakat.
 
Simpulan dan Saran

Kesimpulan dari tulisan diatas adalah bahwa membangun institusi-institusi demokratis, memperkuat etika dan moralitas politik, serta memperhatikan konteks sosio-kultural Indonesia yang kaya akan keberagaman budaya, merupakan langkah krusial dalam mencapai sistem politik yang demokratis. Di atas juga menyoroti tantangan dalam menghadapi paternalisme, feodalisme, dan kurangnya kesantunan politik di kalangan elit politik.
Saran yang dapat diambil adalah meningkatkan kesadaran akan pentingnya demokrasi sejak tingkat individual, memperbaiki regulasi politik yang terkait dengan Pilkada langsung, serta memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses politik sebagai langkah untuk memperkuat demokrasi di Indonesia.
 
Daftar Pustaka

Koho, I. R. (2021). Oligarki Dalam Demokrasi Indonesia. JurnalUnpri, 60-73.
Pane, R. M. (2022). Pendekatan Strategi Mind Mapping Dalam Pelajaran Sejarah Perkembangan Demokrasi Indonesia. jurnal medan resource center, 16-21.
Purnaweni, H. (2004). Demokrasi Indonesia Dari masa ke masa. Jurnal Administrasi Publik, 3.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun