Mohon tunggu...
Fariska Amalia
Fariska Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur

Fariska Amalia, seorang pembelajar yang giat mengasah pengetahuan dan keterampilan. Berbekal kejujuran, ketelitian, adaftif, kerja keras, loyalitas, dan daya juang yang tinggi, siap menjadi pribadi yang tumbuh secara profesional.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Jet Pribadi dan Kue 400 Ribu: Potret Ketimpangan Indonesia?

7 September 2024   23:59 Diperbarui: 8 September 2024   00:04 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama ini, kita dipertontonkan dengan segelintir kalangan elite yang memanfaatkan fasilitas mewah seperti terbang ke luar negeri dengan jet pribadi dan membeli kue seharga Rp 400.000,-. Realita ini menjadi semakin ironi karena terjadi bebarengan dengan demo masyarakat yang menuntut keadilan di bumi pertiwi.

Pernahkah kalian bertanya-tanya, mengapa sebagian orang memiliki banyak harta, sementara sebagian yang lain kekurangan harta? Itulah ketimpangan. Ketimpangan kekayaan merupakan kondisi perbedaan distribusi aset maupun penerimaan pendapatan warga negara. Sangat penting memperhatikan kondisi ketimpangan di sekitar kita karena jika diabaikan akan muncul berbagai masalah, seperti pertumbuhan ekonomi melambat, kesejahteraan masyarakat menurun, serta perpecahan di masyarakat. Data BPS Maret 2024 menunjukkan penurunan ketimpangan melalui rasio gini. Namun apakah ketimpangan sudah benar-benar teratasi? Mari kita bahas lebih lanjut.

Nilai ketimpangan ditunjukkan melalui alat ukur bernama rasio gini (gini ratio). Berdasarkan data BPS Maret 2024, rasio gini Indonesia sebesar 0,379. Angka ini turun sebesar 0,009 poin jika dibanding rasio gini Maret 2023 sebesar 0,388. Artinya, hanya kurang 0,002 poin untuk mencapai batas minimum visi ke-dua RPJPN untuk Indonesia Emas 2045 dengan rasio gini berkisar 0,377 -- 0,320. Namun pada kenyataannya, kondisi ketimpangan di Indonesia belum sepenuhnya teratasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

Perbedaan Kondisi Demografi dan Geografi 

Berkaca pada ketimpangan tertinggi yang terjadi di DI Yogyakarta dengan rasio gini sebesar 0,435, penduduknya didominasi pendatang terutama mahasiswa dan pensiunan profesional dari kota-kota besar. Mereka memiliki kekayaan yang lebih mapan dibanding warga lokal yang mayoritas bekerja di sektor pertanian. Sehingga ketimpangan kekayaan antarwarga pendatang dan warga lokal semakin nampak jelas. Lawannya, Kepulauan Bangka Belitung yang memiliki rasio gini terendah sebesar 0,244. Daerah ini didominasi warga lokal dengan pembangunan infrastruktur lebih merata dibanding provinsi lain di Indonesia. Sarana prasarana di desa dan di kota hampir sama dengan kemudahan akses untuk mobilitas warga. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh geografi Kepulauan Bangka Belitung yang wilayahnya tidak terlalu besar dengan karakteristik wilayah yang hampir mirip satu sama lain sehingga proses pembangunan hampir sama rata.

Perbedaan Kelas Ekonomi: Atas, Menengah, dan Bawah

Peristiwa yang menunjukkan perbedaan kelas ekonomi pada saat ini adalah adanya pihak kelas atas dari kalangan pejabat yang dengan bangga mengunggah foto kue seharga Rp 400.000,- saat liburan ke luar negeri yang diduga menggunakan pesawat jet pribadi. Sedangkan di sisi lain, masih banyak guru honorer selaku profesi pencerdas bangsa justru digaji tidak sampai Rp 400.000,- perbulan. Selain itu, kelas menengah di Indonesia semakin banyak yang turun kelas akibat dari tingginya harga barang kebutuhan harian sedangkan pendapatan menurun akibat PHK besar-besaran dan imbas dari pandemi Covid-19. Menurut BPS, jumlah kelas menengah Indonesia turun dari 48,27 juta orang pada tahun 2023 menjadi 47,85 juta orang pada tahun 2024. Penduduk kelas menengah lebih condong turun ke kelas kelas bawah daripada menuju kelas atas. Hal ini menyebabkan tingkat ketimpangan ekonomi di masyarakat semakin tinggi.

Perbedaan Peluang 

Tidak semua warga Indonesia lahir dengan kualitas hidup yang sejahtera. Hal ini merupakan akar dari ketimpangan ekonomi sebab kondisi ini selalu terjadi secara turun menurun. Anak yang terlahir dari orang tua kaya lebih terjamin kehidupannya daripada anak yang terlahir dari orang tua miskin. Karena tidak bisa dipungkiri fasilitas dan kebutuhan lebih banyak terpenuhi jika kondisi finansial baik. Sebagai contoh, anak seorang pemulung biasanya putus sekolah dan tidak bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi karena keterbatasan finansial. Akibatnya, ia sulit memperoleh keterampilan untuk masuk di dunia kerja. Sehingga biasanya lebih memilih melanjutkan profesi orang tuanya sebagai pemulung dan menciptakan kemiskinan struktural. Di lain sisi, anak seorang pebisnis kaya yang mendapatkan fasilitas dan keterampilan yang baik, dapat berkarir lebih cemerlang. Artinya, perbedaan peluang ini juga dapat menyebabkan si kaya semakin kaya, sedangkan si miskin akan tetap miskin. Hal tersebut yang menyebabkan ketimpangan semakin nampak jelas keberadaannya.   

Faktor-faktor ketimpangan yang menyebabkan kondisi ketimpangan di Indonesia belum sepenuhnya teratasi tersebut perlu adanya upaya lebih lanjut dari kolaborasi masyarakat dan pemerintah. Diharapkan dari kolaborasi tersebut mampu menurunkan poin rasio gini secara konsisten dan tidak akan naik lagi di masa depan. Sehingga visi ke-dua RPJPN untuk Indonesia Emas dapat tercapai sesuai target yang telah ditentukan.  

Jadi, apa yang bisa dilakukan?

Solusi GINI bisa menjadi alternatif mengatasi ketimpangan di Indonesia:

  • Gunakan APBN untuk Pemerataan Infrastruktur 

Pemerintah diharapkan mampu memaksimalkan APBN untuk pembangunan infrastruktur yang merata di desa maupun di kota. Infrastruktur tersebut dapat berupa jalan sebagai akses mobilitas warga, jembatan penghubung antarwilayah, fasilitas kesehatan yang memadai terutama di daerah 3T, serta penyediaan akomodasi transportasi umum. Diharapkan dengan adanya pemerataan infrastruktur dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat sehingga ketimpangan dapat berkurang secara bertahap.

  • Intensitas Pendidikan dan Keterampilan SDM

Pendidikan merupakan pilar utama kemajuan bangsa dan juga sebagai fondasi pembentukan  keterampilan sumber daya manusia (SDM). Oleh karenanya, semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak minimal 12 tahun sekolah. Hal ini bukan merupakan tanggungjawab pemerintah saja, melainkan masyarakat juga harus turut aktif dalam mementingkan pendidikan. Dalam pendidikan tersebut tidak hanya mempelajari ilmu pasti, tetapi juga termasuk pelatihan karakter sehingga masyarakat yang terdidik mampu mengoptimalkan keterampilannya untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan membantu mengentaskan ketimpangan.

  • Negara Memperkuat Stabilitas Hukum, Ekonomi, Politik, dan Sosial

Stabilitas hukum, ekonomi, politik, dan sosial tidak dapat dipisahkan dan selalu ada keterkaitan satu sama lain. Keempat aspek tersebut bahu membahu menyongsong keadilan dan persatuan yang bertujuan untuk meminimalisir ketimpangan. Stabilitas keempat aspek tersebut dapat dilakukan dengan cara menaati hukum yang berlaku tanpa menormalisir tindakan suap, tetap melakukan tindakan ekonomi supaya deflasi tidak meningkat, turut serta dalam demokrasi untuk menciptakan hak suara, serta menghilangkan perbedaan antarkelompok-kelompok sosial agar tidak terjadi perpecahan dan tingginya ketimpangan.

  • Inovasi Ekonomi Berkelanjutan

Kemajuan ekonomi berkelanjutan dapat dilihat dari seberapa banyak inovasi yang diciptakan untuk memperlambat kondisi ketimpangan. Di zaman sekarang inovasi ekonomi dapat dilakukan menggunakan teknologi digital. Berbagai kalangan mulai dari atas, menengah, hingga bawah sekalipun dapat memanfaatkan platform digital untuk menambah kekayaan. Artinya, tak akan ada lagi ketimpangan jika inovasi ekonomi berkelanjutan dapat dilakukan secara maksimal.

 

Konsisten Berupaya Mengatasi Ketimpangan

Rasio gini ketimpangan di Indonesia menurun 0,009 poin dari 2023 ke 2024 menjadi 0,379. Namun penurunan poin tersebut bukan berarti masalah ketimpangan di Indonesia sudah teratasi sepenuhnya. Faktor-faktor seperti perbedaan kondisi demografi dan geografi, perbedaan kelas ekonomi, dan perbedaan peluang menjadi faktor utama terjadinya masalah ketimpangan di Indonesia. Agar tercapai rasio gini sebesar 0,377 -- 0,320 sesuai visi ke-dua RPJPN untuk Indonesia Emas 2045 diperlukan beberapa upaya tindakan GINI: Gunakan APBN untuk pemerataan infrastruktur, Intensitas Pendidikan dan keterampilan SDM, Negara memperkuat stabilitas hukum, ekonomi, politik dan sosial, serta Inovasi ekonomi berkelanjutan. Selain mengatasi ketimpangan, tindakan GINI juga diharapkan dapat menangkal dampak ketimpangan yang lebih serius, seperti pertumbuhan ekonomi melambat, kesejahteraan masyarakat menurun, serta perpecahan di masyarakat.

Referensi

Badan Pusat Statistik Indonesia. (2024). Gini Ratio Menurut Provinsi dan Daerah. Diakses pada 2 September 2024, dari https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/OTgjMg==/gini-ratio-menurut-provinsi-dan-daerah.html

CNBC Indonesia. (2024). Kelas Menengah RI Menyerah, Banyak Mulai Jatuh Miskin!. Diakses pada 3 September 2024, dari https://www.cnbcindonesia.com/research/20240725070333-128-557434/kelas-menengah-ri-menyerah-banyak-mulai-jatuh-miskin

Indonesia Emas 2045. (2024). Indonesia Emas 2045 Rencana Akhir RPJPN 2025-2045. Diakses pada 2 September 2024, dari https://indonesia2045.go.id/

Kompas. (2024). Sepotong Kue Rp 400.000 dan Jet Pribadi, Pertegas Ketimpangan Kekayaan di Indonesia. Diakses pada 3 September, dari https://www.kompas.id/baca/riset/2024/08/25/sepotong-kue-rp-400-ribu-dan-jet-pribadi-yang-menegaskan-ketimpangan-kekayaan-di-indonesia?open_from=Riset_Page

The World Bank. (2015). Ketimpangan yang Semakin Lebar. Diakses pada 2 September 2024, dari https://documents1.worldbank.org/curated/en/870151468197336991/pdf/101668-BAHASA-WP-PUBLIC-Box394818B-Executive-Summary-Indonesias-Rising-Divide.pdf

Wibowo, T. (2016). Income Inequality and Middle Income Trap. Jurnal Kajian Ekonomi Keuangan, 20(2), 113. Diakses pada 2 September 2024, dari http://fiskal.kemenkeu.go.id/ejournal

#statisticsdatacamp2024 #pojokstatistik #hsn2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun