Pahlawan  kemerdekaan merupakan gelar yang diberikan kepada para pejuang yang sudah berkorban jiwa dan raganya untuk memerdekakan wilayah Indonesia dari penjajah. Pahlawan Kemerdekaan yang berjuang di wilayah Lumajang, ada beberapa tokoh yang menjadi teladan dalam semangat patriotisme dan kepahlawanan, menuju Indonesia merdeka dan membentuk fondasi negara yang berdaulat.
PERJUANGAN PAHLAWAN KEMERDEKAAN
Pada tanggal 27 Juli 1947 dengan dipimpin langsung oleh Sukartijo, dilakukan penyerangan atas tangsi Belanda di Jatiroto. Adapun, kekuatan lawan sebanyak satu seksi riil. Dari pertempuran mendadak dan tak terduga ini, telah membawa korban yang cukup besar dari pihak musuh. Kira-kira satu regu tentara Belanda tewas, termasuk seorang yang terkait dibatas miari, salah satu tangki meledak. Kemudian juga berhasil merampas senjata Belanda. Akibat dari serang tersebut Belanda mengadakan serangan balasan dengan mengepung Desa Rowokangkung. Akan tetapi mereka tidak berhasil  menangkap seorang pun di antara pasukan gerilya. Dengan tindakan biadab, diluar batas perikemanusian, pasukan Belanda memuntahkan peluru dengan jumlah tak terbatas.(Nur Hadi & Sutopo: 110-111)
Dalam pasukan Sukartijo, seperti yang sudah disebut, terdapat seorang pejuang wanita yang disebut yang gagah berani yaitu soegiarti (Soegito). Senjata yang biasa dipegang adalah senjata-senjata berat seperti mitralyur dan lain-lainnya. Bidikannya jarang meleset seperti yang terjadi di sepanjang jalan dreksi. Pada saat itu beliau mendengar ada kentongan, ternyata ada 4 (empat) orang pasukan Belanda pada masing-masing dreksi, sehingga semuanya ada 16 orang. Begitu mengetahui ada orang Belanda, Soegiarti masuk kedalam rumpun tebu. Dari sini kemudian dibunyikan mitralyurnya tepat pada sasaran, sehingga semua penumpang dreksi melarikan diri. Enam orang tewas. Senjata-senjatanya ditinggalkan begitu saja sehingga semua diambil oleh pasukan gerilya. Demikian perjuangan yang dilakukan oleh Kompi Sukartijo yang penuh dengan retorika (Diambil dari naskah yang disusun dalam rangka peresmian Monumen Juang Kompi Sukartijo di Desa Nogosari, eks kawedanan Yosowilangun, Kabupaten Lumajang).
Pada tahun 1947 wilayah Indonesia mulai diduduki kembali oleh Belanda, tidak terkecuali wilayah Jawa Timur, Kabupaten Lumajang. Lumajang mulai tergerak untuk mendirikan organisasi kesatuan pasukan pada zaman revolusi:
Kompi I, tempat konsolidasi Bodang, terdiri dari pasukan Kie Sendiri, Kei lain, Polisi Perawat, dengan nama komandan Mh. Yasir, jumlah anggota dan senjata: 60/30, komponen terdiri dari Pemuda atau gabungan.
Kompi II, tempat konsolidasi Kartosuro, terdiri dari pasukan kie sendiri, kei lain, polisi, pegawai, dengan nama komandan Lt. Suwignyo, jumlah anggota dan senjata: 90/25, komponen terdiri dari variatif.
Kompi III, tempat konsolidasi Krasak, terdiri dari pasukan campuran, nama komandan Lt. Suwandak, jumlah anggota 90/50, komponen terdiri variatif.
Kompi IV, tempat konsolidasi Rowokangkung-Yosowilangun, terdiri dari pasukan putri pemberani (Sugiarti), nama komandan Lt. Soekartiyo, jumlah anggota dan senjata 150/50, komponen kesatuan TNI dan Zeni
Kompi V, tempat konsolidasi Malang dan Penanggal, terdiri dari Skomen atau Kei Resimen, nama komandan Kol. Moch. Surudji dan Slamet  W., Jumlah anggota dan senjata kurang lebih 100 pasukan, komponen Resimen Menak Koncar.
Kompi Ki SW, tempat konsolidasi Penanggal, terdiri pasukan campuran, nama komandan Slamet Wardoyo., jumlah anggota dan pasukan 100/100, komponen terdiri dari variatif.
Kyai Ilyas, tempat konsolidasi Gambiran, terdiri pasukan Ki Mujahidin, nama komandan Kyai. Ilyas, jumlah pasukan 100, komponen terdiri dari para santri.
Zeni-Pioner, tempat konsolidasi Jatiroto, terdiri pasukan Ki Zeni, nama komandan Imam Sukarto, pasukan dan senjata 50/50, komponen terdiri pasukan zeni pioner
Abdul Djalal, tempat konsolidasi Gondoruso, terdiri pasukan Hisbullah, nama komandan Abd. Djalal, pasukan dan senjata 40/7, komponen pasukan Ulama,Biro Perjuangan.
Staf Yon Ketunggeng, tempat konsolidasi Pasrujambe, terdiri pasukan Yon Ketunggeng, senjata dan pasukan 50/50, komponen pasukan Yon ketunggeng
Skomen TRIP, tempat konsolidasi Penanggal, terdiri dari pasukan Staf Resimen Pelajar ST dan SMP, Pemimpin Kol.M.Su Rudji Hasan Efendi, komponen pasukan Sko men (Sejarah Pemerintahan Kabupaten Lumajang: 98)
Pejuang kemerdekaan Indonesia tugasnya  sangat berat terutama dari segi persenjataan yang sangat minim sedangkan dari pihak Belanda dengan persenjataan lengkap, namun dalam perjuangan untuk memerdekakan Indonesia dari penjajah masyarakat bersatu dan tidak gentar dalam menghadapi Belanda. Ini dapat dilihat bagaimana perjuangan salah satunya Kyai Ilyas, tempat konsolidasi Gambiran, terdiri pasukan Ki Mujahidin, nama komandan Kyai. Ilyas. Pasukan dari Kyai Ilyas sangat merepotkan pasukan Belanda yang mulai menduduki wilayah Lumajang.Â
Pada tanggal 2 April 1947 pasukan Kyai Ilyas berada di Desa Ledok, menyusul pertempuran yang membawa 11 orang pasukan gugur, mereka adalah Hambali, Miskadin, Misdi, Kasto, Timbang, Solikan, Tukijo, Rustaman, Soeto, Badoer, Rasmu’i. Terjadi pertempuran sangat hebat antara Belanda dengan pasukan Kyai Ilyas namun dalam segi posisi serdadu Belanda datang dengan jumlah cukup banyak. Kyai Ilyas dapat merobohkan pasukan Belanda dengan tembakannya dan berlari untuk mengambil senjata otomatis sudah terlepas tangannya. Tetapi sebelum mengambil senjata pasukan Belanda, beliau diberondong peluru paha kanan dan pusarnya terluka parah (Nur Hadi & Sutopo:263). Dengan gugurnya Kyai Ilyas pertempuran tetap berlangsung sampai sore hari, saat fajar menunjukkan Maghrib akan tiba, Belanda meninggalkan arena pertempuran kembali menuju kota dengan mengemasi mayat-mayat kawannya. Pada saat itu pemakaman Kapten Kyai Ilyas dilakukan bertempat di Ledok Banjarwaru yang dipimpin oleh Kyai Sudja ( Sejarah pemerintahan Lumajang: 133)
Dari kilas sejarah lokal pejuang kemerdekaan Indonesia  melawan penjajah yaitu Belanda. Pejuang tidak kenal lelah untuk bersatu dan berjuang melawan Belanda untuk mencapai cita-cita Indonesia Merdeka. Rasa Nasionalisme  yang tertanam di jiwa dan raga para pejuang kemerdekan sangat tinggi, nyawa sebagai taruhanya. Dari sini pada bulan Agustus 2024 semua kalangangan baik dari pendidikan atau masyarakat umum untuk sadar diri menghargai nilai-nilai perjuang para pahlawan untuk memerdekakan Indonesia. Sikap nasionalisme pada era sekarang dengan semangat dan kekuatan yang diwariskan oleh para pejuang kemerdekaan untuk dapat bersaing dalam perkembangan zaman baik teknologi, ekonomi, olahraga pendidikan dan pertahan militer yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila.Â
Di dalam nasionalisme terkandung suatu makna mencintai tanah air melalui cara mewujudkan persatuan dari ragam perbedaan (Irhandayaningsih, 2012, hlm. 4). Nasionalisme yang diwariskan oleh para pejuang kemerdekaan untuk generasi muda adalah  menjaga nilai-nilai persatuan dan kesatuan. Indonesia lahir tidak lepas dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Khusus daerah Lumajang yang multikultur, nilai-nilai toleransi sangat penting untuk tetap tumbuh pada generasi muda dan dapat mewaris jiwa para pejuang kemerdekan yang tak kenal lelah dan berkorban nyawa untuk melawan Belanda untuk menjadi Negara Indonesia Sekarang. Merdeka, Merdeka, Merdeka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H