Mohon tunggu...
Fariq Kholwatallaili
Fariq Kholwatallaili Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nama : FARIQ KHOLWATALLAILI/NIM : 43222010051/Program Studi : AKUNTANSI S1/Fakultas Ekonomi dan Bisnis/Mata Kuliah : PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB/Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M. Si.Ak/UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

TB 2 - Diskursus Gaya Kepemimpinan Ki Ageng Suryomentaram pada Upaya Pencegahan Korupsi

12 November 2023   08:50 Diperbarui: 15 Desember 2023   10:35 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar pribadi (Fariq Kholwatallaili)

Filosofi kepemimpinan Ki Ageng Suryomentaram adalah representasi dari nilai-nilai Jawa kuno yang mendalam dan berakar pada konsep kearifan lokal. Filosofi ini berlandaskan pada harmoni, kesederhanaan, dan pengendalian diri yang ketat, serta menekankan pentingnya pemimpin yang melayani, bukan dilayani. Ki Ageng Suryomentaram, yang hidup pada abad ke-16, dikenal sebagai seorang pemimpin yang mempraktikkan kepemimpinan melalui teladan, mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, dan memiliki visi jangka panjang yang terintegrasi dengan kebijaksanaan lokal.

Kepemimpinannya mencerminkan prinsip "Sangkan Paraning Dumadi", yang mengartikan bahwa semua kegiatan dan kebijakan harus selaras dengan asal-usul alam semesta dan kemanusiaan. Prinsip ini menuntut pemimpin untuk selalu sadar dan menghormati keterkaitan antara manusia, alam, dan kekuatan yang lebih besar. Ini merupakan sebuah panggilan untuk mengakui batasan-batasan kekuasaan dan untuk mengembangkan kerendahan hati dan empati terhadap orang lain. Kepemimpinan Suryomentaram juga menekankan pada "Javanese cosmology", yang menyatakan bahwa keadilan dan ketertiban merupakan fondasi dari kestabilan sosial dan harmoni kosmik.

Dalam konteks administrasi dan pemerintahan, filosofi ini mengadvokasi untuk transparansi dan akuntabilitas. Ki Ageng mengajarkan bahwa pemimpin harus bersih dari korupsi dan selalu berusaha untuk kebaikan bersama. Ini berarti bahwa pemimpin harus jujur dan terbuka dalam segala tindakan dan keputusan mereka, serta harus mampu menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat, bukan sebagai penguasa. Pemimpin harus menampilkan integritas yang tidak tergoyahkan dan menunjukkan tanggung jawab sosial yang kuat dalam setiap aspek pemerintahan.

Tidak hanya itu, Ki Ageng Suryomentaram mempromosikan ide bahwa kekuasaan dan kekayaan adalah amanah yang harus dikelola dengan bijaksana. Pemimpin perlu menerapkan prinsip "Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake, sugih tanpa bandha" yang artinya pemimpin harus dapat berjuang tanpa kekuatan, menang tanpa merendahkan, dan kaya tanpa harta. Ini adalah suatu pernyataan metaforis yang menyiratkan bahwa sejati kepemimpinan bukan diukur dari materi, melainkan dari kualitas budi pekerti dan pengaruh moral.

Dalam mencegah korupsi, filosofi kepemimpinan Ki Ageng bisa menjadi pedoman moral yang penting. Korupsi seringkali berakar dari ketidakseimbangan antara kekuasaan dan tanggung jawab, di mana pemimpin tidak lagi memegang teguh prinsip melayani tetapi malah tergoda untuk melayani diri sendiri. Mengadopsi filosofi Ki Ageng berarti membangun fondasi kepemimpinan pada nilai-nilai etis dan moral yang kuat, yang tidak hanya menjunjung tinggi keadilan dan kesejahteraan rakyat, tetapi juga memelihara keseimbangan dan harmoni sosial.

Ringkasnya, filosofi kepemimpinan Ki Ageng Suryomentaram adalah tentang kebijaksanaan dalam kepemimpinan yang berorientasi pada etika dan pelayanan. Ia menawarkan wawasan tentang bagaimana nilai-nilai luhur dan prinsip hidup yang berakar pada kebudayaan lokal dapat menjadi dasar dalam membangun tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih dari korupsi. Dalam konteks Indonesia saat ini, di mana korupsi masih menjadi isu yang krusial, mengembalikan nilai-nilai kepemimpinan Ki Ageng dapat menjadi langkah awal menuju reformasi yang menyeluruh dan berkelanjutan.

Filosofi kepemimpinan Ki Ageng Suryomentaram menawarkan sebuah paradigma yang berbeda dalam memandang dan menangani fenomena korupsi, yang telah menjadi salah satu masalah endemik dalam tata kelola pemerintahan modern Indonesia. Dalam kerangka filosofis Ki Ageng, korupsi dilihat bukan hanya sebagai pelanggaran hukum tetapi lebih dalam lagi sebagai penyimpangan dari etika dan moralitas dasar yang seharusnya menjadi inti dari kepemimpinan. Penekanannya pada kebijaksanaan dan etika pelayanan menawarkan alternatif untuk membangun sistem pemerintahan yang tidak hanya efisien tetapi juga etis dan beradab.

Dalam praktek, filosofi Ki Ageng menuntut pemimpin untuk memprioritaskan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau kelompok, menegaskan kembali bahwa tujuan utama kepemimpinan adalah untuk melayani dan memperbaiki kehidupan rakyat. Ini adalah pemahaman yang mendalam bahwa kekuasaan seharusnya digunakan untuk memajukan kesejahteraan bersama, bukan untuk keuntungan pribadi. Keseimbangan antara kekuasaan dan tanggung jawab menjadi kunci, di mana kekuasaan yang tidak terkendali dan tanpa akuntabilitas cenderung membuka jalan bagi tindakan korup.

Filosofi ini juga mengusung konsep bahwa seorang pemimpin harus memiliki kesadaran yang tinggi terhadap kondisi sosial dan ekonomi rakyatnya. Pemimpin harus peka terhadap kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat, dan harus proaktif dalam mencari solusi yang berkelanjutan dan adil. Ini adalah bentuk pelayanan yang bukan hanya transaksional tetapi juga transformasional, di mana pemimpin tidak hanya memberikan apa yang dibutuhkan tetapi juga bekerja untuk mengubah kondisi yang memungkinkan korupsi tumbuh dan berkembang.

Lebih lanjut, Ki Ageng menekankan pada pentingnya pendidikan dan pengembangan moral sebagai fondasi kepemimpinan. Pemimpin harus secara aktif menanamkan nilai-nilai etis kepada generasi muda, yang akan menjadi pemimpin masa depan. Pendidikan yang benar tentang nilai-nilai ini dapat menjadi benteng terkuat melawan korupsi. Ini tidak hanya mencakup pendidikan formal tetapi juga non-formal dan informal, di mana nilai-nilai ini dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari melalui contoh dan praktek. 

Dalam mengaplikasikan filosofi ini ke dalam tata kelola pemerintahan, diperlukan reformasi yang menyeluruh yang mencakup revisi kebijakan, perbaikan prosedur, dan terutama, transformasi budaya organisasi. Pemimpin harus berani untuk melakukan perubahan yang radikal jika diperlukan, dan berkomitmen untuk proses yang berkelanjutan. Ini termasuk memperkuat lembaga pengawas, mempromosikan kebijakan yang mendukung transparansi dan partisipasi publik, serta memastikan bahwa ada konsekuensi nyata bagi tindakan korup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun