Mohon tunggu...
Farikhah IntanWulandari
Farikhah IntanWulandari Mohon Tunggu... Guru - Guru TK

menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Artikel Ilmiah

12 Desember 2022   19:58 Diperbarui: 12 Desember 2022   20:10 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan seks dapat kita berikan kepada anak sebelum lahir. Hal ini berdasarkan hasil penelitian para ahli pertumbuhan bahwa bayi yang belum dilahirkan sudah menyadari lingkungannya dan dapat bereaksi terhadap suara-suara di luar rahim. Penelitian ini menunjukkan bahwa janin dapat mendengar, merasa, dan mengecap, bahkan menangis dan tertawa. Seorang ahli kandungan terkenal asal Inggris Prof. Stuart Campbell yang memelopori teknik rekaman gambar janin dalam rahim ibu mengatakan bahwa pendapat para ahli tentang bayi tidak tersenyum sampai usia 6 minggu setelah lahir adalah tidak benar. Hal ini disebabkan sebelum lahir pun bayi-bayi itu sering kali tersenyum.

Para ahli perkembangan anak mengatakan bahwa periode perkembangan yang paling penting bagi anak adalah dari mulai bayi sampai umur empat tahun. Ketika umur lima tahun, separuh dari kapasitas intelektual anak telah dicapai dan 80% ketika anak umur delapan tahun. Selama tiga bulan pertama, anak harus mendapatkan tujuh kebutuhan dasar yang diperoleh dari kedua orangtuanya dengan penuh kasih sayang. Tujuh kebutuhan dasar tersebut adalah sebagai berikut :

  • ASI yang cukup minimal sampai enam bulan
  • Kehangatan dan kelembutan yang maksimal
  • Tidur yang cukup karena dalam tidurnya bayi berkembang
  • Ditimang dan disayang
  • Latihan tubuh sederhana
  • Ganti pakaian secara teratur, ketika kencing, harus diganti agar belajar kebersihan
  • Stimulasi sensori dan intelektual

Bayi akan tumbuh dengan pesat jika mendapatkan tujuh kebutuhan dasar tersebut secara mencukupi. Ciuman dan kasih sayang dari orangtua akan membantu perkembangan emosional anak secara normal. Perlakuan semacam ini merupakan pengalaman pertama bagi bayi tentang kasih sayang, dicintai, kenyamanan, perasaan aman, dan perasaan positif terhadap orang lain.

Ada sebuah penelitian yang diungkap oleh Halena Arnstein dalam The Roots of Love bahwa disebuah rumah terdapat 91 bayi. Mereka diberi ASI oleh ibu mereka selama tiga bulan pertama atau oleh ibu asuh jika tidak diketahui ibunya. Selanjutnya, mereka dipisah dari ibunya, tetapi semua kebutuhan bayi dipenuhi, termasuk makanan, gizi, kesehatan, dan kebersihan mereka. Mereka sama sekali tidak diberi belaian kasih sayang dan sentuhan cinta. Yang mereka peroleh hanya satu persepuluh bagian ungkapan emosi dari hubungan ibu-anak. Apa hasilnya? Dalam tiga bulan bayi-bayi itu mengalami depresi, berbaring pasif, dan lemah di keranjang mereka. Kurangnya rasa sayang dan stimulasi membuat ekspresi wajah mereka kosong, sering kali seperti imbisil (orang sinting). Pada akhir tahun kedua, kemampuan intelegensia mereka senilai 45 atau setara denan idiot. Diantara mereka tidak dapat duduk, berdiri, dan berjalan, bahkan kebanyakan mereka akhirnya dibuang atau meninggal.

Menurut James Coleman, dalam Abnormal Psychology and Modern Life, menyebutkan bahwa kekurangan kasih sayang sebagai comunicable disease (penyakit menular). Hal ini juga sangat berpengaruh pada perkembangan psikologi anak ketika dewasa. Sehingga sebagai orangtua harus memberikan kasih sayang yang lebih agar anak  merasa nyaman ketika berada disekitar anda. Dan tidak berakibat buruk bagi perkembangan dan pertumbuhan anak terutama psikologinya.

  • Metode Pembelajaran Seks Pada Anak Usia Dini

Melaksanakan pendidikan seksual kepada anak tidaklah mudah. Banyak hal yang harus diketahui dan disiapkan oleh pendidik, baik orangtua maupun guru. Perlu diketahui metode yang baik dan tepat dalam menyampaikan pendidikan seksual tersebut karena jika terjadi kesalahan metode, akan berakibat fatal pada hasil yang diinginkan. Di bawah ini ada beberapa metode yang dapat diterapkan oleh orangtua atau guru.

  • Berilah pemahaman tentang seks terhadap anak berdasarkan nilai agama serta nilai agama sehingga segala sesuatu yang menyangkut seksualitas langsung dikaitkan dengan ajaran agama. Dengan demikian, anak mempunyai 'rem' yang ampuh karena nilai agama telah terinternalisir dalam benaknya sejak kecil. Jika basisnya adalah agama, biasanya orangtua menerapkan pula dalam kehidupan sehari-hari sehingga anak melihat bagaimana hubungan antar anggota keluarga serta anggota keluarga selalu berpedoman pada ajaran agama serta kuasa Allah. Misalnya, anak menanyakan "Mengapa laki-laki mempunyai penis dan perempuan mempunyai vagina?" Orangtua tinggal menjawab, "Itu semua karena kuasa Allah. Allah menciptakan makhluk secara berpasangan, seperti menciptakan ayah yang laki-laki dan ibu yang perempuan. Sehingga antara ayah dan ibu bisa menikah dan mempunyai anak."
  • Beri rasa aman terhadap anak dengan adanya komunikasi yang hangat antar anggota keluarga. Komunikasikan secara jelas masalah seks dengan anak sehingga dia tidak takut bertanya atau mencari sumber yang tidak jelas untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Sikap orangtua pun jangan menampakkan kekagetan atau malah malu-malu ketika menjawab pertanyaan anak tentang mimpi basah. Orangtua dapat menjawab, "Suatu ketika, kamu akan bermimpi dan ketika terbangun, ada cairan di celanamu. Cairan itu berwarna putih dan menyerupai lem. Nah, ketika kamu telah mengalaminya, maka kamu telah memasuki masa remaja. Jangan lupa segera mandi wajib setelah bangun tidur." 

Jawaban ini selain ilmiah, juga memasuki nilai agama (anak terkena hukum mandi wajib). Suatu ketika anak menanyakan kapan ia akan mengalami menstruasi. orangtua pun menjawab, "Setiap anak perempuan tidak dapat dipastikan kapan mereka akan mendapatkan mens pertamanya. Namun, sebagai patokan, jika payudara telah tumbuh, adanya rambut di kemaluan dan ketiak, maka hal itu telah mendekati datangnya menstruasi."Dengan jawaban yang terbuka dan disesuaikan dengan tahap pemahaman anak, mereka tidak akan takut menanyakan segala hal kepada orangtuanya.

  • Sesuaikan penjelasan mengenai seks dengan usia dan tingkat pemahaman anak. Misalnya anak yang berumur dua tahun menanyakan dari mana datangnya adik bayi. Orangtua dapat menjawab, "Dari perut ibu." Jawaban ini singkat, padat, jelas, dan sangat sesuai dengan tingkat pemahaman anak yang masih 'pendek'. Lain halnya jika pertanyaan tersebut dilontarkan anak yang berumur 13 tahun dan telah mengalami menstruasi, kita sebagai orangtua dapat menjelaskan demikian, "Semua anak perempuan yang telah mengalami menstruasi, berarti ia bisa hamil. Setiap bulan anak perempuan akan memproduksi satu sel telur dalam tubuhnya. Ketika sel telur dibuahi oleh sel sperma laki-laki, maka akan terjadi kehamilan. Namun, jika sel telur tidak dibuahi oleh sel sperma, maka ia akan luruh, itu yang dinamakan menstruasi. Perempuan bisa hamil jika ia telah mempunyai suami. Jadi, kehamilan terjadi apabila ada pasangan suami istri yang telah menikah."
  • Batasi penjelasan atau jawaban hanya pada pertanyaan anak saja, tidak usah terlalu melebar terlalu jauh. Berhubungan tingkat pemahaman anak sangat terbatas, maka orangtua pun diharapkan menjawab seperlunya, tidak perlu penjelasan mendetail sehingga malah memusingkan anak. Misalnya ketika anak mendapatkan ibunya tidak shalat karena menstruasi, katakan saja, "Ibu sedang menstruasi sehingga tidak boleh shalat." Nah, jika anak sudah kritis dan mengejar dengan pertanyaan, "Menstruasi itu apa sih?" ibu dapat menjelaskan seperlunya, "Setiap wanita sebulan sekali vaginanya (atau kemaluannya) mengeluarkan darah. Nah, pada saat itu, mereka dilarang shalat."

Itulah hal yang dapat dilakukan orangtua yang bertindak aktif untuk memulai memberikan informasi mengenai seksual terhadap anaknya. Sikap harus terbuka sehingga anak merasa aman dan nyaman menanyakan sesuatu yang mereka belum tahu.

  • Upaya Pendidikan Seks Tahap Awal

Pendidikan yang diberikan orangtua terhadap anak bersifat berkesinambungan. Beberapa hal yang perlu dibiasakan dan diajarkan kepada anak sejak mereka terlahir, sebagai upaya pendidikan seks, antara lain:

  • Berilah nama anak sesuai dengan jenis kelaminnya

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, ada hubungan yang erat antara nama dan yang dinamai. Dengan kata  lain, nama dapat berpengaruh terhadap kedamaian jiwa anak. Masih menurut beliau pemberian nama yang baik akan mendorong si pemilik nama untuk berbuat baik sesuai dengan makna yang terdapat pada namanya. Hal ini terjadi karena ia akan malu terhadap nama yang disandangnya bila perbuatannya tidak sesuai dengan makna namanya.

Dr. Albert Mehrabian, Ph.D melakukan penelitian tentang bagaimana sebuah nama mengubah presepsi orang lain tentang moral, keceriaan, dan kesuksesan. Dalam pergaulan, anak yang memiliki nama yang tidak biasa akan mengalami cemoohan dari orang sekitar karena namanya dianggap aneh. Reaksi lingkungan yang mengejek, mencemooh, bahkan melecehkan inilah yang membuat anak merasa minder yang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya.

  • Beri perlakuan sesuai dengan jenis kelamin anak
  • Menanamkan jiwa sesuai dengan jenis kelamin anak merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dilakukan agar anak mengetahui dan berperan sesuai jenis kelaminnya dengan benar. Anak ibaratnya selembar kertas putih, kedua orangtuanyalah yang akan membuat bentuk coretan di atasnya. Jika orangtua sangat berharap mempunyai anak laki-laki namun yang terlahir anak perempuan, biasanya mereka akan memperlakukannya sebagai anak laki-laki. Mulai dari memberikan nama laki-laki, memberikan mainan anak laki-laki (mobil-mobilan, robot, pistol, alat pertukangan, hingga diajari manjat-memanjat serta berantem).
  • Kenalkan bagian tubuh dan fungsinya
  • Sejak dini, usahakan anak telah mengenal bagian tubuhnya beserta fungsinya. Orangtua jangan malu untuk menyebut kemaluan anak dengan nama sebenarnya (vagina atau penis). Kalau orangtua merasa risih menyebutnya, pastikan anak mengetahui nama bagian tubuh tersebut beserta fungsinya, namun menyebutnya dengan istilah 'farji atau aurat.' Orangtua jangan memberi nama dengan julukan yang bisa dikonotasikan sebagai hal yang kurang sakral, misalnya menyebut vagina dengan nama "memek", "apem", "nunuk" atau menyebut penis dengan nama "burung". Kenapa demikian? Julukan-julukan itu bisa dikonotasikan sebagai sesuatu yang bisa dipermainkan.
  • Ajari cara membersihkan alat kelamin
  • Seiring dengan perkembangan seorang anak, orangtua diharapkan mengajari anaknya untuk membuag hajat di tempatnya (Toilet training). Jangan membiasakan anak membuang hajatnya disembarang tempat, atau bahkan tidak membersihkan area genitalnya setelah buang air kecil dengan alasan mereka masih kecil.
  • Khitan bagi anak laki-laki
  • Khitan secara terminologis artinya memotong kulit yang menutupi alat kelamin lelaki (penis). Khitan mempunyai faedah bagi kesehatan karena membuang anggota tubuh yang menjadi tempat persembunyian kotoran, virus, najis, dan bau yang tidak sedap. Air kencing mengandung semua unsur tersebut. Ketika keluar melewati kulit yang menutupi alat kelamin, maka endapan kotoran sebagian tertahan oleh kulit tersebut. Dengan berkhitan, tidak ada kotoran yang bisa 'bersembunyi' di kulup penis sehingga alat kelamin anak terjaga kebersihannya.
  • Pahamkan tentang menstruasi atau mimpi basah
  • Pihak yang bertanggung jawab mendidik anak adalah orangtuanya. Mendidik disini termasuk dalam hal pembekalan tumbuh kembang tubuhnya termasuk hal yang menyangkut seksualitas. Masa remaja merupakan masa yang prima (prime time). Waktunya demikian pendek, namun memuat perkembangan fisik dan psikis anak secara optimal. Menghadapi pertumbuhan tubuhnya yang 'membabi-buta', remaja akan merasa bingung, yang akan memengaruhi psikisnya. Jiwanya menjadi sering bergejolak. Hal inilah yang perlu dipersiapkan orangtua. Jika orangtua mempersiapkan masa ini jauh-jauh hari, maka anak tidak akan bingung menjalani masa remaja.
  • Tanamkan rasa malu sedini mungkin
  • Menanamkan rasa malu sangat penting bagi anak. Ini tidak berarti kita mencetak anak pemalu dan tidak berani tampil, namun yang dimaksud malu disini adalah malu untuk berbuat seenaknya sendiri dan melanggar norma yang berlaku.
  • Beri tahu bagian tubuh yang boleh atau tidak boleh disentuh orang lain.
  • Kita beri tahu aurat yang harus dijaga. Kita perkenalan aurat anak sedini mungkin, misalnya aurat anak laki-laki adalah antara pusar dan lututnya. Demikian juga aurat anak perempuan, yang meliputi seluruh badan, kecuali muka dan telapak tangan.
  • Beri tahu jenis sentuhan yang pantas dan tidak pantas
  • Yang boleh memeluk adalah ayah, ibu, kakak, adik, nenek, dan kakek saja. Saudara, famili, boleh melakukannya asal ada ayah-ibu atau ada orang lain disekitarmya.
  • Jangan biasakan disentuh lain jenis
  • Sejak masih kecil, anak jangan dibiasakan disentuh oleh lain jenis, misalnya untuk berjabat tangan, memberikan ciuman kepada orang lain, minta dipangku, minta digandeng, dan lain-lain. Hal ini perlu kita biasakan agar anak terbiasa dengan adanya batasan dalam berinteraksi terhadap lain jenis.
  • Biasakan untuk menutup aurat
  • Kita sebagai umat Islam wajib menutup aurat. Busana sesuai dengan ketentuan adalah busana yang bisa menutup aurat. Telah kita bahas sebelumnya bahwa aurat laki-laki adalah antara pusar dan lututnya, sedangkan perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Sejak kecil biasakan anak menggunakan busana yang menutup aurat.
  • Pisahkan tempat tidur anak
  • Sebagai orangtua seharusnya memisahkan tempat tidur anak, agar anak tidak mengetahui aktivitas orangtua yang bersifat pribadi.
  • Ajari minta izin pada waktu-waktu tertentu
  • Anak tidak boleh dengan bebasnya keluar masuk kamar orangtua tanpa izin. Bagaimanapun juga kamar orangtua adalah aurat yang harus dijaga, tidak sembarang waktu boleh dimasuki, walaupun oleh seorang anak kecil.
  • Seleksi media yang dikonsumsi anak
  • Data penelitian menyebutkan sebanyak 36% anak-anak mendapatkan informasi pornografi dari kamar pribadi mereka, 18% dari warnet, dan 12% dari rumah temennya (Elly Risman, 2009). Untuk anak-anak yang masih dibawah umur, lebih baik orangtua mendampingi mereka saat sedang melihat televisi dan memilihkan acara yang pantas dilihatnya.
  • Beri contoh pergaulan antar lain jenis yang sehat
  • Anak akan mencontoh orangtuanya. Janganlah kita sebagai orangtua menanamkan aturan yang ketat sesuai syariah, namun kita sendiri suka melanggarnya. Misalnya, anak disuruh menutup aurat, tetapi ibunya malah tidak mengenakan busana muslimah dan ayahnya sering keluar rumah dengan memakai celana kolor saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun