Mohon tunggu...
Fariha Alghina
Fariha Alghina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Mahasiswa Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Pemekaran di Wilayah Sumatera Tengah Tahun 1950-an: Berpisah untuk Bersatu

25 Desember 2023   20:43 Diperbarui: 25 Desember 2023   20:45 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar peta sebagian wilayah Indonesia pada bola dunia (Foto oleh Mariakray pada laman pixabay.com

Ide untuk mengajukan hak otonomi daerah yang diajukan oleh warga Riau maupun Jambi tentunya tidak terbesit begitu saja. Para politisi Sumatera Barat merupakan salah satu elemen yang menginspirasi mereka dalam menuntut hak-haknya kepada pemerintah.

Warga Riau dan Jambi belajar dari warga Sumatera Barat dalam memprotes keberadaan 'orang luar' atau non-putra daerah di kursi pemerintahan, bahkan mereka terang-terangan menolak keberadaan 'orang asing' di daerahnya.

Kesadaran kaum muda terpelajar terhadap ketimpangan yang terjadi dalam pembangunan daerah serta pembagian 'jatah' daerah. Yang mana kesadaran ini pun diperkuat oleh pernyataan kaum terpelajar yang menuntut ilmu di kota atau di pusat pemerintahan.

Kesadaran tersebut membawa kematanga kepada para politisi Riau dan Jambi dalam kancah perpolitikan. Sehingga mereka sadar bahwa grakan protes pun dapat dilakukan di luar wadah pemerintahan, melalui forum atau kongres.

Hal tersebut terinspirasi dari para politisi Sumatera barat yang melakukan kongres dalam rangka demontrasi guna mendesak pencairan DPRST (Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Tengah) yang dibekukan oleh pemerintahan pusat.

Respon Pemerintah di Bukittinggi dan Jakarta Terhadap Tuntutan Pemekaran Wilayah dan Penyelesaiannya

Jika disimak dari penjelasan sebelumnya, maka sudah jelas respon pemerintahan pusat provinsi (Bukittinggi) adalah menolak dan senantiasa menghalang-halangi pemekaran yang diajukan oleh Jambi dan Riau, karena dalam hal ini mereka akan dirugikan terutama dalam hal SDA.

Berbeda dengan pemerintahan pusat (Jakarta) yang tampaknya merespon tuntutan tersebut dengan baik bahkan mendukungnya, meskipun pada mulanya respon mereka tidak berbeda jauh dengan respon Bukittinggi.

Apalagi setelah Dewan Banteng merealisasikan daerah otonom tingkat I Riau dan Jambi yaitu meresmikan tiga provinsi baru di Sumatera Tengah, pemerintahan pusat langsung memenuhi tuntutan pemekaran tersebut dengan tujuan untuk menghambat ruang gerak Dewan Banteng.

Sikap Dewan Banteng yang sedemikian rupa tersebut menunjukkan bahwa mereka mengadakan pemerintahan tandingan atau yang dikenal dengan pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia).

Sehingga untuk mencegah terjadinya separatisme, Jakarta berupaya untuk segera meresmikan pemekaran wilayah tersebut.

Penundaan realisasi tuntutan Riau dan Jambi tentunya memiliki alasan tersendiri. Jakarta (pemerintahan pusat) khawatir jika mereka memenuhi tuntutan tersebut akan menimbulkan tuntutan pemekaran di daerah lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun