Kedua pertanyaan mengenai Tujuan Pendidikan dan Tujuan Hidup tidak boleh dipisahkan satu sama lain. Harus bersanding seperti sayap burung, karena bila berbicara pendidikan secara tidak langsung juga berbicara mengenai kehidupan. Dan dari situlah makna 'memanusiakan manusia' akan terwujud.
Apa tujuan manusia hidup di alam semesta ini? Natsir mengutip Ayat Al Qur'an surat Ad-Dzariyat yang secara subtansial merujuk pada Tujuan hidup manusia hanya untuk Mengabdi kepada Tuhan. Arti 'Mengabdi Pada Tuhan' menjadi sangat pokok berkenaan dengan tujuan pendidikan. Karena menjadi Hamba Allah Tidak mudah, harus 'Berilmu' dan itu hanya bisa dicapai dengan pendidikan.Â
Dialektika antara pendidikan dan kehidupan amat nampak di atas. Hubungan timbal balik antara pendidikan dan tujuan hidup manusia harus termanifestasikan dalam sistem pendidikan. Dimana seorang guru tidak hanya sekedar mengajar, tapi harus membimbing, mencontohkan dan menunjukkan keterkaitan apa yang dipelajari dengan kehidupan nyata.
Peran Orang Tuan Dan Guru Dalam Pendidikan
Disamping mengenai persoalan pendidikan dan tujuan  hidup yang secara teoritis di atas. Natsir memberikan penempatan penting peran orang tua dan guru dalam mendidik anak. Keduanya memang berbeda, tapi pengaruh untuk masa depan anak sangat signifikan. Oleh sebab itu; Natsir memberikan ketegasan bahwa 'Orang Tua Dan Guru' bukan sekedar simbol atas dasar pilihan mereka, tapi suatu pengabdian pada umat manusia untuk menyampaikan apa yang diyakininya itu benar dan bermanfaat di masa depan.
Menurut Natsir: "Tuhan telah mengamanatkan anak itu supaya kita didik dan kita pimpin. Kita sebagai ibu-bapak yang lebih tua dan lebih kuat, ber-tanggung jawab atas nasib anak-anak kita itu. Tiap anak itu dilahirkan suci, maka ibu-bapaklah yang menjadikan dia seorang Majusi,Nasrani dan Yahudi.  Begitu junjungan kita Nabi Muhammad saw, memperingatkan kepada tiap-tiap  ibu-bapa kaum Muslimin ber-hubung dengan kewajiban mereka terhadap anak-anak mereka".
Adapun guru bukan sekedar profesi, ia menjadi bagian dari anak, diluar pengawasan orang tua. Tapi guru dewasa ini telah menjelma menjadi semacam profesi yang amat kontras dengan indentitasnnya yang agung itu, sebagai tonggak pewaris budaya dan ilmu pengetahuan kepada anak didik.
Jauh sebelum fenomena-fenomena guru dewasa ini yang ingin naik gaji dan diberikan hak-haknya yang layak. Natsir sudah membicarakannya, berkenaan dengan kesejahteraan Guru.Â
Meninjau dalam sejarah, pada masa kehidupannya, ia melihat bagaimana sekolah Partikelir (Swasta) dan Negri (buatan pemerintah) amat nampak kontras satu sama lain. Padahal keduanya sama-sama mendidik anak, yang menjadikan kontras adalah aspek ekonomi yang menunjang guru, sehingga banyak memilih menjadi bagian sekolah di naungan pemerintah (Negri).
Memang dewasa ini sekolah-sekolah  di seluruh Indonesia sudah banyak. Tapi apa efektivitas dari adanya semua itu, bila hingga sekarang ini pendidikan dan baca-tulis masih rendah! Sangat kontras sekali bila melihat literasi bangsa kita hari ini, dimana akses pendidikan mudah, tapi buahnya tidak nampak sekalipun.
Dengan nada yang berbeda, Natsir mewanti-wanti bahwa kemajuan bangsa harus selaras dengan pendidikan. Tidak sekedar cerdas, tapi paham dan mengerti kehidupan dan bangsanya sendiri. Ia Mengatakan; "bagaimanakah kita akan membangun perekonomian dan pergerakan politik dalam kalangan bangsa kita yang ber-miliun itu, apabila mereka masih belum 5% pandai tulis-baca. Apakah akan dibangunkan gedung perekonomian dan kepolitikan kita, apabila keadaan kaum kita yang ber-juta-juta itu masih saja sebagian, belum tahu dimata-huruf!".