Mohon tunggu...
ari_usman
ari_usman Mohon Tunggu... -

I was a young writer. If the writing is far from perfect, it means I am still a beginner. Please be advised, since want to be a novelist talents.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fiksi Horor dan Misteri] Penjahat di Dalam Kartun

30 September 2016   08:30 Diperbarui: 30 September 2016   08:36 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber : Fiksiana Community"][/caption]

Febi tiba-tiba menjerit ketika ia menemukan bercak darah di dalam kamar warna pink-nya. Ia tak tahu dari mana asal bercak darah tersebut. Ia mencoba mengingat kembali asal mula kejadian itu.

* * *

Saat itu, dua hari yang lalu sebelum kejadian. Febi dan temannya, Desy, sedang keliling mencari buku komik di toko buku terkenal. Mereka mencari buku komik misteri kesukaan mereka. Febi ingin cari buku yang paling seram. Entah kenapa ia cari komik yang agak menyeramkan, karena mungkin itu adalah kesukaannya.

"Des, ini mungkin bagus, kan?" Febi memperlihatkan buku komik yang bersampul iblis hitam.

"Ya ampun, ini kan komik yang paling seram. Kau mampu untuk membacanya? Takut nanti kau kenapa-napa."

"Tenanglah, Des. Aku bisa mengendalikan ketakutanku."

"Jangan sampai penjahatnya di sini keluar lho dalam kartun." Desy mencoba untuk menakut-nakuti Febi, dan membuat Febi menjadi merinding.

"Ah, masa sih? Tidaklah! Mana mungkin penjahatnya akan keluar dari buku komik ini? Tidak, percayalah padaku."

Desy hanya diam tak berkata-kata, lalu kemudian, "Baiklah, aku duluan saja yah. Aku udah ambil komik-ku. Oh ya, nanti jika kau punya keluhan, telepon saja aku."

"Baiklah, aku akan meneleponmu. Kenapa kita tidak baca komik bersama?"

"Ehh, nanti aja kita baca komiknya. Karena sedang ada urusan. Dah!"

Desy pun pergi ke counter kasir dan membayar duluan buku komik itu. Sementara Febi sudah memutuskan bahwa ia akan beli buku komik paling seram itu. Ia sempat gemetaran ketika menaruhnya di meja kasir, namun pelayan kasir sudah terlanjur men-scan barcode produk komik itu dan sudah tidak bisa dikembalikan lagi buku komiknya. Febi sudah terlanjur membeli buku komik itu, dan tidak bisa menukarnya dengan buku komik yang lain.

* * *

Di malam hari, Febi memutuskan untuk membaca komik itu, demi uji nyali ketakutannya. Melihat sampulnya saja sudah menyeramkan, apalagi isinya.

Febi membuka satu per satu lembaran komik yang berjudul "The Great Serial Killer" itu. Febi sedikit merinding membaca komik itu. Dan tak lama kemudian...

Komik itu sedikit bersinar dan bergerak-gerak. Febi bergumam.

"Ada apa ini? Kok komiknya bisa bergerak sendiri?"

Dan tak lama kemudian, muncullah si "Great Serial Killer" yang menyeramkan itu. Febi terkejut ketika komik itu tiba-tiba keluar salah satu tokoh antagonis yang paling menyeramkan itu.

"Ka--kau siapa?"

"Kau tak perlu tahu siapa diriku. Kau telah mengeluarkanku dari sini, dan sekarang, aku akan membunuhmu seperti yang tela kau baca dari komik. Hahahaha!!" Suara seram dari pria jahat itu menggelegar satu kamar. Ia pun mengeluarkan sifatnya seperti orang jahat, dan Febi tahu persis sifat jahat itu melalui komik.

"Ja--jangan kau lakukan itu. Jangan."

"Kenapa kau membacaku? Kalau kau tak mau dibunuh, kenapa kau membacaku?"

"Aku--aku tidak tahu kenapa ini terjadi, dan kau keluar begitu saja dari buku itu. Kau mencoba mau membunuhku. Kenapa?" Febi didera rasa panik karena Serial Killer itu.

"Karena kau telah membacaku. Kau membaca senti demi senti komik ini untuk tahu siapa diriku, dan rupanya kau tahu semuanya. Aku tidak mau orang-orang tahu siapa diriku yang sebenarnya. Dan sekarang karena kau tahu diriku, aku akan membunuhmu sesuai yang ada di komik."

"Jangan begini, tolong. Jangan bunuh aku."

Tiba-tiba si penjahat kartun itu berseru. "Aku bersumpah akan aku bunuh semua orang yang tahu tentang diriku. Aku sudah membunuh 20 orang, pembaca komik ini. Dan sekarang tambah satu orang lagi, yaitu dirimu!" Penjahat itu menunjuk pada Febi, dan Febi masih panik karena ini.

"Jika kau mencoba untuk membunuhku, aku akan buang komik ini dan kau akan musnah!"

"Hahahaha, silakan saja. Silakan kau lakukan itu. Aku tidak takut."

Febi pun mencoba untuk melempar semua hal-hal di dekatnya kepada si penjahat. Namun penjahat itu melerainya dan mencoba untuk mendekati Febi dan mencekiknya. Febi tidak bisa melepaskan cengkraman tangan penjahat itu dan terus mencekiknya.

Namun akhirnya Febi pun memukul kepala penjahat itu dan otomatis cengkraman tangan penjahat pun dilepaskannya.

Febi pun segera melarikan diri dan penjahat itu mengejarnya. Febi bersusah payah berlari menghindari penjahat itu, dan Febi pun sampai di tempat sampah belakang warung makan. Untung saja Febi masih memegang komik itu dan ia pun memandangi komik itu.

"Mulai sekarang, kau akan dibuang. Aku tidak suka kau mengganggu kehidupanku. Aku buang saja!!" Febi melempar komik itu ke tempat sampah, lalu ia lari menuju rumahnya. Dan otomatis penjahat itu hilang dalam sekejap mata tepat saat komik itu dibuang.

* * *

Dua hari kemudian, Febi masih diteror oleh penjahat Serial Killer itu, terbukti di kamar warna pink-nya ada bekas bercak darah.

"Ada apa ini? Kenapa bercak darah ada di kamarku? Apa penjahatnya masih belum musnah?"

Lalu, Febi menemukan surat bercak darah di samping meja lampu tidurnya. Ia pun membacanya dan itu dari penjahat Serial Killer.

"Aku akan membunuhmu lain kali. Tapi jika kau tidak ingin dibunuh, maka jangan baca komik itu. Kau akan kehilangan semuanya termasuk dirimu."

Febi masih takut akan hal ini, dan penjahat itupun masih menampakkan batang hidungnya. Febi pun berjanji tidak akan membaca komik paling seram itu, dengan tema apapun. Ia juga takut kalau ia diteror lagi oleh penjahat yang ada di dalam kartun.

* * * 

- Makassar, 30 September 2016

Artikel ini diikutkan dalam event Fiksi Horor dan Misteri oleh Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun