Mohon tunggu...
ari_usman
ari_usman Mohon Tunggu... -

I was a young writer. If the writing is far from perfect, it means I am still a beginner. Please be advised, since want to be a novelist talents.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku atau Dia? [Part 1] - K-Fiction

13 Februari 2016   18:03 Diperbarui: 13 Februari 2016   18:32 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Deok Sun dan Jung Hwan sudah jatuh cinta sejak masih SMA. Namun berhubung, Deok Sun adalah seorang pramugari dan Jung Hwan adalah seorang pilot angkatan udara, mau tak mau mereka melakukan long distance relationsip. Jadwal cuti Jung Hwan sangat sempit dan tidak bisa bertemu dengan Deok Sun dan harus menetap di base camp-nya di Sacheon. Deok Sun juga demikian karena harus menjalani tugasnya sebagai seorang pramugari.

Saat Jung Hwan ingin mengakui perasaanya ke Deok Sun di restoran, namun setelah Jung Hwan bilang “Saranghae” ke Deok Sun, Jung Hwan langsung berkata kalau ini hanya sekedar candaan. Deok Sun pun langsung kaget dengan tindakan Jung Hwan itu. Ternyata, Jung Hwan memang merencanakan ini dengan teman-temannya. Padahal di dalam hati Jung Hwan sudah jelas-jelas mencintai Deok Sun, namun dia rela mengikuti anjuran teman-temannya. Tapi, apakah nanti Jung Hwan akan mengakui perasaannya ke Deok Sun?

======

Saat Jung Hwan dan teman-temannya akan pulang, Deok Sun sempat menahan Jung Hwan.

“Jung Hwan, pengakuanmu itu cuma main-main?” tanya Deok Sun.

“Iya, aku main-main. Tapi ini demi teman-temanku saja.” jelas Jung Hwan.

“Yah, setidaknya bilang sama aku. Besok kamu harus pergi ke Sacheon, harusnya bilang kalau ini cuma main-main. Tapi, setidaknya kita masih bisa bertemu suatu saat nanti.”

“Kurasa tidak, kita tak akan ketemu. Karena aku sudah menetap di sana.”

“Terus? Haruskah aku ke sana untuk menemuimu? Susah tau ke Sacheon.”

“Kalau begitu, kita tak usah ketemu untuk sementara. Kita tak ketemu untuk selamanya, tapi untuk sementara saja. Tugasku lebih kupentingkan. Masa aku harus meninggalkan tugasku ini?”

“Baiklah kalau itu maumu.”

Saat Deok Sun pergi, Jung Hwan sempat menahan tangan Deok Sun.

“Mau kemana? Aku antar.”

“Tak usah, aku bisa pulang sendiri.”

“Ini udah malam, kita bersama saja. Daripada kau pulang sendiri, bahaya.”

“Baiklah, kita pulang sama.”

Jung Hwan pun mengantar Deok Sun pulang dengan mobil jeepnya. Di dalam mobil, Jung Hwan dan Deok Sun hanya diam saja, hening tanpa kata-kata. Deok Sun melamun sambil berpikir apakah dia akan move on saja dengan Taek? Dia takut kalau dia jatuh cinta dengan Taek, sementara Taek kerjanya cuma main baduk dan minum obat tidur.

Setelah mereka sampai di depan supermarket, Deok Sun minta Jung Hwan untuk turun di depan supermarket.

“Jung Pal, aku turun di sini saja.” pinta Deok Sun.

“Kok turun di situ? Kan kita belum sampai di Ssangmundong.”

“Tak usah, aku turun di sini saja.”

Deok Sun pun turun di depan supermarket, dan kebetulan dia juga ingin membeli sesuatu.

Setelah dia membeli sesuatu, dia juga kebetulan ketemu dengan Taek yang sedang lunglai pulang.

“Taek, udah pulang ya?”

“Iya, aku ngantuk. Biasalah, besok aku ada pertandingan.”

“Ah, iya. Oh iya, aku lupa. Tentang ciuman itu...”

Taek langsung memotong pembicaraan.

“Jangan bahas soal ciuman. Itu adalah mimpiku. Mungkin kau merasakannya, tapi lewat mimpi.”

“Tapi itu bukan mimpi untukku. Aku merasakannya.”

“Sudah kubilang tadi, itu hanya mimpi. Jadi jangan dibahas.”

“Baiklah.”

“Besok aku mau ke Beijing, boleh kau antar aku besok?”

“Boleh, kebetulan juga aku mau ke Beijing besok. Oke.”

Mereka berdua akan ke Beijing besok, dan setuju kalau mereka akan pergi bersama.

-----------

Keesokan harinya, Deok Sun dan teman satu pramugarinya menunggu pesawat mereka. Sambil menunggu, mereka mengobrol sejenak.

“Mungkin si Taek itu, temanmu kan? Kalau memang teman, baguslah. Tapi sekarang umurmu 24 tahun, kenapa kau tak pacari dia?” ujar salah seorang temannya.

“Aku kan sudah bilang, dia adalah teman masa kecilku. Teman selama 20 tahun.”

“Berarti kalian sudah akrab dong. Terus kenapa kalian tidak pacaran saja?”

“Ya?”

“Hei, kukasih tahu ya. Pria dan wanita yang temenan, tak ada yang begituan. Kau anggap dia teman? Ampun, itu tak masuk diakal.”

Deok Sun berdiam sejenak...

Sementara Taek, sedang berada di bandara yang sama dengan Deok Sun. Taek sedang mencari Deok Sun di bandara, tapi dia belum menemukannya.

Dan akhirnya, Taek menemukan Deok Sun yang sedang bersama temannya.

“Deok Sun!” seru Taek memanggil Deok Sun.

“Oh, Taek! Kamu sudah sampai? Hei, aku duluan yah.”

Deok Sun pun menghampiri Taek dengan cerianya.

“Taek, kapan sampainya?”

“Dari tadi kok. Oh ya, kapan kau akan berangkat?”

“Sesuai jadwal, aku berangkat jam 8 pagi. Kamu?”

“Aku juga sama, jam 8 pagi. Tapi, kita berada di pesawat berbeda.”

“Aduh, gak samaan deh. Gak apa-apa. Kita ketemu di hotel Fusion Beijing yah. Di situ aku akan inap sama Seniorku.”

“Oke.”

Deok Sun dan Taek berangkat dengan pesawat yang berbeda dan berjanji kalau mereka akan bertemu di hotel yang sama.

-----------

Jung Hwan yang sedang berada di Sacheon, duduk di halaman base camp. Dia duduk sambil menangis, menangis teringat Deok Sun. Dia takut kalau Deok Sun akan nikah dengan Taek, yang notabene adalah sahabatnya sendiri. Yang lebih menakutkan lagi, apakah Taek akan mengundang Jung Hwan ke pernikahannya nanti? Dia terus memikirkan hal yang menakutkan itu. Sampai-sampai, Seniornya melihat Jung Hwan yang terus mengeluarkan air matanya.

“Kamu kenapa?” ujar Seniornya.

“Ah, gak kok. Cuma, ada pasir yang masuk di mataku.” kata Jung Hwan sambil mengusap air matanya.

“Ah, aku tunggu kau 15 menit. Ada tugas untukmu.”

“Iya.”

Jung Hwan masih memikirkan hal yang menakutkan itu. Tapi dia bertekad untuk menghapus pemikiran yang menakutkan itu di kepalanya, karena itu mengganggu pekerjaannya.

--------

Setelah sampai di Beijing, Deok Sun tiba duluan daripada Taek. Deok Sun menyambut Taek dengan sangat ceria, tapi Taek malah malas menyambutnya dan langsung ke kamar Hotel. Deok Sun pun bertanya pada Guru Taek yang kebetulan ada bersamanya.

“Kok Taek bisa malas gitu?”

“Dia itu sangat sensitif, karena pertandingan hari ini. Jadi dia tidak bisa diganggu.”

“Oh gitu ya?”

Deok Sun malah memelas dan menunggu Taek di kamar tidur.

“Hei, lebih baik tak usah ganggu dia. Dia tuh kayak mayat hidup.” ujar salah seorang temannya.

“Iya. Tak akan kok.”

Tiba-tiba, Deok Sun dipanggil oleh seseorang. Entah siapa orang itu, tapi yang jelas, dia dipanggil karena ada panggilan di telepon. Dia pun mengangkat teleponnya dan ternyata yang diteleponnya adalah Jung Hwan.

“Jung Pal?”

“Iya, ini aku.”

“Kenapa nelepon? Kan kamu sibuk.”

“Ini jam istirahat. Yah, sekalian aku mau nelepon kamu.”

“Iya, mau bicara apa?”

“Aku cuma ingin...” tiba-tiba Jung Hwan menangis.

“Kenapa kau, Jung Pal?”

“Aku cuma--- kita tak bisa bertemu.”

“Ah, itu biasa saja. Kita bisa ketemu setiap dua bulan. Tak usah nangislah. Masa tentara begitu? Nanti kamu malah dibilang banci.”

“Ah, iya aku berhenti. Tapi aku akan sibuk belakangan ini. Tak bisa pulang ke Ssangmundong.”

“Jadi?”

“Yah, ini perintah atasan. Aku tak bisa pulang. Sudah dulu yah. Kuharap... pernikahanmu dengan Taek berjalan lancar.”

Deok Sun tiba-tiba kaget mendengar ucapan Jung Hwan. Apakah Jung Hwan merelakan Deok Sun untuk menikah dengan Taek?

“Apa katamu Jung...” tiba-tiba Jung Hwan memutuskan teleponnya. Dia tak terima dengan apa yang dikatakannya. “Jung Hwan merelakan Deok Sun untuk nikah dengan Taek”? Kenapa bisa begini?

BERSAMBUNG

 

Sumber Gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun