Mohon tunggu...
Farid Priandi
Farid Priandi Mohon Tunggu... Dosen - Guru

Discendo Discimus Penulis Buku (Beberapa sudah terbit), pendaki gunung, seorang guru, traveller. S1 kehutanan, S2 Ilmu Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyampaikan Dakwah Terkadang Cukup Mujmalnya Saja Bukan Berarti Menta'yin

12 September 2023   08:23 Diperbarui: 12 September 2023   10:07 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkara Menta'yin Individu

Coba kita buka YouTube atau artikel, atau bertanya langsung kepada seorang 'alim 'ulama tentang suatu perkara, pastinya jawaban dari mereka adalah sesuai yang dipertanyakan, dan kadang mereka tidak merinci jawaban mereka hanya secara umum saja atau Mujmalnya saja yang disampaikan. Misalkan seorang bertanya, 

"Ustadz, apa hukumnya ketika adzan tapi tidak bisa langsung shalat, karena saya masih di kantor untuk kerja?"

Kebanyakan para ulama pasti bilang,
"Wajib melaksanakan shalat apabila telah mendengar adzan, tidak boleh menunda dengan sengaja, hentikan pekerjaan, shalat dan lanjutkan setelah shalat"

Para ulama tidak akan merinci jawaban, seandainya penanya juga bertanya,

"Saya memiliki pekerjaan yang mustahil untuk ditinggalkan"

Jawaban sebagian ulama mungkin membolehkan sampai urusannya selesai asalkan tidak terlewat waktu shalat, tapi sebagian ulama akan tegas tetap harus meninggalkan shalatnya. Taruhlah kita ambil pendapat pertama, yang membolehkan asal tidak lewat waktu shalat. Misalkan Dzuhur, maka belum sampai waktu ashar masih bisa dilakukan.

Meskipun jawaban tersebut benar, namun akan memunculkan kemungkinan-kemungkinan penyelewengan terhadap pendapat, orang yang bertanya berpotensi akan melalaikan shalat meski dalam keadaan tidak terdesak, karena sudah terbiasa dengan fatwa bahwa boleh menunda shalat selagi masih dalam waktunya, sehingga apabila adzan tiba si penanya dalam keadaan terdesak atau tidak *dikhawatirkan* akan terbiasa untuk menunda waktu shalatnya, sehingga masuk kedalam bab *Melalaikan Shalat*/ *Menunda-nunda waktu shalat*. 

Nah, beberapa ulama yang terkesan tegas atas jawabannya sebenarnya hanya khawatir akan terjadi hal-hal tersebut, kalaupun mau merinci jawaban harusnya rincilah serinci-rincinya kalau itu memang untuk orang awam, misalkan melanjutkan jawaban di atas. Harusnya kalau penanya adalah seorang awam, maka dirinci lagi bahwa menunda shalat tetaplah tidak diperkenankan, menunda shalat dibolehkan hanya saat benar-benar terdesak, apabila tidak terdesak maka lakukanlah shalat di awal waktunya/saat sudah mendengarkan adzan. Hal ini dilakukan untuk menutup celah akan adanya pelalaian terhadap waktu pengerjaan shalat.

Kembali kepada *Mujmal*, kita menyampaikan dakwah terkadang tidak perlu dirinci, tapi cukup dengan menyampaikan Mujmalnya saja bukan berarti menta'yin, seperti halnya ada seorang ustadz berkata,

"BARANGSIAPA MEMINTA KEPADA KUBURAN SEBAGAI WASILAH, MAKA DIA MUSYRIK"
atau
"JANGAN PERNAH DATANG KE DUKUN, KARENA ITU SYIRIK"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun