Latar Belakang Konflik
      Konflik Rusia dan Ukraina merupakan konflik yang sangat kompleks dan dapat ditelusuri jauh sebelum tahun 2022 di mana terdapat peristiwa-peristiwa sejarah yang berkesinambungan dan saling terhubung layaknya rantai hingga membentuk peristiwa yang sekarang ini terjadi.
      Pada masa perang dingin, Amerika Serikat bersama sekutunya di Eropa membentuk sebuah pakta pertahanan yang kemudian disebut sebagai NATO yang difungsikan sebagai tempat kerjasama militer dengan tujuan menentang hegemoni Uni Soviet di Atlantik Utara. Persaingan terus terjadi antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet sampai akhirnya konflik laten ini dimenangkan oleh Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara superpower yang ditandai dengan runtuhnya Uni Soviet yang kemudian berubah menjadi Rusia di kemudian hari.
      Kendati perang dingin telah usai, baik Amerika Serikat dan sekutunya serta Rusia masih memiliki "mental" perang dingin, sehingga persaingan antara Amerika Serikat dengan Rusia itu masih ada sampai sekarang meski tidak semenegangkan pada masa perang dingin. Alih-alih membubarkan NATO, organisasi pakta pertahanan itu masih tetap eksis hingga sekarang yang tentunya bisa dimanfaatkan oleh Amerika Serikat sewaktu-waktu jika Rusia berani menentang hegemoni Amerika Serikat. Hal tersebut tentunya bisa menjadi ancaman yang sangat serius bagi keamanan nasional Rusia mengingat sebagian besar sekutu Amerika Serikat di NATO merupakan negara-negara Eropa Barat yang berdekatan dengan Rusia itu sendiri. Satu-satunya tameng Rusia untuk melindungi Rusia dari ancaman tersebut adalah negara-negara Eropa Timur yang memang menjadi kawasan tempat pengaruh Rusia yang begitu besar, termasuk Ukraina yang merupakan negara terpenting yang menjadi akses menuju langsung ke Rusia.
      Bertahun-tahun berlalu sejak setelah perang dingin berakhir tepatnya pada tahun 2019, Ukraina memiliki rencana untuk bergabung ke dalam NATO. Hal tersebut dinyatakan langsung oleh presiden Ukraina, Vlodymyr Zelensky, yang memang cenderung lebih berpihak kepada negara-negara barat ketimbang Rusia. Hal ini tentunya disambut baik oleh NATO dan Amerika Serikat tetapi tidak disambut baik oleh Rusia. Dengan bergabungnya Ukraina sebagai anggota NATO dianggap sebagai sebuah ancaman keamanan nasional yang amat sangat serius. Bergabungnya Ukraina dengan NATO dikhawatirkan akan menjadi ancaman besar karena NATO bisa saja membangun pangkalan militer yang memiliki akses langsung menuju ke Rusia.
      Hal ini kemudian direspon serius oleh Rusia yang kemudian mengerahkan 100.000 pasukan di perbatasan antara Rusia dan Ukraina, hingga akhirnya tidak ada yang menyangka bahwa Rusia benar-benar menginvasi Ukraina, mencoba untuk merebut kembali tanah itu ke bawah kekuasaannya dan untuk mengamankan negaranya.
Dimensi Geopolitik
      Geopolitik berasal secara terminologi berasal dari dua kata, yaitu "geo" yang berarti bumi dan "politik" yang berarti cara untuk mendapatkan sesuatu. Jika didefinisikan geopolitik berarti sebuah kebijakan negara yang didasarkan pada kondisi geografis negara tersebut.
      Kebijakan Rusia dalam menginvasi Ukraina tentunya didorong oleh kondisi geografis tempat di mana Rusia berada dan kondisi geografis ini sangat berpengaruh pada kondisi keamanan nasional Rusia, karena berbatasan dengan banyak negara maka rentan sekali terjadi konflik antara negara-negara yang saling berbatasan itu.
      Uni Soviet atau Rusia pernah menjadi saingan Amerika Serikat dan sekutunya di masa lalu. Untuk menentang hegemoni Uni Soviet dan mencegah negara itu menginvasi Eropa setelah perang dunia berakhir, Amerika Serikat beserta sekutunya membentuk pakta pertahanan yang disebut NATO yang diisi oleh negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Eropa Barat yang dikemudian hari juga semakin meluas hingga Eropa Timur. Bagaimanapun juga organisasi tersebut masih digunakan Amerika Serikat untuk menentang Rusia dan bisa digunakan kapan saja untuk menyerang Rusia.
      Jika melihat pada peta letak geografis Rusia sangat berdekatan dengan negara-negara yang menjadi sekutu dari Amerika Serikat. Di sebelah barat terdapat sekutu-sekutu Amerika Serikat dari Eropa Barat seperti Prancis, Inggris, Jerman, dan lain-lain. Di sebelah timur juga terdapat Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan bahkan berbatasan dengan Amerika Serikat itu sendiri yang jaraknya bahkan hanya sejauh tembakan meriam, yaitu Alaska. Dengan ini berarti Rusia berada dalam kondisi yang sangat terjepit karena dikelilingi oleh sekutu-sekutu Amerika Serikat, itulah mengapa Rusia merasa bahwa keamanan nasionalnya berada dalam kondisi yang sangat berbahaya.
      Namun, yang menjadi perhatian khusus Rusia adalah wilayah Eropa Timur, tempat di mana dia pernah memperluas pengaruhnya. Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Ali Muhammad yang berjudul "Selamat Datang Perang Dingin: Kepentingan Rusia di Krimea dan Ukraina Timur dan Ketegangan Dengan Barat" yang juga menjadi salah satu acuan dari penulisan esai ini, menjelaskan bahwa terdapat alasan historis dan strategis yang menjelaskan mengapa wilayah Eropa Timur sangat penting bagi Rusia dan menjelaskan mengapa ada istilah "Buffer Zone".
      Setidaknya terdapat dua peristiwa besar yang menjadikan Rusia menganggap kawasan Eropa Timur sangat penting dalam menjaga keamanan nasionalnya. Pertama, ketika era Napoleon Bonaparte, Rusia pernah menjadi korban dari ekspansi militer Prancis yang menyerbu Moskow di tahun 1812. Kedua, serangan Jerman pada masa Perang Dunia II yang membuat Uni Soviet menjadi korban dari operasi Barbarosa. Dua peristiwa ini yang kemudian membuat Rusia merasa membutuhkan buffer zone guna menahan kemungkinan serangan dari barat yang menjadi kepentingan geopolitik Rusia. Pada era Soviet mereka berhasil mendapatkan buffer zone yang memadai diantaranya adalah Ukraina, Belarusia, Latvia, Lithuania, Moldova, Polandia, hingga Jerman Timur. Buffer zone itu terus bertahan setidaknya sampai perang dingin berakhir. Setelah runtuhnya Soviet mereka kehilangan banyak dari negara-negara buffer zone tersebut dan menyisakan sedikit, termasuk Ukraina.
      Kekuatan ekonomi Rusia yang pada masa itu masih belum pulih dimanfaatkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya untuk melakukan ekspansi ke negara-negara bekas jajahan Soviet. Mereka melakukan menjadikan negara-negara Eropa Timur sebagai bagian dari Uni Eropa, membuat NATO mencampuri urusan militer di Eropa Timur seperti Kosovo, dan meletakkan sistem anti-rudal. Semakin ke sini Rusia benar-benar semakin dilucuti dan mendapatkan kenyataan pahit bahwa pengaruhnya sudah mulai memudar.
      Pada tahun 1990-an, Rusia pernah menuntut agara Amerika Serikat dan NATO untuk berhenti meluaskan pengaruhnya di Eropa Timur dan menghentikan segala bentuk kegiatan militer. Hal yang sama juga dilakukan oleh Vladimir Putin yang menuntut agara Amerika Serikat dan NATO menghentikan aktifitas di Eropa Timur, berhenti merekrut anggota baru, dan berhenti ikut campur dalam urusan Eropa Timur. Hal tersebut yang kemudian tidak diindahkan oleh negara-negara Barat. Namun, Rusia dengan sangat tegas mengatakan jikalau permintaan tersebut tak diindahkan, Rusia tak segan-segan akan menggunakan kekuatan militer.
      Hal tersebutlah yang kemudian terjadi pada Ukraina. Pada dasarnya Ukraina menjadi negara buffer zone yang paling dekat dengan Rusia. Belum lagi terdapat sentimen historis yang melekat antara kedua negara yang merupakan sesama bangsa Slav. Rusia dengan berbagai cara berusaha agar Ukraina tetap berada dalam pengaruhnya dengan cara membuatnya ketergantungan dalam berbagai hal seperti ekonomi, pertahanan, dan lain-lain. Selain itu, Rusia juga melakukan infiltrasi politik guna mengguncang Ukraina dari dalam. Yang paling jelas dapat kita lihat bagaimana Viktor Yanukovych yang menjadi presiden Ukraina pada saat itu begitu pro terhadap Rusia alih-alih negara-negara barat.
      Namun, semua berubah ketika Zelensky menjabat sebagai presiden Ukraina yang baru dan cenderung menjadi seseorang yang pro terhadap barat dan bahkan memiliki wacana bergabung dengan NATO. Hal ini membuat Rusia tidak tinggal diam dan merasa bahwa keamanan nasionalnya bisa terancam karena Ukraina memiliki akses terdekat menuju Rusia dan bisa menjadi pangkalan militer NATO sewaktu-waktu. Satu-satunya agar kemanan nasional Rusia bisa terjaga adalah dengan melakukan invasi terhadap negara tersebut dan mengembalikan Ukraina di bawah kekuasaannya.
      Selain itu, ada lagi kepentingan Rusia dalam menginvasi Ukraina, yaitu mengamankan akses ke laut hitam. Perlu digarisbawahi bahwa konflik ini sudah terjadi sebelum tahun 2022. Invasi Rusia ke Krimea pada 2014 sudah dapat dikategorikan sebagai bagian dari konflik ini. Dengan menginvasi Ukraina dan Krimea akan memberikan akses penuh bagi Rusia menuju laut hitam yang tentunya hal ini juga berkaitan dengan politik air hangat Rusia yang sudah ada sejak zaman Kekaisaran Rusia. Selain itu Rusia juga memiliki kepentingan geopolitik lain di laut hitam dianataranya: 1. Meraih kembali posisi sebagai aktor utama di kawasan laut hitam, 2. Mencegah munculnya koalisi militer anti-Rusia, 3. Mencegah negara di kawasan itu bergabung ke NATO, 4. Menghalangi integrase negara-negara di kawasan it uke Uni Eropa, 5. Menekan separatisme, 6. Mencegah munculnya aktor-aktor baru dalam hal energi di kawasan tersebut yang berada di luar kontrol Rusia. (Oktaviano dan Fachri, 2015).
Dampak Konflik
      Dampak konflik ini begitu luas, mecakup ekonomi, pangan, politik, dan keamanan. Dari segi ekonomi kita dapat melihat terjadi kenaikan harga komoditas global seperti minyak dan gas, karena Rusia menjadi negara pengekspor minyak dan gas terbesar, selain itu Ukraina juga merupakan negara pengekspor gandum terbesar di Eropa yang juga meningkatkan harga pangan di banyak negara.
      Selain itu, secara politik hal ini benar-benar membuat negara-negara yang netral berada dalm kondisi yang sulit dan dilemma, salah satunya adalah Indonesia di mana kita perlu menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional dan juga hubungan internasional. Dari segi keamanan konflik ini bisa saja meluas dan melibatkan tidak hanya Rusia dengan Ukraina tetapi juga negara-negara besar lainnya seperti Amerika Serikat dan sekutunya beserta Rusia dengan para sekutunya yang lain seperti Tiongkok, Korea Utara, dan lain-lain.
Referensi
Fachri, D. R. (2015). Kepentingan Rusia Me-Aneksasi Semenanjung Krimean Tahun 2014. Jurnal Transnasional, 1903.
Muhammad, A. (2015). "Selamat Datang Perang Dingin!" Kepentingan Rusia di Krimea Dan Ukraina Timur Dan Ketegangan Hubungan Dengan Barat. Insignia, 2-3.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H