Untuk diketahui, serapan tenaga kerja di Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami penunuran. Padahal kran investasi telah dibuka lebar oleh pemerintah bagi investor yang ingin menanamkan modal dinegeri ini. Sayang, kran investasi itu tidak menjadi jawaban dalam penyediaan lapangan kerja. Alhasil di tahun 2019 ini, Pemerintah Provinsi Sulsel mengungkapkan jika pengangguran di Sulsel telah mencapai 225 ribu (Harian Fajar, 30/6/2019). Ketidakhadiran negera dalam menyediakan lapangan pekerjaan menyebabkan maraknya aksi demonstrasi oleh mahasiswa bahkan tindakan criminal (pencurian, pembegalan, dan penipuan) yang dilakukan oleh rakyat yang berfikir pendek.
Selain itu, dibidang kesehatan, iuran BPJS kini melonjak naik. Bahkan bila masyarakat telat membayar iuran BPJS, maka akan dikenakan sanksi admininstrasi yang irasional dimata masyarakat umum seperti tak mendapatkan layanan publik dalam kepegurusan Izin Membangun Bangunan (IMB), Surat Izin Mengemudi (SIM), Sertifikat Tanah, dll (Liputan 6.com Sanksi Buat Penunggak Iuran BPJS Kesehatan Tak Manusiawi, 11/10/2019). Tentu, kenaikan iuran BPJS dan sanksi adminintratif yang tak logis dapat menjadi penyebab sulitnya rakyat dalam mengakses kesehatan. Terang jika dikatan Rakyat Indonesia saat ini ibarat Joker yang kesulitan dalam mengakses kebutuhan hidup.
Sebagai kesimpulan dari tulisan ini, penulis berpendapat jika menyaksikan joker ibarat menyaksikan wajah rakyat Indonesia. Jika Joker sebagai tokoh fiktif adalah korban sistem eksploitatif kapitalisme, maka rakyat Indonesia, sebagai tokoh nyata adalah korban dari system semi colonial semi feudal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H